Politisi PDI Perjuangan Adian Napitupulu tahu benar bagaimana membuat lawan bicaranya politisi PAN Dradjad Wibowo gemas. Dalam satu talkshow (Selasa malam, 9/10) di MetroTV yang dipandu host cantik Aviani Malik, kedua politisi saling serang fakta, data dan argumen terkait berita bohong (hoax) yang dibuat Ratna Sarumpaet.
Menurut Adian, kira-kira begini. Terjadinya kasus kebohongan Ratna Sarumpaet yang notabene merupakan anggota Badan Pemenangan Nasional pasangan Capres-Cawapres nomor urut 02 "Prabowo-Sandi", membuat Pemilu Presiden (Pilpres) yang sejatinya dilaksanakan pada 2019, justru cepat terselesaikan.
"Pilpres sudah selesai. Pemenangnya adalah pasangan petahana "Joko Widodo-Ma'ruf Amin", menyusul terbongkarnya kebohongan Ratna Sarumpaet," tegas Adian dengan ekspresi wajah yang selalu 'dingin'. Alasannya, kata Adian, untuk jangankan untuk memenangkan Pilpres 2019, untuk memulihkan nama baiknya dari kasus hoax Ratna Sarumpaet saja, pasangan "Prabowo-Sandi" akan mengalami kesulitan. "Orang akan ragu dan skeptis, bahwa setiap apa yang disampaikan kubu pasangan Capres-Cawapres "Prabowo-Sandi" ini, sebuah kebohongan lagi atau tidak?" begitu kira-kira yang diucapkan Adian.
Menyimak lontaran closing statement Adian Napitupulu yang tanpa ragu menyebut kemenangan Jokowi-Ma'ruf, lawan debatnya Dradjad Wibowo cuma bisa cengar-cengir. Sontak, Dradjad ceplos bicara, "Apa yang dikatakan Adian ini sudah mendahului keputusan Tuhan."
Buat saya, Adian "pandai" memainkan kesempatan untuk melecutkan cemeti. Momentumnya pas. Ketika prahara kebohongan Ratna Sarumpaet yang mengaku dianiaya sejumlah orang tak dikenal di pakiran Bandar Udara Husein Sastranegara, ternyata hanya hoax belaka, maka tak ada ampun untuk "menghukum" kubu sebelah.
Sementara Dradjad lebih kalkulatif dan cenderung berhati-hati. Maklum, ketika saya menuliskan ulasan ini, besok mantan Ketua Umum PAN Amien Rais, sudah dijadwalkan untuk datang menghadap penyidik Polda Metro Jaya. Amien akan dimintai keterangannya terkait "cerita khayalan bisikan setan" seperti diakui Ratna Sarumpaet sendiri. Wajarlah Amien Rais dipanggil untuk dimintai keterangan seputar hoax Ratna Saumpaet. Bukankah ayahanda Hanum Salsabiela Rais ini juga nampak dalam jumpa pers yang digelar Capres nomor urut 02, Prabowo Subianto, ketika menyampaikan kabar penganiayaan yang mengakibatkan Ratna Sarumpaet mengalami wajah lebam.
Menjadi wajar ketika Dradjad Wibowo, dalam talkshow nampak membela habis-habisan Amien Rais. Ya, seperti kita sudah tahulah. Diantara "kalimatnya" adalah, Amien Rais yang justru menjadi korban kebohongan (kisah penganiayaan) Ratna Sarumpaet. Bukan malah sebaliknya, Amien Rais yang diduga ikut menjadi penyebar berita bohong Ratna Sarumpaet.
Beredar kabar, Amien Rais pada saat pemeriksaannya di penyidik Polda Metro Jaya, akan didampingi 300 pengacara. Belum lagi, alumni "Aksi 212" yang sudah begitu ramai di media sosial, untuk dinantikan kehadirannya dengan jumlah ratusan massa, demi memberi dukungan dan mengawal Amien Rais.
Mustinya, tak perlu pengerahan massa untuk mengawal Amien Rais diperiksa penyidik Polda Metro Jaya. Karena, seperti disampaikan Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya, seharusnya siapa saja yang dipanggil untuk menyampaikan keterangan kepada penyidik Polda Metro Jaya, memanfaatkan kesempatan emas tersebut sebaik-baiknya. Demi menjelaskan apa dan bagaimana yang sebenarnya terjadi ketika misalnya bertemu langsung dengan Ratna Sarumpaet. Utamanya, pada hari sebelum ibunda artis cantik Atiqah Hasiholan itu mengumumkan kebohongan hasil cerita karangannya.
Begitu juga dengan Amien Rais. Alangkah bijak bila kehadirannya memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya tak usah ditunda-tunda lagi. Manfaatkan pemanggilan ini sebagai upaya untuk menjelaskan "drama" kebohongan Ratna Sarumpaet dengan sejujur-jujurnya.
Lagipula, bukankah Amien Rais pernah menyampaikan bahwa dirinya merupakan orang yang tak pernah berbohong. Pada 2 Juni 2017, ketika ramai diberitakan bahwa jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, Amien Rais diduga menerima alian dana dari kasus korupsi alat kesehatan dengan terdakwa mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, Ketua Dewan Kehormatan PAN ini secara elegan menampiknya.
Ketika itu, Amien Rais mengatakan, "Saya tidak pernah tidak jujur. Saya takut pada yang di langit. Jadi saya bukan sombong, saya dididik takut pada Allah".
Amien Rais pemberani? Jujur, saya pernah mempercayainya.
Amien Rais jujur? Ya, tunggu saja bagaimana besok pria kelahiran Surakarta, 26 April 1944 ini menjawab sejumlah pertanyaan dari penyidik Polda Metro Jaya. Sekali lagi ingat, Amien Rais pernah bilang: "Saya tidak pernah tidak jujur."
Hal yang sama, seharusnya dilakukan juga oleh siapa saja yang seandainya nanti akan mengalami nasib sama, dipanggil oleh penyidik Polda Metro, terkait kelanjutan penyidikan terhadap kasus hoax Ratna Sarumpaet. Entah itu Prabowo Subianto, Sandiaga Uno, Fadli Zon, Rachel Maryam, Hanum Salsabiela Rais, Rizal Ramli, Naniek S Deyang, dan masih banyak lagi. Datang saja. Penuhi panggilan penyidik itu dan beri keterangan dengan sebaik-baiknya, plus sejujur-jujurnya. Tak perlu ada pengerahan massa. Melakukan pengawalan yang berlebihan terhadap siapa saja yang hendak diperiksa penyidik di kepolisian.
Lha, emangnya kenapa musti pakai dikawal segala? Kalau memang berada di posisi yang benar, kenapa musti takut? Justru, seharusnya sampaikan rasa "terima kasih" kepada aparat kepolisian yang sudah mengungkap secara fakta dan data yang amat sangat otentik tentang kebohongan Ratna Sarumpaet. Berikan apresiasi kepada kepolisian yang begitu cepat sukses membongkar karangan khayalan atau hoax Ratna Sarumpaet.
Jadi, selamat memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya. Be happy!
Oh ya, kembali ke pernyataan "melecut" dari Adian Napitupulu kepada Dardjad Wibowo, bahwa Pilpres 2019 sejatinya sudah usai, dan kemenangan diraih oleh pasangan Jokowi-Ma'ruf, menyusul terbongkarnya kasus kebohongan dugaan penganiayaan Ratna Sarumpaet, sebenarnya juga enggak terlalu berlebih-lebihan amat.
Wajar, kalau cerita lebamnya wajah Ratna Sarumpaet, yang sebenarnya adalah akibat Operasi Sedot Lemak namun dikarang-karang menjadi lebam akibat dianiaya sejumlah orang tak dikenal, membawa dampak "gempa" pada rating suara publik terhadap pasangan "Prabowo-Sandi".
Adalah lembaga survei Saiful Mujani Research Center (SMRC) yang menandaskan bahwa, kasus hoax Ratna Sarumpaet berimbas buruk pada elektabilitas Prabowo-Sandi. Imbas ini dicatat sepanjang September 2018, dan hasilnya, pasangan "Jokowi-Ma'ruf" memperoleh 60,4 persen suara, dan "Prabowo-Sandi" cuma 29,8 persen. Survei ini menggunakan metode wawancara, dengan jumlah responden 1.074 orang.
Adapun sisanya, 9,8 persen suara, menyatakan belum menentukan pilihan, apakah akan memilih Jokowi atau Prabowo. Nah, swing voters yang berjumlah 9,8 persen ini, menurut Sirojuddin Abbas, peneliti SMRC, besar kemungkinan akan memilih "Jokowi-Ma'ruf", padahal sebelumnya, mereka cenderung mendukung "Prabowo-Sandi". Mengapa kemungkinan ini bisa terjadi? Karena, dengan terbongkarnya "sandiwara bohong" Ratna Sarumpaet, maka swing voters akan hilang rasa hormat dan kepercayaannya kepada pasangan "Prabowo-Sandi" sekaligus kepada tim pemenangannya.
Alat Bukti Kunci, Isi Hanpdhone Ratna Sarumpaet
Saya sih kepinginnya berharap, penyidik Polda Metro Jaya yang menjalankan pemeriksaan terhadap para saksi kasus hoax Ratna Sarumpaet bisa melakukannya secara profesional dan transparan. Kalau memang hanya Ratna Sarumpaet yang dianggap bersalah, ya buktikan bahwa Prabowo Subianto, Fadli Zon, Rachel Maryam, Amien Rais, Hanum Salsabiela Rais dan lainnya, merupakan korban kebohongan semata dari Ratna Sarumpaet.
Tapi kalau justru sebaliknya, bahwa mereka yang mungkin saja ikut dipanggil Polda Metro Jaya itu merupakan bahagian dari pelaku penyebar berita bohong, maka kasus harus terus dilanjutkan, untuk kemudian dituntaskan secara adil. Saya masih yakin, kepolisian akan bertindak right on the track. Apalagi, sejumlah alat bukti sudah berhasil dimiliki oleh kepolisian, terutama yang berkaitan dengan aktivitas Ratna Sarumpaet di satu rumah sakit khusus yang melayani operasi bedah wajah di bilangan Menteng, Jakarta Pusat.
Bahkan telepon seluler milik Ratna Sarumpaet, mustinya bisa menjadi alat bukti yang begitu mahal sekali. Karena syukur-syukur bila di telepon seluler Ratna Sarumpaet masih tercantum percakapan demi percakapan, termasuk yang menggunakan aplikasi media sosial, terhadap "misteri" bagaimana awal mula pengakuan dianiaya berubah menjadi akibat operasi plastik.
Data di telepon seluler milik Ratna Sarumpaet inilah yang rasanya aparat berwenang bisa dengan mudah menemukan fakta maupun data kelanjutan kasus ini.
Melawan Dampak Meluaasnya Hoax
Saya sempat mewawancarai pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, terkait cerita bohong yang dilakukan Ratna Sarumpaet dan terus jadi berkembang kemana-mana.
Menurut Abdul Fickar, ada sejumlah peraturan perundang-undangan yang bisa digunakan, untuk melawan dan mencegah meluasnya dampak negatif hoax. Antara lain:
* Pasal 28 ayat 1 dan 2 UU No.11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE).
* Pasal 14 dan 15 UU No.1 tahun 1946.
* Pasal 311 dan 378 KUHP.
* UU No.40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi dan Etnis.
Adapun isi dari empat aturan itu, seperti berikut:
Pasal 28 UU ITE Ayat (1) Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Ayat (2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). (Hukuman maksimal 6 tahun dan Rp 1 miliar).
Pasal 14 UU No.1 tahun 1946 Ayat (1) Barangsiapa menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.
Ayat (2) Barangsiapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.
Pasal 15 UU No.1 tahun 1946 tentang Hukum Pidana: Barangsiapa menyebarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga bahwa kabar demikian akan atau sudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setingg-tingginya dua tahun.
Pasal 311 KUHP Ayat (1) Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 378 KUHP: Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam dengan pidana penipuan dengan ancaman pidana paling lama empat tahun.
Ratna Sarumpaet sendiri oleh kepolisian sudah disangkakan melanggar Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE. Ratna terancam hukuman pidana selama 10 tahun penjara.
Hari-hari mendatang, kasus hoax Ratna Sarumpaet akan semakin riuh-rendah dengan berdatangan maupun berkelitnya saksi-saksi. Siapa saja mereka selengkapnya, kita masih belum tahu. Saran sekali saja, datang dan penuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya. Berikan keterangan yang sesungguhnya. Karena toh, aka nada telepon seluler Ratna Sarumpaet yang kapan saja bisa dibuka untuk menelusuri dan mengungkap kasus. Begitu juga dengan Ratna Sarumpaet yang masih segar-bugar, meski sedang ditahan. Siapa sangka lho, Ratna Sarumpaet mau jujur lagi, membuka semua duduk perkara awal yang sebenarnya. Perkara yang membuatnya mengarang cerita penganiayaan, lalu serta merta berubah menjadi pengakuan kebohongan. Padahal, Ratna Sarumpaet sudah sempat dipuji-puji setinggi langit oleh Hanum Salsabiela Rais, sebagai "Cut Nyak Dien" dan "Kartini" masa kini.
Dalam kasus hoax Ratna Sarumpaet, publik tidak seperti sedang menunggu "Godot". Godot adalah tokoh fiktif dalam drama karya Samuel Beckett asal Irlandia pada 1952. Ringkasnya, Godot sedang ditunggu-tunggu oleh dua sahabat Vladimir dan Estragon. Tapi sambil menunggu Godot, kedua sahabat ini justru saling sibuk menyalahkan satu sama lain, terkait dengan apa yang akan dikatakan, dan bagaimana menyambut kehadiran Godot. Keduanya terus bertengkat, sampai menua dan keduanya meninggal dunia. Sementara Godot itu sendiri, justru sama sekali tak pernah kelihatan batang hidungnya.
Saya masih percaya, dalam kasus hoax Ratna Sarumpaet - si pencipta hoax terbaik - ini, tak ada Godot itu. Siapa salah dan berapa lama dijatuhi hukuman pidana, itu yang benar-benar ditunggu oleh saya, bahkan mungkin juga kita semua. Â
Nah lho ...Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H