Menonton tayangan debat terbuka Pilkada DKI Jakarta periode ketiga atau terakhir (10/2) malam, saya menyengaja untuk lebih memberi porsi perhatian pada masalah pemberdayaan penyandang disabilitas, penyandang cacat. Hasilnya? Sedikit banyak saya sempat mencatatnya.
Ketika moderator bertanya lebih dahulu kepada AHOK – DJAROT seputar rencana penanganan terhadap penyandang disabilitas, Paslon nomor dua pun membeberkan jawabannya. Melalui Ahok, jawaban itu diawali dengan mengungkapkan rasa empati terhadap penyandang disabilitas.
Menurut Ahok, penyediaan lapangan kerja bagi kaum disabilitas berkaitan erat dengan masalah pendidikan dan keterampilan. Dua masalah inilah yang antara lain akan menjadi fokus kerja dari Ahok – Djarot seandainya terpilih kembali menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur. Hal ini sekaligus menjadi tantangan yang harus diselesaikan, bahkan lebih dari itu, keduanya menegaskan hendak menjadikan DKI Jakarta sebagai provinsi pelopor atas pemberlakuan UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Diantaranya, kata Ahok, memberi kuota 2% bagi penyandang disabilitas untuk bekerja di instansi-instansi milik Pemerintah, dan sesuai aturan lagi kuota sebanyak 1% di lingkungan kerja swasta.
Dalam upaya memberdayakan penyandang disabilitas, Ahok menekankan pada pentingnya pendataan penyandang disabilitas di lingkungan sekitar oleh para ibu-ibu PKK. Hal ini penting untuk memberi fakta dan data yang sesungguhnya atas jumlah warga penyandang disabilitas. Pendataan ini juga sangat penting untuk memperoleh rincian, berapa misalnya penyandang disabilitas fisik seperti tunanetra, tunarungu dan sebagainya. Juga, penyandang disabilitas intelektual, mental, maupun sensorik.
“Para penyandang disabilitas ini di tengah keterbatasannya tetap memiliki keunggulan yang spesifik dan bisa dikedepankan. Mereka yang tunanetra umpamanya. Jangan melulu diberi pendidikan dan pelatihan untuk menjadi tukang pijat. Tetapi, mereka justru bisa diberdayakan dengan bekerja sebagai operator telepon di perkantoran,” ujar Ahok.
Dengan layanan ini, para penyandang disabilitas dapat memesan armada mobil “TransJakarta Cares” melalui call center (021)1500 102 satu hari sebelumnya. Nantinya, penjemputan akan dilaksanakan di lokasi asal pelanggan, seperti rumah dan sebagainya, untuk kemudian armada mobil ini akan mengantar ke halte bus ramah disabilitas terdekat.
Kini, sudah ada 10 halte bus yang mempunyai Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) ramah penyandang disabilitas. Sehingga pada prosesnya, sesudah dijemput oleh armada “TransJakarta Cares”, si penyandang disabilitas akan diantar ke halte ramah penyandang disabilitas yang terdekat dengan tujuan. Nah, nantinya, armada “TransJakarta Cares” lanjutan akan mengantar penyandang disabilitas hingga sampai ke tujuan.
Sementara itu, situs transjakarta.co.id menulis, layanan “TransJakarta Cares” sudah diresmikan pada 19 Oktober 2016 di Balaikota. Hal ini menjadi bentuk pertanggung-jawaban PT Transportasi Jakarta sebagai BUMD dibawah Pemprov DKI, dalam rangka mendukung usaha mulia Pemprov DKI pada bidang transportasi agar dapat melayani seluruh warga. Khususnya kepada penyandang disabilitas, layanan ini diharapkan membuat penyandang disabilitas tidak terganggu atau tidak menjumpai hambatan guna mendapatkan moda transportasi yang aman, nyaman, lagi murah.
Pada tahap awal layanan ini diberlakukan, tersedia lima armada mobil “TransJakarta Cares” yang masing-masing diawaki seorang pengemudi dan petugas terlatih yang siap siaga membantu atau melayani penyandang disabilitas. Targetnya, dalam waktu dekat jumlah armada mobil akan terus ditambah hingga mencapai 40 unit.
Selain itu, Ahok juga membeberkan betapa pemerintahannya selama ini juga sudah menyediakan trotoar-trotoar jalan yang ramah dan bersahabat bagi penyandang disabilitas. Misalnya, di trotoar tersebut dipasang besi-besi separator yang berfungsi agar supaya sepeda motor atau pedagang kaki lima liar tidak bisa melintas, tetapi bagi kursi roda yang dipergunakan oleh penyandang disabilitas dapat dengan mudah melewatinya.
Pemprov DKI Jakarta bahkan sudah menganggarkan dana Rp 3 triliun demi membangun trotoar sepanjang 2.600 km yang ada di ibukota menjadi nyaman bagi pejalan kaki dan ramah untuk penyandang disabilitas. Contoh penataan trotoar tersebut dapat disaksikan di ruas Jalan Diponegoro, samping Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Menutup paparannya, Ahok berkata dengan penuh simpatik. “Kami seringkali mengatakan bahwa penyandang disabilitas adalah bukan mereka, melainkan diri kita sendiri. Karena, bisa saja pada suatu hari kita sendiri yang akan menjadi penyandang disabilitas.”
Terhadap penyediaan lapangan kerja bagi penyandang disabilitas di instansi Pemerintah, khususnya di Balaikota DKI Jakarta, Ahok berjanji akan meningkatkan jumlahnya dari yang saat ini masih 1% menjadi 2%.
Bagaimana dengan gagasan pasangan AGUS – SYLVI untuk memberdayakan penyandang disabilitas? Pada saat debat berlangsung, tak banyak yang disampaikan Paslon nomor satu ini terkait upaya mereka meningkatkan pelayanan dan memberdayakan penyandang disabilitas. Maklum, isu ini berjejalan dengan berondongan pertanyaan seputar topik penyetaraan gender dan perlindungan anak. Meski begitu, Agus memaparkan bagaimana keinginan pihaknya untuk dapat membangun layanan moda transportasi yang ramah pada penyandang disabilitas.
Agus baru banyak bicara tentang penyandang disabilitas ini pada saat jumpa pers usai pelaksanaan debat. Menurut putra sulung mantan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono ini, pihaknya akan tetap bertekad melindungi dan memberdayakan penyandang disabilitas. Khusus kepada anak-anak penyandang disabilitas, Paslon nomor satu ini menegaskan pentingnya pendidikan yang baik lagi berkualitas.
“Untuk itulah, kami akan memperbanyak sekolah-sekolah atau pendidikan secara inklusif. Melalui dana APBD DKI Jakarta, kami akan melakukan pembangunan dan upgrade sebanyak 800 unit sekolah inklusif. Selain itu, kompetensi dari para guru sekolah inklusi juga akan ditingkatkan. Termasuk fasilitas pendidikannya,” urai Agus yang juga bertekad memperbaiki sarana dan prasarana transportasi publik khususnya bagi penyandang disabilitas. “Dengan begitu, semuanya bisa mencapai nilai standar untuk meraih predikat sebagai kota yang ramah disabilitas.”
Tak lupa, Agus juga mengungkapkan tekadnya untuk menambah jumlah lapangan kerja bagi penyandang disabilitas, seiring dengan peningkatan skill mereka juga. Dengan begitu, harapan agar Jakarta menjadi ibukota yang ramah penyandang disabilitas dapat tercapai.
Tetapi, Anies mengingatkan, ada satu paradigma yang salah terkait masih belum komprehensifnya keberadaan sekaligus layanan bagi penyandang disabilitas. Untuk itu, Anies berjanji, ketika dirinya terpilih sebagai orang nomor satu di DKI Jakarta nanti, akan mengajak para penyandang disabilitas untuk turut berpartisipasi melakukan pembahasan berbagai kebijakan yang akan dikeluarkan Pemprov DKI Jakarta. “Sehingga, setiap kebijakan yang akan diambil oleh Pemprov DKI Jakarta, akan selalu mengikutsertakan penyandang disabilitas dalam setiap pembahasan maupun perancangannya.”
‘Loncat’ Lebih Baik, Layanan Penyandang Disabilitas di Jakarta
Guna menanggapi pelaksanaan debat terbuka Pilkada DKI Jakarta tahap ketiga yang diantaranya mengangkat isu pemberdayaan penyandang disabilitas, penulis juga mewawancarai Jonna Damanik, salah seorang Ketua DPP Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) yang membidangi Tenaga Kerja dan Kewirausahaan. Wawancara dilakukan melalui telepon (11/2) pagi.
Menurut Jonna, dirinya memberi apresiasi yang tinggi kepada KPUD DKI Jakarta yang sudah memasukkan topik pemberdayaan penyandang disabilitas dalam debat kampanye Pilkada. Meskipun dari tiga pasangan calon yang tampil, belum sepenuhnya memberikan perspektif yang tepat.
“Jangankan program pemberdayaannya, bahkan untuk menyebut kalimat penyandang disabilitas saja, ada yang masih susah. Saya menilai gradasi ketepatan perspektif mereka dalam memberdayakan penyandang disabilitas masih belum tepat,” ujar penyandang disabilitas tunanetra yang menyebut bahwa isu pemberdayaan penyandang disabilitas makin naik daun seiring pemberlakuan UU Penyandang Disabilitas.
“Bagaimana tidak aneh, yang namanya sekolah-sekolah inklusif itu sudah wajib tersedia pada setiap sekolah negeri dari jenjang SD, SMP hingga SMA. Ini sesuai dengan aturan Permendiknas No.70 Tahun 2009. Jadi, kalau program Cagub DKI Jakarta nomor urut satu ini hendak membangun dan meng-upgrade hingga sebanyak 800 unit, saya jadi malah tidak paham bagaimana maksudnya. Menurut hemat saya, program seperti demikian adalah aneh,” tutur Jonna.
Sedangkan menanggapi pernyataan Anies Baswedan, Cagub nomor urut tiga, yang menyebut hendak melibatkan penyandang disabilitas dalam setiap proses pengambilan kebijakan terkait pembangunan dan pengembangan ibukota Jakarta, Jonna justru malah melontarkan pertanyaan balik kepada Anies.
“Bagaimana mungkin Anies bisa menyampaikan rencana melibatkan penyandang disabilitas dalam setiap proses penentuan kebijakan di ibukota? Karena, ketika Anies menjabat sebagai Mendikbud --- yang kemudian diganti di tengah jalan dalam perombakan (reshuffle) kabinet ---, kurang ada kebijakan yang memberi kemudahan persyaratan bagi penyandang disabilitas untuk masuk ke Perguruan Tinggi. Alhasil, saya yang tunanetra ini, harus tahu diri untuk tidak bisa kuliah di Perguruan Tinggi dan mengambil program studi Arsitektur,” urai Jonna yang juga menyatakan punya cita-cita menjadi Pilot.
Khusus menanggapi janji ANIES – SANDI yang bila terpilih nanti akan melibatkan penyandang disabilitas pada setiap pengambilan kebijakan di ibukota, Jonna menanggapinya dengan “dingin”.
“Selama ini, kami sudah diajak terlibat aktif ‘kok. Upaya melibatkan penyandang disabilitas dalam kesempatan bermasyarakat dan membangun daerahnya adalah amanat UU Penyandang Disabilitas. Kami sudah sering dilibatkan, apapun anglepembicaraan dan perencanaannya. Bukankah semboyan dari Sustainable Development Goals adalah NO ONE LEFT BEHIND? Artinya, tidak boleh ada siapapun dari setiap warga yang ketinggalan dalam ikut merengkuh pembangunan berkelanjutan. Semua memang sudah seharusnya dilibatkan ‘kok. Ingat semboyannya: No One Left Behind,” seru Jonna yang tinggal di bilangan Jatinegara, Jakarta Timur.
Lantas apa saja perbaikan layanan bagi penyandang disabilitas di Jakarta?
Telak-telak Jonna menyebut, trotoar jalan raya yang semakin ramah penyandang disabilitas, termasuk dirinya yang tunanetra.
