Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Membuang Uang Logam, Membuang Harga Diri Bangsa

11 Januari 2018   12:14 Diperbarui: 16 Januari 2018   17:08 3593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasal 33 UU No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

Seiring waktu berjalan, bukannya gerakan ini tambah memacu semangat orang untuk menghargai penggunaan uang koin logam, yang terjadi justru sebaliknya. Itulah yang membuat 6 tahun kemudian, gerakan ini digaungkan kembali. Pada Juni 2016 itu, Bank Indonesia sampai-sampai mengeluarkan pernyataan bahwa uang koin logam masih terpinggirkan.

"Uang koin sering dianggap nilainya kecil, padahal masih menjadi simbol negara dan fungsi transaksi perbankan. Fenomena yang terjadi, masyarakat memperlakukan uang koin bukan sebagai alat transaksi. Dan nilainya sering digantikan oleh permen, mahar bahkan permainan anak-anak," ungkap Deputi Gubernur Bank Indonesia, Ronald Waas kala itu. Pernyataan ini mencerminkan kegetiran bersama, apalagi dari pihak Bank Indonesia tentunya -- karena berdasarkan UU pokok Bank Sentral No.13 tahun 1968 pasal 26 ayat 1, mempunyai hak tunggal untuk mengeluarkan uang logam dan kertas. Hak tunggal ini disebut juga dengan Hak Oktroi atau Hak Istimewa.

Pasal 23 UU No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Pasal 23 UU No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Sekarang pun sebenarnya gerakan ini kembali untuk diingatkan supaya bisa diteruskan, melalui lomba blog dan vlog bertema Cinta Rupiah ini. Momentum ini rasanya tepat karena saya sendiri berpikir, sebaiknya gerakan "Peduli Koin Nasional" harus kembali digemakan. Alasannya, ya itu tadi, ternyata banyak uang logam yang buktinya masih dibuang-buang sembarangan.

Uang itu simbol kedaulatan bangsa? Ya, uang terbitan Bank Indonesia itu sama juga dengan simbol-simbol negara lainnya, seperti Bendera Merah Putih, Lambang Garuda Pancasila, Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, Bahasa Indonesia dan Istana Presiden. Maka itu, jangan sembarangan ya memperlakukan uang dengan tidak sepatutnya.

Malahan, Pasal 23 UU No.7 tahun 2011 tentang Mata Uang, mengancam pengenaan sanksi bagi siapa saja yang menolak untuk menerima Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah. Ancaman sanksinya tidak main-main. Seperti tertuang dalam Pasal 33 ayat 2 UU tentang Mata Uang tersebut, yaitu pidana kurungan paling lama 1 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 200 juta.

Pasal 33 UU No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Pasal 33 UU No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Sejak 10 tahun terakhir hingga 25 Juni 2016, jumlah uang koin yang beredar mencapai Rp 6 triliun. Memang peredaran nilai uang koin jumlahnya relatif lebih kecil dari total uang yang beredar di masyarakat. Total uang yang beredar atau total uang kartal di luar Bank Umum dan BPR hingga April 2016 adalah Rp 435,296 triliun. (Catatan: Pada Juli 2016, jumlah ini naik menjadi Rp 474,246 triliun). Menyedihkannya, hanya Rp 900 miliar atau 16% dari total uang koin yang beredar tadi yang kembali ke Bank Indonesia.

Sisanya ke mana? Weleh-weleh ...

Kalau boleh dijawab, sisanya mungkin ada yang dibuang, terlupakan lalu terbuang, dan disimpan. Lho, kok disimpan? Ya, saya bisa jadi salah satu contoh kasusnya. Di rumah saya, ada baki kecil yang menjadi tempat penampungan uang-uang logam berbagai nilai pecahan, dari Rp 100, Rp 200, Rp 500 sampai Rp 1000. Lantas kenapa tidak dibelanjakan? Karena, untuk mencari harga barang yang seharga nilai nominal pecahan uang logam tadi memang semakin jarang, utamanya yang Rp 100 dan Rp 200. Jangankan itu, bahkan kalau pergi ke toilet umum yang biasa di setiap SPBU saja misalnya, minimal saya harus menyiapkan uang Rp 1000 sampai Rp 2000. Bener enggak?

Selain itu, kalaupun ingin ditukarkan ke kasir minimarket, harus menunggu supaya jumlah uang logamnya "menggunung" dulu di atas baki. Itu saja sih alasannya. Tapi yakinlah, "penyimpanan" uang logam di rumah saya rapi dan terkendali kok, hehehehee ...

Di rumah, saya menyimpan uang logam di baki kecil. (Foto: Gapey Sandy)
Di rumah, saya menyimpan uang logam di baki kecil. (Foto: Gapey Sandy)
Saking rapinya simpanan uang logam di baki kecil yang ada di rumah, ketika melihat saya hendak memotretnya, Anin, asisten rumah tangga nimbrung dengan berkomentar mengenai uang logam. "Kalau di kampung saya, uang-uang receh seperti ini dipergunakan oleh sanak keluarga yang tengah kemalangan musibah ada yang meninggal," ujarnya menuturkan kebiasaan budaya di desanya.

"Lho, memangnya uang-uang receh itu dijadikan apa oleh sanak keluarga yang kemalangan itu?" tanya saya heran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun