Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Warisan "Semangat Bandung" dan Isu Tabu pada KAA 1955

23 April 2018   20:59 Diperbarui: 24 April 2018   08:07 2698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arsip foto yang menunjukkan kesibukan pelayanan di kantor pos selama KAA berlangsung. (Foto: Museum KAA)

Ketika itu, negara-negara di Asia dan Afrika banyak dipimpin oleh pemimpin-pemimpin yang berani seperti Soekarno (Indonesia), Jawaharlal Nehru (India), Gamal Abdul Nasser (Mesir), U Nu (Myanmar), Patrice Lumumba (Kongo) dan lainnya. Waktu itu, salah satu concern KAA 1955 adalah juga soal Palestina. Tapi memang, kondisi sekarang sudah berbeda, tidak terlalu progresif dalam politik tetapi lebih mengarah kepada kerjasama ekonomi, karena memang zamannya sudah beda.

Berjabat tangan, U Nu (kiri) dan Jawaharlal Nehru (kanan). (Foto: asianafricanmuseum.org)
Berjabat tangan, U Nu (kiri) dan Jawaharlal Nehru (kanan). (Foto: asianafricanmuseum.org)
Soal sisi gelap KAA 1955 yang konon menyediakan perempuan-perempuan sebagai hostess menemani para tamu delegasi asing melalui "komite keramahan" atau Hospitality Committee (HC) untuk menemani para tamu delegasi asing, bagaimana penelusuran Anda sebagai sejarawan?

Masalah HC bukan menjadi concern utama dalam studi saya. Itu semacam sisi-sisi menarik yang terkait dengan KAA 1955, semacam bumbu-bumbunyalah. Itu juga saya hanya memaba sebagian kecil saja soal HC itu. Sebenarnya menarik karena ketika saya membaca koran-koran di tahun 1950-an, terutama itu disodorkan oleh kelompok-kelompok yang menjadi oposisi pemerintah. Mereka memuat adanya wanita-wanita yang menemani diplomat-diplomat atau perwakilan-perwakilan yang datang di KAA 1955.

Mengenai tanggapannya tentang "komite keramahan" itu, saya sebagai sejarawan hanya mendokumentasikannya saja bahwa ada sesuatu hal yang menarik. Saya berbicara saja tentang tersebut, dan apakah hal ini bermoral atau tidak, bukan ranah saya.

Logo 63 tahun KAA 1955 dengan slogan Beyond the Bandung Spirit. (Sumber: Museum KAA)
Logo 63 tahun KAA 1955 dengan slogan Beyond the Bandung Spirit. (Sumber: Museum KAA)
Tapi, kalau Anda menelusuri dari dokumentasi yang pernah dibaca, sebenarnya masalah "komite keramahan" ini seperti benar-benar ada ya?

Saya memuat sebenarnya berdasarkan sumber-sumber yang saya temui. Mengenai benar-benar adanya wanita-wanita yang terlibat, saya belum mewawancarai wanitanya. Kalau saya sendiri, hanya ingin mendokumentasikan, bahwa ternyata ada perdebatan tentang hal ini dari sisi perspektif koran-koran di Indonesia yang justru menarik, karena koran-koran oposisi justru menyoroti hal ini, kenapa tidak menyoroti ide besar tentang KAA 1955 sendiri misalnya.

Usai perhelatan KAA 1955, PM Tiongkok Zhou Enlai (kiri) bertemu dengan Presiden Soekarno dan PM Indonesia Ali Sastroamidjojo. (Foto: Dok. IndoChinaTown)
Usai perhelatan KAA 1955, PM Tiongkok Zhou Enlai (kiri) bertemu dengan Presiden Soekarno dan PM Indonesia Ali Sastroamidjojo. (Foto: Dok. IndoChinaTown)
o o oOo o o

Isu Tak Sedap KAA 1955      

Dalam bukunya, Wildan Sena Utama memuat juga sekilas isu tabu yang berlangsung selama KAA 1955. Ini memang bumbu tak sedap sepanjang konferensi. Begini antara lain yang tulis Wildan di halaman 151-152:

Selain itu, Masyumi dan partai Islam lainnya, Partai Sarikat Islam Indonesia, mengkritik Sekretariat Bersama karena mengorganisir "komite keramahan" yang menyediakan fasilitas wanita pendamping untuk menemani para delegasi menikmati waktu senggang. Menurut Legge, Soekarno sendiri yang meminta Sekretariat Bersama agar memilih pelajar-pelajar perempuan sebagai wanita pendamping. (Rosihan Anwar dalam Sejarah Kecil "Petit Histoire" Indonesia jilid 2, Jakarta: Kompas, 2009)

Komite keramahan ini menimbulkan kontroversi di kalangan pers Indonesia. Koran-koran pro-pemerintah seperti Suluh Indonesia (PNI), Harian Rakjat (PKI), Duta Masyarakat (NU) diam seribu bahasa terhadap isu ini. Tapi koran-koran oposisi seperti Indonesia Raya dan Pedoman, dua koran yang mendukung Partai Sosialis Indonesia (PSI), memberitakan isu ini sebagai headline.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun