Agus Salim menamatkan ELS dengan hasil memuaskan, pada 1898. Lalu melanjutkan sekolah Hogere Burger School (HBS) selama lima tahun di Batavia (Jakarta). Mengapa musti ke Batavia, ya jelas, karena di Bukittinggi waktu itu belum ada HBS. Agus Salim lulus dari HBS dengan meraih angka yang terbaik pada 1903. Impiannya kemudian adalah melanjutkan studi ke sekolah kedokteran yaitu School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) di Kwitang, Batavia. Sayangnya, ia mengalami kegagalan.
Artinya, HIS Koto Gadang sengaja dibangun dan dioperasikan, untuk menyaingi HIS Pemerintah Belanda. Luar biasa hebat, sampai segitunya rasa cinta dan nasionalisme Agus Salim beserta sejumlah rekannya tadi.
Sembari mengelola sekolah, Agus Salim juga tertambat hatinya pada seorang gadis bernama Zainatun Nahar alias Jaja yang juga kelahiran Koto Gadang, 16 Desember 1893. Setelah tercapai kesepakatan dan tiadanya paksaan maka hubungan ini akhirnya dikukuhkan dengan suatu pesta pernikahan pada 12 Agustus 1912 di kediaman Almatsier di Pisang, Koto Gadang. Keduanya dikaruniai delapan anak: 4 putra dan 4 putri.
Kalaupun turis domestik dan mancanegara diinformasikan untuk berwisata ke Koto Gadang, faktanya itu lebih difokuskan untuk mengunjungi sentra kerajinan perak saja. Padahal, ketika menuju (dari dan) ke silvercrafts village itu, pelancong melewati rumah kelahiran para tokoh pejuang kemerdekaan bangsa berikut petilasan dan sejarahnya.
Alamak, ironis!
o o o O o o o
Baca juga tulisan sebelumnya:
Film "Moonrise Over Egypt" dan Keteladanan Agus Salim
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H