Kini, dengan teknologi biogas dari kotoran sapi, masyarakat Lembang malah mampu “mengalap berkah” dari kotoran sapi yang semula justru memicu pencemaran lingkungan. Tak hanya itu, pemanfaatan kotoran sapi melalui reaktor biogas ternyata juga sanggup membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat Lembang. Selain itu, menghasilkan pupuk bagi usaha pertanian sayur di Lembang, menggantikan kotoran ayam yang usut punya usut ternyata malah dibeli atau didatangkan dari luar wilayah.
Menurut Bambang, saat ini sudah terbentuk badan usaha yang menjadi penyedia instalasi reaktor biogas bagi peternak sapi anggota KPSBU. Hal ini dimungkinkan berkat kerjasama apik sejak 2010, dengan penyertaan kredit lunak bagi peternak. Tak hanya itu, sudah didirikan pula bengkel produksi peralatan biogas seperti kompor, keran biogas, waterdrain, alat ukur tekanan biogas, sambungan perpipaan dan sebagainya. Selain perbengkelannya, usaha ini juga memberikan garansi dengan melakukan perbaikan terhadap unit yang rusak konstruksi karena berbagai hal. Catatannya, jumlah yang rusak tidak sampai 3 persen dari total yang sudah dibangun di seantero Lembang.
Permintaan pengadaan reaktor biogas dari Lembang dan luar daerah terus bertambah, kata Bambang, begitu juga permintaan pelatihan dan pengembangan masyarakat berteknologi biogas ke berbagai daerah. “Saat ini kami terlibat aktif dalam menghadirkan solusi pengelolaan sampah organik di kota Bandung dengan menggunakan teknologi biogas,” papar Bambang yang menyebut omset perusahaannya yang berhasil membukukan angka fantastis, Rp 4 miliar per tahun.
Lantas berapa unit reaktor yang berhasil digarap Bambang dan perusahaannya? Wow, jumlahnya cukup mencengangkan! Dalam kurun tujuh tahun menjalankan pola kerjasama dengan KPSBU, telah berhasil membangun 908 unit reaktor biogas konstruksi bata semen cor. Semuanya untuk peternak KPSBU. Jumlah ini pasti terus bertambah karena permintaan pasar dan juga kucuran kredit lunak untuk pengadaan biogas makin meningkat. Praktis, gambaran ini membuktikan bahwa peternak semakin percaya dengan keandalan teknologi biogas made in Bambang. Kalaupun ada kegagalan konstruksi, jumlahnya kurang dari 20 unit dan sudah diperbaiki dalam tempo singkat.
“Kini, ada sekitar 2.500 kepala keluarga yang tidak lagi mengonsumsi gas elpiji, minyak tanah, kayu atau bahan bakar lain untuk memasak. Semua pakai biogas. Sedangkan pemanfaatan kotoran sapi yang dijadikan bahan bakar biogas itu sudah berhasil mengelola lebih dari 2,7 ton dari wilayah sekitar Lembang. Ada juga beberapa kelompok peternak yang memanfaatkan pupuk biogas guna menggantikan kotoran ayam. Misalnya, Kelompok Karya Ibu (KKI) yang ada di Kampung Areng, Desa Cibodas, Lembang. KKI beranggotakan sekitar 100 ibu rumah tangga yang semuanya pengguna biogas,” bangga Bambang yang bersama keluarga menetap di perumahan Green City View A8 Bandung.
Secara lingkup nasional, perusahaan Bambang juga meniti kerjasama dengan organisasi swasta maupun instansi pemerintah guna membangun, melatih dan mendampingi pengerjaan lebih dari 1.700 unit proyek pembangunan reaktor biogas model bata semen cor. Disamping, permintaan dari organisasi-organisasi kemasyarakatan lain pun juga terus berdatangan, seiring permintaan kerjasama ulang lanjutan. Dengan sebegitu sibuk usaha berjalan, saat ini Bambang mempekerjakan 10 staf di kantor, 6 staf di bengkel, dan lebih dari 50 teknisi.
“Pada praktiknya, kami menjual reaktor biogas dengan berbagai ukuran, mulai dari 4, 6, 8, sampai 12 kubik. Instalasi reaktor biogas yang berbahan baku serat fibre untuk ukuran 4 kubik harganya Rp 8 juta. Dengan reaktor biogas berbahan dasar serat fibre, memudahkan ketika ada orderan dari luar kota, sehingga kami tidak perlu datang untuk melakukan survei ke lokasi, melainkan tinggal rakit dan pakai. Makanya, demi menyadari besarnya potensi sumber daya biomassa di Indonesia ini, kami mengajak peran serta berbagai pihak untuk mewujudkan hal itu lebih luas lagi,” ajak Bambang.
Instalasi reaktor biogas yang didesain Bambang memiliki ketahanan hingga lebih dari 25 tahun. Jumlah instalasi yang sudah dibangun di wilayah Lembang saja, “baru” sanggup mengolah tidak lebih dari 13 persen populasi kotoran sapi dari peternak anggota KPSBU. Artinya, hitung punya hitung, butuh waktu 30 tahun lagi untuk menyediakan reaktor biogas bagi peternak di Lembang. Belum lagi, untuk memenuhi permintaan dari koperasi dan organisasi lain yang juga tiada henti.