Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Filosofi Membatik Seperti Curahan Kasih Ibu

22 Desember 2017   23:37 Diperbarui: 23 Desember 2017   12:21 1343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ikon Batik Kembang Mayang. (Foto: Dok. Farah)

Ya benar, "Kembang Mayang" lahir sejak 2017. Ketika itu, sejumlah ibu di Kompleks Kembang Larangan ini memenuhi hasrat menimba ilmu membatik di Rumah Batik Palbatu. Kebetulan, Budi Darmawan merupakan salah seorang pendiri rumah batik yang beralamat di bilangan Tebet, Jakarta Selatan itu.

Hasilnya? Perlahan tapi pasti. Sekarang ini, sudah banyak siswa dan ibu-ibu dari berbagai wilayah sekitar datang untuk belajar membatik di "Kembang Mayang".

"Jujur, ini sangat membanggakan kami semua. Anak-anak sekolah dan kaum ibu semakin banyak yang datang belajar membatik di sini. Malah ada yang dari kawasan BSD City. Jumlahnya sudah lebih dari 100 peserta yang datang belajar membatik di sini," bangga Farah, salah seorang pegiat membatik yang juga termasuk pionir "Kembang Mayang".

Sementara itu, Zulifni Adnan, Ketua Sanggar Batik "Kembang Mayang" mengatakan dalam sambutannya, sudah ada empat ibu pembatik di sanggar ini yang sudah memperoleh Sertifikat Kompetensi Pembuatan Batik Tulis. Keempat ibu itu adalah Farah, Aminarti, Dewi dan Yeti. Empat sertifikat kompetensi yang ditandatangani Ir Subagyo Sudjono Putro MM selaku Direktur Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) ini pun, langsung diserahterimakan kepada yang bersangkutan. Ada juga penyerahan sertifikat penghargaan untuk sejumlah ibu lainnya, yang dianggap berjasa melakukan gerakan perintisan membangun lingkungan sosial.

Camat Larangan, Kota Tangerang, Damiyati membubuhkan tanda tangan tanda peresmian Sanggar Batik Kembang Mayang. (Foto: Gapey Sandy)
Camat Larangan, Kota Tangerang, Damiyati membubuhkan tanda tangan tanda peresmian Sanggar Batik Kembang Mayang. (Foto: Gapey Sandy)
"Sanggar batik kami ini membuka sessi pelatihan membatik bagi siapa saja, pada Rabu dan Jumat, dari jam 10.00 wib sampai selesai. Tetapi, apabila minta dibuatkan jadwal hari lain pun masih dapat dikomunikasikan sesuai jadwal dari para mentor atau pembimbing di "Kembang Mayang" ini," ujar Zul seraya menyampaikan harapannya kepada Camat Larangan beserta jajarannya agar dapat membantu realisasi pembangunan Gedung Sanggar Batik "Kembang Mayang" di lokasi lahan yang bersebelahan persis dengan Posyandu. "Kami juga berharap sekali, agar Walikota Tangerang H Arief Rachadiono Wismansyah, BSc.,Mkes dapat hadir di sini, misalnya dalam seremoni peletakan batu pertama untuk pembangunan gedung sanggar batik. Ini mimpi sekaligus cita-cita kami semua."

Makna Motif "Kembang Mayang"

Dalam tulisan sebelumnya di Kompasiana tentang Sanggar Batik "Kembang Mayang", masih belum jelas ditemukan jawaban terkait apa dan bagaimana ikon motif yang disebut Kembang Mayang itu. Tetapi kini, Budi Darmawan tanpa ragu menjelaskan makna motif Kembang Mayang yang sebelumnya telah disepakati bersama dengan seluruh pegiat komunitas sanggar batik.

Motifnya bergambarkan bunga dengan 9 sulur. Bunganya seperti setengah lingkaran dengan bulatan besar sebagai pusat tengahnya. Apa saja maknanya? Begini ...

Ikon motif Batik Kembang Mayang. (Foto: Gapey Sandy)
Ikon motif Batik Kembang Mayang. (Foto: Gapey Sandy)
Ikon Batik Kembang Mayang. (Foto: Dok. Farah)
Ikon Batik Kembang Mayang. (Foto: Dok. Farah)
"Motif ini merupakan representasi sebuah bunga sulur-sulur yang menggambarkan kebersamaan didalam lingkungan yang beragam (Unity in Diversity). Bentuk sulur yang menyebar dan saling terhubung menggambarkan masyarakat yang dinamis dan selalu bergerak beraktivitas menjalani kehidupan masing-masing namun tetap terhubung dalam kehidupan bermasyarakat yang rukun, guyub dan saling tolong-menolong (Strengthening the Relationship)," ujar Budi Darmawan.

Dilanjutkannya, masyarakat yang bahagia juga tercermin dari sulur utama yang menggambarkan kegiatan membatik yang mengedepankan kejujuran dalam berkarya, kesederhanaan dan berkarya bagi kemaslahatan bersama (Honesty, Simplicity, Integrity). "Sedangkan bulatan besar yang merupakan pusat bunga adalah cerminan masyarakat yang patuh terhadap aturan, saling menghormati, sesuai dengan ajaran agama yang dijalankan dengan saling menghargai dan bertoleransi (Respect and Tolerance)," ujarnya.

Menurut Budi Darmawan, dalam penerapannya motif diterapkan secara berulang yang membentuk keteraturannya, indah secara estetika dan bisa menggambarkan optimisme dan selalu berpikir positif yang akan menghasilkan karya yang bermanfaat, selalu berusaha untuk menjadi individu dan masyarakat yang bahagia (Happy and Optimistic)," urainya mantap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun