Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

"Paradoks Indonesia" ala Prabowo dan Kenyataan Pahitnya

18 September 2018   22:29 Diperbarui: 19 September 2018   20:01 6190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paradoks Indonesia, buku karya Prabowo Subianto. (Foto: Gapey Sandy)

Dalihnya, tindakan para anggota dewan Kota Malang itu diluar kendali partai.

"Saya kira problemnya ada tindakan-tindakan di luar kendali partai politik. Partai tidak bisa mengawasi anggota DPRD 24 jam," ujarnya kepada pers.

Paradoksnya siapa kalau sudah begini faktanya?

Infografi Oligarki Media di buku Paradoks Indonesia karya Prabowo Subianto. (Foto: Gapey Sandy)
Infografi Oligarki Media di buku Paradoks Indonesia karya Prabowo Subianto. (Foto: Gapey Sandy)
Oligarki Media?

Infografik lain yang ditampilkan Prabowo dalam bukunya yang dieditori Badan Kebijakan Strategis (BKKS) Partai Gerindra ini, adalah tentang "Oligarki Media".

Di halaman 73, infografi ini mengutip data Badan Pusat Statistik (2015) yang menyebutkan, sebanyak 90% Informasi dari Televisi.

Kutipan yang dimaksud bertuliskan, walaupun 50% dari populasi Indonesia sudah menggunakan internet, televisi masih menjadi media utama masyarakat dalam mengakses informasi. Sebanyak 18% masyarakat Indonesia membaca berita elektronik, 13% membaca media cetak, dan 7% mendengarkan radio.

Dimuat juga tabel media (televisi dan cetak), lengkap dengan nama media berikut pemiliknya. Sebut saja, RCTI, MNC TV, Global TV, iNews (MNC Grup), Trans TV, Trans7, CNN Indonesia (Trans Corp), SCTV, Indosiar (Surya Citra Media), TV One, ANTV (Viva Grup), MetroTV (MetroTV Grup), Koran Tempo, Majalah Tempo (Tempo Grup), Jawa Pos (Jawa Pos Grup), kemudian Kompas dan Jakarta Post (Gramedia Grup).

Terkait "Oligarki Media" ini, Prabowo menulis dengan cukup keras, ada hal-hal yang sudah jelas di depan mata tidak benar dan tidak adil, tetapi sebagian elite kita pura-pura tidak tahu.

Media kita sekarang banyak dikuasai pemodal besar, sehingga banyak masalah-masalah bangsa yang disebabkan oleh ulah mereka (para pemodal besar) yang tidak bisa diliput, atau diliput dengan narasi yang jauh berbeda dengan apa yang sesungguhnya terjadi.

Ini berbahaya, lanjut Prabowo, karena banyak masyarakat kita berharap kepada media untuk mendapatkan pencerahan, mendapatkan pengetahuan soal demokrasi kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun