Selain ada Yayasan Batik Indonesia (YBI) yang peduli dengan kemajuan dan pelestarian batik, kini ada satu lagi nama baru terlahir, yaitu Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia (APPBI).
Berlokasi di Museum Tekstil - Jalan Aipda KS Tubun Raya, Jakarta Barat, pada 20 Desember 2017 kemarin, APPBI resmi berdiri. Motto asosiasi ini enggak main-main loh: "Mengawal Batik Indonesia sebagai Jatidiri Bangsa untuk Dunia".
Sebenarnya, APPBI sudah terbentuk sejak 29 Juli 2017 di Pekalongan. Dasar pembentukannya waktu itu, semangat luhur para pecinta, pemerhati, peneliti, pelestari sekaligus berprofesi sebagai perajin asli batik Indonesia yang sudah cukup lama dalam memproduksi dan melestarikan wastra batik Indonesia.
Komarudin Kudiya selaku Ketua Umum APPBI periode 2017 -- 2020, dalam sambutannya mengatakan, tak dapat dipungkiri bahwa laju globalisasi turut mewarnai perubahan dan menjadi ancaman sangat serius terhadap batik di Indonesia. Secara langsung, imbas tersebut adalah merosotnya nilai-nilai seni budaya yang diakibatkan oleh semakin maraknya kontribusi tekstil tiruan batik yang lambat laun dapat melibas kelestarian batik-batik tradisional yang sarat keadilihungan karya seni yang melahirkannya.
"Masih banyak PR yang belum bisa kita kerjakan, baik oleh institusi Pemerintah, paguyuban batik, organisasi-organisasi batik, bahkan YBI sekali pun. Sebab masalah batik ini cukup pelik dan membutuhkan peran dari para praktisi perajin batik yang dalam keseharian menyatu dalam denyut nadi batik itu sendiri," ujar empunya brand' Batik Komar' di Bandung, Jawa Barat ini.
Komarudin menjelaskan alasan mengapa APPBI dideklarasikan, di antaranya banyak permasalahan batik yang bisa ditinjau dari berbagai aspek. Pertama, aspek budaya. Saat ini, sudah terlalu jauh adanya pergeseran nilai-nilai yang diampu batik dalam kehidupan budaya batik di Indonesia. Batik sudah tercabut dan terlepas dari akar budaya yang sesungguhnya.
"Batik sudah berpindah posisi dan berwujud sekadar nilai ekonomi dan telah dikomersialisasi oleh beberapa kepentingan," ujarnya.
"Hal-hal seperti ini, menurut kami adalah sebuah kebohongan dan pembodohan publik. Untuk itu, kami berharap kepada Pemerintah untuk segera melakukan semacam penertiban, dikuatkan law enforcement yang ada sehingga hal-hal seperti ini jangan terjadi lagi. Semua itu, agar jangan sampai mengganggu dan mengebiri seluruh perajin batik di Indonesia," harap Komarudin.
Selain itu, Komarudin mengeluhkan kecenderungan semakin lesunya penjualan batik dalam beberapa tahun terakhir. "Kami sering mengikuti pameran dan terbukti daya beli masyarakat terhadap batik belakangan semakin merosot. Hal demikian menjadi catatan penting untuk bagaimana kedepannya para perajin dan pengusaha batik ini mengatasi kelesuan penjualan. Juga, bagaimana sebaiknya mengikuti tata kelola pameran, dan sosialisasi yang tepat terhadap batik dan pameran batik itu sendiri," tandas pria yang pernah meraih Archipelago Award pada 2011 ini.