Memang, Demokrat "bersumpah" untuk komitmen mendukung Prabowo memenangkan pertempuran "langit". Tapi, bagi SBY dan klannya, pertempuran "langit" bak seseruan ramai-ramai Pilpres saja. Karena sebenarnya, SBY dan Demokrat justru ingin memenangkan pertempuran "samudera", yaitu meraih kemenangan di laga Pileg.
Pandai sekali bukan? #Twink, kedipkan sebelah mata.
Strategi perang Sun Tzu lainnya, adalah berpura-pura menyerang dari Timur, tapi sesungguhnya menyeranglah dari Barat. Sebenarnya, ini yang sedang dilakukan SBY, Demokrat dan klan-nya. Bersikap mendukung Pilpres untuk Prabowo, tapi sebenarnya mengincar kemenangan untuk Pileg bagi keuntungan partai sendiri.
Kadung sudah ketahuan sikap dua kakinya, maka seakan-akan, strategi perang ini sudah terbaca kawan maupun lawan. Serangan Timur maupun Barat, sepertinya sudah tidak akan ampuh lagi.
Sebagai patriot berjiwa ksatria, Prabowo mustinya tidak merangkul teman sekubu seperti SBY (dan Demokrat). Prabowo musti tegas, untuk ucapkan "so long goodbye" ke partai berlian itu. Bukankah Prabowo pernah membawa-bawa nama Allah SWT di bukunya, Paradoks Indonesia hal 157. Bolehlah saya ingatkan, Prabowo bilang: "Sekaranglah saatnya saudara menjadi guru di tengah rakyat. Bangkitkanlah kesadaran rakyat bahwa Allah SWT tidak akan mengubah nasib suatu kaum, manakala kaum itu tidak mau mengubah nasibnya sendiri."
Begitu kata Prabowo, yang kini masih berharap dapat dukungan dari Demokrat (baca: SBY). Sekaranglah saatnya Pak Prabowo, "tinggalkan" SBY. Bergantunglah pada Allah SWT, semata. Cukup toh?