“Setidaknya, sejak 2014, trotoar di Jakarta semakin ramah penyandang disabilitas. Sangat bermanfaat bagi kami yang buta, karena ada guiding block dam yellow line yang mampu menjadi panduan bagi tongkat penuntun kami yang tidak dapat melihat. Hal lain adalah, program layanan yang diluncurkan Ahok dan sangat membantu mobilitas kami para penyandang disabilitas. Program layanan itu dinamakan 'TransJakarta Cares'. Artinya, step by step layanan bagi penyandang disabilitas di Jakarta semakin ‘melompat’ lebih baik,” urai Jonna.
Apa yang dilakukan Ahok tadi, imbuh Jonna, adalah bentuk dukungan nyata Ahok sebagai gubernur kepada penyandang disabilitas. “Ingat ya, biaya pendidikan anak-anak penyandang disabilitas dibandingkan dengan anak-anak normal itu, jauh lebih besar sekitar 30 sampai 50 persen. Karena, masuk akal dong, anak-anak normal belajar menggunakan buku paket yang sudah tersedia. Sedangkan anak-anak tunanetra, harus menggunakan buku paket khusus yang dicetak menggunakan huruf Braille,” kata Jonna.
Sekadar info saja, Pertuni adalah organisasi kemasyarakatan tunanetra Indonesia yang didirikan oleh sekelompok tunanetra sejak 1966.
Menanti Bukti Pemberdayaan Penyandang Disabilitas
Bagaimana potret keberpihakan Pemerintah Daerah terhadap penyandang disabilitas di daerah? Penulis juga mewawancarai Luluk Ariyantiny, Ketua DPC Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Situbondo, Jawa Timur, lewat sambungan telepon (11/2) pagi.
Dikatakan Luluk, penyandang disabilitas di Kabupaten Situbondo perlu memperoleh kesempatan memperoleh pendidikan, lapangan pekerjaan, dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan juga berpolitik. Termasuk didalamnya, harapan agar penyandang disabilitas turut dilibatkan dalam perencanaan pembangunan.
Selama ini penyandang disabilitas kurang dilibatkan, tapi syukur Alhamdulillah, mulai awal 2017 ini, kami sudah dua kali diundang untuk ikut serta aktif dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan tingkat Kecamatan. Insya Allah, pada Juli nanti, kami dilibatkan lagi dalam Musrenbangdes,” tutur Luluk yang penyandang diabilitas tuna daksa.
Sebagai ibukota, kata Luluk, Pemprov DKI Jakarta tentu lebih baik dalam memberikan pelayanan bagi penyandang disabilitas, mulai dari trotoar jalan, halte bus, terminal, dan sebagainya.
“Di Situbondo, untuk sarana dan prasarana yang ramah penyandang disabilitas belum banyak tersedia. Transportasi publik belum ramah bagi kami, begitu pula trotoar jalan, terminal dan lainnya. Malah, di alun-alun sini, ada trotoar yang sudah dibangun dan fungsinya alih-alih ramah untuk penyandang disabilitas, tapi nyatanya waktu pembangunan trotoar tersebut kurang melibatkan para penyandang disabilitas. Akibatnya, meski sudah dibangun rapi, tapi trotoar di seberang Pendopo Kabupaten Situbondo itu belum terasa ramah bagi kami. Untuk itu, kami berencana melakukan audiensi dan peninjauan kembali trotoar tersebut,” ujar Luluk penuh semangat.
“Hasilnya, kami baru bisa mendata sekitar 200-an orang penyandang disabilitas. Walaupun, pihak Dinas Sosial setempat menyebut angka penyandang disabilitas di kabupaten ini melebihi 2.000 orang. Pendataan ini perlu, agar jangan sampai antar kantor dinas di Pemkab Situbondo, memiliki angka jumlah penyandang disabilitas yang berbeda-beda,” harapnya.
Akhirnya, kita berharap keberpihakan pada penyandang disabilitas bukan janji-janji manis belaka. Realisasikan itu. Harapan semua kita!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI