Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Mampir ke Rumah Kelahiran Haji Agus Salim di Koto Gadang

9 April 2018   22:27 Diperbarui: 11 April 2018   03:46 5113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rute menuju rumah kelahiran H Agus Salim di Koto Gadang dari arah Jam Gadang di Benteng Pasar Atas dengan melintasi Jalan Binuang. (Sumber: Google Maps)

Lebih masuk lagi ke dalam, pada sisi kiri rumah adalah ruang makan. Mejanya cukup besar dengan empat kursi kayu yang mengelilingi. Satu meja lagi menempel ke pojokan dinding. Di sisi kanan ruangan ini masih ada satu pintu kamar lagi, yang tentu saja pintunya menghadap ke meja makan.

Kembali ke ruang tengah, di salah satu dinding yang dekat pintu ke ruang makan, ada tergantung tengkorak kepala kerbau dengan dua tanduknya yang meruncing ke atas.

Saksi Bisu Masa Muda 'The Grand Old Man'

Rumah kelahiran 'The Grand Old Man' ini menjadi saksi bisu kisah masa muda H Agus Salim. Misalnya, di rumah inilah, H Agus Salim pernah memilih loteng sebagai tempat belajar. Lho, kok di loteng?

H Agus Salim dan istri, Zainatun Nahar. (Sumber: Buku Seratus Tahun Haji Agus Salim / Sinar Harapan).
H Agus Salim dan istri, Zainatun Nahar. (Sumber: Buku Seratus Tahun Haji Agus Salim / Sinar Harapan).
Haji Agus Salim. (Sumber: Merdeka.com / repro: buku Seratus Tahun Haji Agus Salim)
Haji Agus Salim. (Sumber: Merdeka.com / repro: buku Seratus Tahun Haji Agus Salim)
Jadi ceritanya begini. Ketika bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS), sekolah khusus anak-anak Eropa di Hindia Belanda, beredar kabar kalau Agus Salim adalah siswa yang luar biasa pandai. Bahkan menjadi siswa istimewa meskipun tanpa perlu belajar.

Mendengar selentingan kabar itu, Agus Salim merendah. Seperti yang pernah disampaikan kepada Haji Zainal, teman masa kecilnya. "Sangkaan orang-orang itu sesungguhnya keliru. Pujian orang bahwa aku luar biasa pandai adalah berlebihan, karena mungkin mereka tidak pernah melihat aku menekuni pelajaran di rumah," kata Agus Salim.

Seperti dimuat juga dalam Seri Buku Saku TEMPO : Bapak Bangsa : Agus Salim -- Diplomat Jenaka Penopang Republik, Agus Salim belajar keras di rumah. Meskipun, lingkungan kurang mendukung karena ia sering menerima tugas rumah dan ajakan bermain dari teman-teman sebayanya.

Demi menyiasati kondisi tak kondusif ini, Agus Salim punya jalan keluar yang cerdik. Siang hari sesudah makan, ia mengendap-endap naik ke loteng. Disinilah ia menekuni pelajaran yang baru didapat di sekolah sekaligus mempersiapkan pelajaran untuk keesokan harinya. Nah, lantaran di atas plafon itu gelap, Agus Salim selalu membuka beberapa bagian atap supaya cahaya dengan leluasa bisa menerobos masuk ke loteng.

Selesai belajar, sebelum turun, Agus Salim membereskan kembali bukaan sebagian atap tadi.

Pintu kayu dan lubang angin pada tiap pintu di rumah kelahiran H Agus Salim di Koto Gadang. (Foto: Gapey Sandy)
Pintu kayu dan lubang angin pada tiap pintu di rumah kelahiran H Agus Salim di Koto Gadang. (Foto: Gapey Sandy)
Aksi belajar diam-diam di atas loteng ini baru ketahuan seisi rumah, ketika terjadi "kecelakaan". Suatu hari seusai belajar, Agus Salim lupa menutup kembali sebagian atap rumah yang dibukanya. Nahas hujan turun tidak lama kemudian. Air pun membanjiri rumah. Tak lama si penyebab rumah kebanjiran air hujan muncul sambil cengar-cengir. "Maka jangan suka menyuruh-nyuruh terus kalau saya lagi belajar," ujar Agus Salim enteng.

Sementara itu, Mukayat dalam bukunya menulis, Agus Salim rajin belajar baik di sekolah maupun di tempat pengajian. Pagi hari ia mengikuti pelajaran di sekolah, sedangkan malam harinya sebagaimana anak-anak kampung yang lain ia giat belajar tentang agama Islam dengan mengaji di surau, sehingga walaupun anak 'priyayi' tapi ia tak lepas dari lingkungannya yang agamis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun