Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mereka Berjuang Supaya Punya Jamban

27 Oktober 2017   14:23 Diperbarui: 27 Oktober 2017   15:55 3654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Program Permukiman Berkelanjutan 100 - 0 - 100 yang ditargetkan tercapai pada 2019 nanti. (Sumber: Ditjen Cipta Karya KemenPU)

Tapi bersyukur, kini perilaku tak sehat terkait urusan buang hajat Ela dan Yuliana beserta keluarganya sudah berubah. Sesudah belasan bahkan puluhan tahun hidup di rumah yang tiada jamban (WC) apalagi kamar mandi, kini rumah tinggal keduanya sudah terlengkapi dua fasilitas yang sepaket dan vital itu.

Harapan keduanya untuk punya kamar mandi plus jamban di dalam rumah terwujud sesudah mereka mengikuti program pembiayaan yang digagas KKUM, sebuah koperasi syariah yang berkantor pusat di Desa Kolong I, Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor. Hanya bermodalkan fotokopi KTP, KK dan bisa menuliskan namanya sendiri, Kredit Sanitasi yang digunakan untuk membangun kamar mandi juga jamban dikucurkan.

Buku catatan Kredit Sanitasi atau Kredit Jamban milik Siti Nur Laelah Sari. (Foto: Gapey Sandy)
Buku catatan Kredit Sanitasi atau Kredit Jamban milik Siti Nur Laelah Sari. (Foto: Gapey Sandy)
Kini keluarga Siti Nur Laelah Sari sudah punya jamban sendiri di rumahnya. (Foto: Gapey Sandy)
Kini keluarga Siti Nur Laelah Sari sudah punya jamban sendiri di rumahnya. (Foto: Gapey Sandy)
Apa agunannya? Tidak perlu pakai jaminan apapun, sama sekali. Prosesnya begitu mudah, dan menurut Ela juga Yuliana, pinjaman sangat lunak yang sering disebut-sebut sebagai Kredit Jamban ini tidak memberatkan dalam urusan angsurannya.

"Buat Ela sih, tidak memberatkan, apalagi kalau dibandingkan dengan "bank-bank keliling" yang suka nawarin pinjaman uang tapi bunga pinjamannya gede banget. Jadi, setelah pihak KKUM menghitung kebutuhan bahan-bahan bangunan berikut ongkos pekerja bangunan untuk pembuatan kamar mandi berikut jamban, maka total nilai pinjaman Ela ya sebesar itu juga. Waktu itu, total pinjaman Ela Rp 5.025.240. Nah, Ela punya kewajiban untuk mengangsur per minggu sebesar Rp 118.500 selama satu tahun. Alhamdulillah, tinggal lima kali angsuran lagi, pinjaman Ela sudah akan lunas," urai Ela dengan wajah berbinar bahagia.

Kalau dihitung-hitung, memang ada selisih kelebihan Ela membayar, yakni Rp 899.760. Inilah yang ditulis sebagai margin (keuntungan - red), dalam buku kecil biru bertuliskan Skim Pembiayaan Mikro Untuk Rumah Tangga Miskin. Margin keuntungan adalah bahasa lembaga pembiayaan syariah, sedangkan pada lembaga pembiayaan konvensional sebutannya menjadi bunga. Tapi, karena Kredit Sanitasi KKUM ini falsafahnya adalah syariah, maka ya itu tadi, "margin keuntungan" menjadi istilah paling tepat.

Kamar mandi milik keluarga Siti Nur Laelah Sari, dengan warna Pink yang bertujuan tidak menyimbolkan warna partai politik tertentu. (Foto: Gapey Sandy)
Kamar mandi milik keluarga Siti Nur Laelah Sari, dengan warna Pink yang bertujuan tidak menyimbolkan warna partai politik tertentu. (Foto: Gapey Sandy)
Bisa disinggung di sini, beberapa perbedaan antara bunga versus margin keuntungan adalah: Bunga biasanya terjadi dalam transaksi pinjaman (kredit) dan penghimpunan usaha. Sedangkan margin keuntungan hanya terdapat pada akad jual beli.

Besarnya persentase bunga dikaitkan dengan jumlah uang yang dipinjamkan. Sementara persentase margin keuntungan didasarkan pada kesepakatan antara pembeli dan penjual. Hal lain, bunga harus tetap dibayarkan walau proyek merugi, tetapi margin keuntungan adalah hak penjual dan merupakan bagian dari harga yang disepakati antara pembeli dan penjual. Dan masih banyak lagi perbedaan bunga (konvensional) dengan margin keuntungan (syariah), seperti tertulis di sini, misalnya.

Itulah antara lain alasan, mengapa Yuliana -- yang bangunan kamar mandi dan jambannya belum selesai --, tidak bisa menjawab secara pasti berapa nilai plafon pinjamannya. "Saya belum tahu berapa nilai pinjamannya. Tentu juga belum tahu, berapa harus bayar angsurannya per minggu dalam satu tahun kedepan. Karena, prosesnya di lapangan adalah bahan-bahan bangunan dikirim lebih dahulu ke rumah, lalu kamar mandi dan jamban dibangun oleh tukang bangunan. Hitung-hitungan akhirnya baru nanti ditetapkan, sesudah semua proses pengerjaan bangunannya selesai," ujar Yuliana ketika menjawab pertanyaan peserta rombongan Media Jabar Visit.

Yuliana, yang juga baru menuntaskan pembangunan kamar mandi berikut jambannya sedang diwawancarai sejumlah jurnalis di rumahnya di Desa Leuwisadeng, Kab Bogor. (Foto: Gapey Sandy)
Yuliana, yang juga baru menuntaskan pembangunan kamar mandi berikut jambannya sedang diwawancarai sejumlah jurnalis di rumahnya di Desa Leuwisadeng, Kab Bogor. (Foto: Gapey Sandy)
Oh ya, sesuai prinsip pembiayaan syariah, "Kredit Jamban" ini jangan dimaksudkan sebagai pinjaman dalam bentuk uang dari KKUM. Prosesnya justru ditekankan pada jual beli (bahan bangunan dan proses pembuatan kamar mandi berikut jamban).

Program Kredit Sanitasi -- yang membangun kamar mandi dan jamban -- warga, memang bukan sesuatu yang baru. "Kredit Jamban" juga sudah berjalan di beberapa daerah lain, seperti di Kabupaten Malang, Soreang -- Bandung, Jombang -- Jawa Timur, Grobogan -- Jawa Tengah dan lainnya. Malah ada juga yang menggunakan konsep "Arisan Jamban" seperti di Cluring - Banyuwangi.

"Keunggulan dari Kredit Sanitasi yang kami gulirkan adalah lebih berpikir bahwa kami membuat sanitasi yang bukan hanya sekadar sanitasi, tetapi sanitasi diharapkan dapat membuat warga untuk termotivasi untuk hidup lebih sehat. Dalam arti, rumahnya lebih sehat, lingkungan lebih sehat, kemampuan warga untuk bekerja juga lebih sehat, lalu ketika bekerja juga menjadi lebih maksimal, karena mereka sekarang mandinya tidak perlu jauh-jauh ke sungai, BAB-nya juga enggak jauh, lalu lingkungan dan airnya juga bersih, Itu sasaran kami sebenarnya," tutur Direktur KKUM, Murtadho SH MM.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun