"Pariwisata saya tetapkan sebagai leading sector. Pariwisata dijadikan sebagai leading sector ini adalah kabar gembira dan seluruh kementerian lainnya wajib mendukung dan itu saya tetapkan."
Begitu disampaikan Presiden Joko Widodo dalam satu kesempatan Rapat Terbatas.
Yup, pariwisata memang tidak disebutkan secara saklek dalam Nawa Cita Joko Widodo - Jusuf Kalla. Tetapi, ia bisa merupakan penjabaran dari point ke 6 dan 7 Nawa Cita, yakni:
- Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional.
- Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
Pertanyaannya, ada di urutan berapa pariwisata dalam sektor prioritas pembangunan 2017?
Jawabannya, ada di urutan keempat, sesudah Pangan, Energi, dan Maritim. Barulah kemudian Pariwisata, disusul Kawasan Industri & KEK.
"Pada 2018 nanti, Pariwisata akan tetap termasuk dalam sektor prioritas pembangunan," ujar Menteri Pariwisata Arief Yahya ketika menjadi keynote speaker seminar bertajuk Digitalizing Wonderful Indonesia yang diselenggarakan IndoTelko - berkenaan dengan perayaan HUT keenamnya - di Balai Kartini, Jakarta, 14 Desember 2017.
Well, sangat menggembirakan! Mengutip statistik dari sejumlah negara yang menjadi pesaing pariwisata Indonesia, ternyata pertumbuhan kedatangan wisatawan ke Indonesia, terbilang sangat tinggi dibandingkan beberapa negara jiran pesaingnya.
Sepanjang Januari - Oktober 2017, International Arrivals Growth ke Indonesia mencapai 24%. Sementara Malaysia, yang merupakan pesaing bebuyutan justru mengalami penurunan hingga 0,87% (Januari - Mei 2017). Thailand yang terus-menerus menjadi pemimpin pariwisata ASEAN, hanya tumbuh 6,69% (Januari - Oktober 2017). Nasib yang sama dialami Singapura, yang cuma mencatatkan pertumbuhan 3,83% (Januari - Juli 2017). Tapi, Indonesia hanya kalah sedikit dibandingkan Vietnam yang tumbuh apik dengan 25,2% sepanjang Januari - November 2017.
"Adapun pertumbuhan kedatangan internasional di kawasan ASEAN itu sendiri, tumbuh 7%. Sementara secara global, menurut UNWTO pertumbuhan terjadi hingga 6,4% saja," ujar Menpar yang mengenakan kemeja batik ini.
Pada September kemarin pun, Menpar juga menerima penghargaan berupa TTG Travel Awards 2017 di Bangkok, Thailand. TTG atau Travel Trade Gazette adalah media massa yang concern di bidang pariwisata sejak 1953. Dan, TTG Travel Award adalah penghargaan bergengsi di industri travel se-Asia Pasifik sejak 1989.
Ups, satu lagi!
November kemarin, lagi-lagi Menpar menerima penghargaan Dive Magazine's Travel Award di Londok, Inggris. Ini untuk kategori Best Destination, dimana Indonesia meraih juara pertama selama dua tahun berturut-turut. Juga, kategori Best Resort & Spa, yang rinciannya adalah untuk destinasi Siladen - Bunaken (juara 1), dan Wakatobi (juara 3). Lalu, kategori Best Live Aboard untuk destinasi Pelagian di Sulawesi (juara 2).
Menpar juga memaparkan, pariwisata terbukti sukses mendulang perolehan devisa. Angkanya hanya takluk pada lapangan usaha Crude Palm Oil (CPO).
Pada 2014 misalnya, pariwisata (urutan 4) menyumbang devisa hanya 11166 juta dolar Amerika Serikat. Kemudian naik jadi 12225 juta dolar AS pada 2015, tetap sebagai ururan ke-4. Dan, pada 2016 melesat ke urutan dua menjadi 13568 juta dolar AS, atau dibawah CPO yang menyumbang devisa 15965 juta dolar AS. Adapun urutan ketiga dan seterusnya adalah Migas, Batubara, Pakaian jadi, Alat listrik, Perhiasan, dan Kertas (4032 juta dolar AS).
Apa kunci kesuksesan pariwisata nasional ini?
Menpar Arief Yahya tak sesumbar. Ia hanya menyebut kunci untuk merengkuh pertumbuhan hingga 24% ini adalah karena, kementerian yang dipimpinnya fokus untuk mengembangkan Go Digital.
"Go Digital itu ternyata efektif, dimana secara lifestyle, ia mengubah mindset pariwisata menjadi personal, mobile dan interaktif. Hal ini terbukti karena sebanyak 70% dari pelaku wisata gemar untuk search and share dengan menggunakan teknologi digital. Dan memang, media digital itu empat kali lebih efektif dibandingkan dengan media konvensional," ujar Menpar seraya memaparkan resep berikutnya yaitu 3T Revolution atau Telecommunication, Transportation dan Tourism.
Menpar mengutip hasil sigi yang dilakukan TripAdvisor pada 2016. Survei ini menunjukkan, 63% dari seluruh travel saat ini adalah "travel online", mulai dari researched, booked bought dan sold online. Contoh lain, ada lebih dari 200 ulasan per menit yang diunggah melalui TripAdvisor.
Berkaca dari generasi milenial yang tak bisa lepas dengan gadget dan layanan aplikasi media sosial, Menpar menekankan pentingnya setiap destinasi wisata untuk fokus pada Media Zaman Now. Apa itu?
Ada tiga yang harus diperhatikan, pertama, lakukan positioning sebagai esteem economy. Artinya, fokus pada customers. "Kids Zaman Now" itu 70%-nya eksis di dunia maya, dunia digital, bahkan media pun sebagai channel menuju ke sana. Makanya, pengelola destinasi wisata harus pandai mengakses dan mengelola fakta maupun data kekinian yang demikian.
Ketiga, lakukan branding atau menuruti aliran "Kids Zaman Now". Konteksnya adalah dari sisi promosi, dimana media harus berpromosi apabila ingin semakin kuat dan eksis di pasar anak muda ke masa depan.
"Destinasi digital itu adalah produk wisata yang kreatif, dan harus instagrammable sehingga dapat menjadi viral," jelas Arief Yahya.
Ada sejumlah destinasi digital yang sudah intagrammable dan bisa menjadi contoh. Mereka adalah:
- Pasar Pancingan di Lombok.
- Pasar Mangrove di Batam - Kepri.
- Pasar Karetan di Kendal - Semarang.
- Pasar Siti Nurbaya di Padang.
- Pasar Tahura di Lampung.
- Pasar Kaki Langit di Yogyakarta.
- Pasar Baba Boen Tjit di Palembang.
Maju terus Pariwisata Indonesia! Bravo!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H