Biasa terjadi, saat talkshow narasumber terpojok dan terkesan emosi, akibat pertanyaan yang diajukan host. Itu karena memang, setiap host punya insting untuk dapat memancing emosi narasumber, sehingga jawaban demi jawaban akan meluncur semuanya, entah sesuai tema atau tidak, tapi ketika emosi itu muncul, justru disitulah sisi menariknya.
Bayangkan kalau emosi muncul pada debat Pilpres, pasti bisa rusak semua kredibilitas yang selama ini dipelihara setiap pasangan calon. Sekali saja mereka tampil emosi, maka penampilan di depan layar kaca secara presidensial akan pupus. Ini bisa membuahkan antipati para calon pemilih.
Karena perbedaan signifikan antara debat Pilpres dan talkshow itulah, maka menjadi wajar Najwa mustinya dianggap belum tepat menjadi moderator debat Pilpres. Bukannya karena ia tidak mumpuni, Bukan sama sekali. Tapi justru karena kemampuan Najwa lebih dari sekadar menjadi moderator.
"Bukannya karena ia tidak mumpuni, Bukan sama sekali. Tapi justru karena kemampuan Najwa lebih dari sekadar menjadi moderator."
Moderator debat Pilpres itu tidak boleh nakal, sementara Najwa seperti kita tahu, acapkali usil, nakal bahkan kadang keterlaluan dalam memojokkan narasumbernya. Ia juga siap menjebak tamu-tamu di rumah Mata Najwa, dengan pertanyaan menjebak dan pertanyaan berbentuk kesimpulan yang diajukannya dengan teori pertanyaan tertutup dan hanya butuh jawaban pendek, ya atau tidak saja.Â
Hal ini yang tidak seharusnya dilakukan Najwa, andai ia menjadi moderator debat Pilpres. Sehingga kalau Najwa memaksakan diri menjadi moderator debat Pilpres, sama saja ia harus patuh dengan banyak rambu dan aturan. Najwa, justru akan tampil terkungkung, dan tidak sebebas seperti biasanya manakala menjadi tuan rumah Mata Najwa. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H