Ruang pemanggangan kopi, ada di belakang. Pengunjung harus lewat area pengepakan, dan masuk terus ke arah belakang. Memasuki ruang pemanggangan, hawa cukup panas langsung menerpa. Ya gimana enggak, saya melihat ada 2 "tungku pemanggang" biji kopi yang sedang bekerja di atas lidah api yang menjilat-jilat ganas. Bahan bakarnya? "Ini pakai gas dan dikoneksi dengan kompresor ukuran sedang yang meniupkan angin," ujar Rina menjelaskan.
Sebenarnya, yang disebut tungku pemanggang ini adalah drum besi yang menjadi wadah biji kopi. Drum yang sudah berubah warna menjadi hitam jelaga ini berputar cepat dengan bantuan mesin putar, di atas nyala api. "Lama pemanggangan biji kopi ini bisa sampai dua jam," jelas Rina lagi.
Sesudah itu, hasil pemanggangan kopi yang masih begitu panas ini didiamkan dulu sehari semalam di atas wadah terbuka. Keesokan harinya, barulah biji kopi hasil panggangan ini masuk ke mesin penggilingan kasar terlebih dahulu. Hasilnya, bubuk kopi yang masih kasar ini digiling lagi dengan mesin penggiling lembut, sehingga menghasilkan kopi bubuk. "Barulah kemudian masuk ke proses pengemasan yang disesuaikan dengan berat timbangan untuk ukuran jualnya," kata Rina lagi.
Rina memang tidak sembarangan berpendapat. Kopi khas Batusangkar memang sudah terkenal sejak zaman baheula doeloe. Bahkan, pada kemasan Kopi Kiniko ini terdapat tulisan yang keren banget: "Terbuat dari kopi pilihan dari Sumatera Barat yang sudah dikenal sejak tahun 1881 di kawasan Eropa."
Pada 1840, di Minangkabau diterapkan tanam paksa atau cultuurstelsel -- dan pemungutan pajak sebesar 20% kepada pribumi. Petani wajib menanam kopi, tetapi tidak boleh memetik hasil panennya. Buah kopi hasil panen akan langsung diangkut semua oleh Meneer Belanda ke negeri asalnya, untuk menambah pundi-pundi keuangan negara yang semakin tiris akibat peperangan di belahan wilayah Eropa. Para petani, cuma boleh memetik daun kopi. Belanda juga menyampaikan puja-puji penuh tipuan bahwa daun kopi sebenarnya justru lebih banyak khasiatnya daripada biji kopi.
Masyarakat kemudian terpaksa hanya bisa "minum kopi" dengan cara membuatnya dari daun kopi tua yang sudah dikeringkan, lalu diseduh air panas [sama seperti menyeduh teh dengan daun-daun teh yang kering]. Inilah yang kemudian berkembang terus sampai detik ini, dan akrab disebut dengan Kopi Kawa Daun, yang artinya kopi dari daun kopi yang dikeringkan.
Sampai detik ini, banyak yang percaya bahwa Kopi Kawa Daun punya banyak khasiat, seperti misalnya menghangatkan badan, menurunkan hipertensi, melancarkan saluran pernafasan, menambah vitalitas dan stamina, menyembuhkan penyakit kulit seperti kurap.
Menurut data tahun 2014 yang diperoleh dari situs Pemkab Tanah Datar, wilayah Kec Salimpaung sendiri sebenarnya merupakan kawasan sentra produksi kopi jenis Arabica. Sementara kopi jenis Robusta, sentra produknya ada di Kec X Koto, Batipuh, Sungai Tarab, Tanjung Baru, dan Lintau Buo Utara.