Pada September kemarin pun, Menpar juga menerima penghargaan berupa TTG Travel Awards 2017 di Bangkok, Thailand. TTG atau Travel Trade Gazette adalah media massa yang concern di bidang pariwisata sejak 1953. Dan, TTG Travel Award adalah penghargaan bergengsi di industri travel se-Asia Pasifik sejak 1989.
Ups, satu lagi!
November kemarin, lagi-lagi Menpar menerima penghargaan Dive Magazine's Travel Award di Londok, Inggris. Ini untuk kategori Best Destination, dimana Indonesia meraih juara pertama selama dua tahun berturut-turut. Juga, kategori Best Resort & Spa, yang rinciannya adalah untuk destinasi Siladen - Bunaken (juara 1), dan Wakatobi (juara 3). Lalu, kategori Best Live Aboard untuk destinasi Pelagian di Sulawesi (juara 2).
Menpar juga memaparkan, pariwisata terbukti sukses mendulang perolehan devisa. Angkanya hanya takluk pada lapangan usaha Crude Palm Oil (CPO).
Pada 2014 misalnya, pariwisata (urutan 4) menyumbang devisa hanya 11166 juta dolar Amerika Serikat. Kemudian naik jadi 12225 juta dolar AS pada 2015, tetap sebagai ururan ke-4. Dan, pada 2016 melesat ke urutan dua menjadi 13568 juta dolar AS, atau dibawah CPO yang menyumbang devisa 15965 juta dolar AS. Adapun urutan ketiga dan seterusnya adalah Migas, Batubara, Pakaian jadi, Alat listrik, Perhiasan, dan Kertas (4032 juta dolar AS).
Apa kunci kesuksesan pariwisata nasional ini?
Menpar Arief Yahya tak sesumbar. Ia hanya menyebut kunci untuk merengkuh pertumbuhan hingga 24% ini adalah karena, kementerian yang dipimpinnya fokus untuk mengembangkan Go Digital.
"Go Digital itu ternyata efektif, dimana secara lifestyle, ia mengubah mindset pariwisata menjadi personal, mobile dan interaktif. Hal ini terbukti karena sebanyak 70% dari pelaku wisata gemar untuk search and share dengan menggunakan teknologi digital. Dan memang, media digital itu empat kali lebih efektif dibandingkan dengan media konvensional," ujar Menpar seraya memaparkan resep berikutnya yaitu 3T Revolution atau Telecommunication, Transportation dan Tourism.