Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Inilah Pelitas, Super Hero Penyelamat Lingkungan Kota Tangsel

23 September 2016   19:05 Diperbarui: 7 Oktober 2016   13:56 783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sampah dibuang sembarangan di pinggir Jalan Ciputat Raya, seberang pasar swalayan Tip Top. (Foto: Gapey Sandy)

Ini dia, super hero baru. Namanya, Pelitas. Lahir di tanah Banten, tepatnya Kota Tangerang Selatan (Tangsel).

Seperti super hero lainnya, Pelitas juga punya musuh bebuyutan. Ia juga punya kawan yang sama-sama jagoan tangguh. Tapi, selain punya seteru, musuh bebuyutan Pelitas sebenarnya adalah sampah. Hah? Sampah? Ya sampah, organik maupun anorganik. Maklum, Pelitas akronim dari Penyelamat Lingkungan Tangerang Selatan.

Pelitas lahir sebagai pahlawan super yang sangat peduli kelestarian lingkungan. Ia figure teladan pelindung lingkungan yang senantiasa siap membantu mengatasi aneka masalah pengrusakan lingkungan.

Pelitas tokoh heroik yang cerdas dan cerdik. Kemampuan supernya adalah piawai mendeteksi setiap jenis sampah dan limbah beracun yang berbahaya bagi ekosistem lingkungan. Pahlawan super bertopeng ini juga punya kekuatan super lainnya, seperti bergerak secepat kilat, dan sanggup mengangkat beban yang teramat berat seberapa pun beratnya.

Super hero ala Tangsel, Pelitas. (Foto: Gapey Sandy)
Super hero ala Tangsel, Pelitas. (Foto: Gapey Sandy)
“Pelitas lahir bertepatan dengan momentum peringatan Hari Peduli Sampah Nasional, tepatnya pada 21 Februari 2016 kemarin. Ia sengaja dilahirkan untuk membantu dan mengedukasi soal pengolahan sampah untuk anak-anak usia dini. Jadi memang targetnya adalah anak usia 4 – 12 tahun. Makanya, setiap kali ada kegiatan yang bertema kebersihan lingkungan, kelestarian lingkungan, pengolahan sampah dan sejenisnya, Pelitas akan selalu hadir di sana,” jelas Syahrul Hidayatullah, pelaksana bidang kebersihan di Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman (DKPP) Kota Tangsel.

Agar supaya para siswa semakin tertarik, kehadiran Pelitas di sekolah-sekolah adalah dengan mengajak interaksi lewat permainan yang mendidik dan menghibur. “Misalnya, permainan ular tangga raksasa. Pelitas memandu permainannya sembari melempar dadu bergiliran. Nantinya, para siswa akan melompat menuju kotak sesuai angka dadu. Di setiap kotak akan selalu ada pertanyaan-pertanyaan mudah dan menarik. Contohnya, pertanyaan tentang berbagai jenis sampah dan resiko bahayanya bagi kelestarian lingkungan,” ujar Syahrul kepada penulis ketika dijumpai di stand DKPP Tangsel dalam hajat akbar Tangsel Global Innovation Forum (TGIF) 2016 di kawasan Puspiptek, Serpong.

Sosialisasi kehadiran Pelitas terus diupayakan melalui model maskot, film animasi, dan penerbitan komik atau cerita bergambar. “Komik edisi perdana sudah terbit, dengan judul Ancaman Monster Limki. Limki itu sendiri adalah kependekan dari Limbah Kimia. Dan, insya Allah, pada tahun depan, kami akan menampilkan Pelitas secara kabaret (cabaret show)secara lipsync. Persiapan pelaksanaannya sedang terus digagas,” tukas Syahrul.

Syahrul Hidayatullah, pelaksana Kebersihan di DKPP Kota Tangsel bersama super hero Pelitas. (Foto: Gapey Sandy)
Syahrul Hidayatullah, pelaksana Kebersihan di DKPP Kota Tangsel bersama super hero Pelitas. (Foto: Gapey Sandy)
Sosok tiga pahlawan yang membantu menjaga kebersihan dan penyelamatan lingkungan di Kota Tangsel. Anggrek, Bin Bin, dan Pelitas. (Sumber: DKPP Tangsel)
Sosok tiga pahlawan yang membantu menjaga kebersihan dan penyelamatan lingkungan di Kota Tangsel. Anggrek, Bin Bin, dan Pelitas. (Sumber: DKPP Tangsel)
Dalam cabaret show itu, Pelitas tidak tampil solo. Ia akan bersama-sama dua kawannya menumpas apa dan siapa saja yang berpotensi menjadi pengrusak lingkungan. Dua kawan Pelitas adalah super heroAnggrek, dan robot Bin Bin.

Pahlawan super Anggrek adalah wanita yang cerdas dan punya kepedulian tinggi terhadap kelestarian lingkungan. Kemampuan supernya adalah dapat terbang tinggi dan menyuburkan tanaman. Bahkan, dengan telepatinya, Anggrek bisa berkomunikasi dan menggerakkan tanaman di sekitarnya. Tujuan sang super hero perempuan bertopeng ini pun jelas, membantu menumpas para penjahat pengrusak lingkungan di Kota Tangsel.

Mengapa namanya Anggrek? Ya, karena sejauh ini Tangsel memang kepincut untuk menjadikan Anggrek ungu jenis Van Douglas sebagai lambang kota. Karena memang, Tangsel menjadi salah satu daerah penghasil Anggrek Van Douglas yang belum pernah surut hasil panennya.

Sedangkan robot Bin Bin, sebenarnya adalah karib Pelitas dalam wujud tempat sampah lucu dan pemalu. Bin Bin senantiasa mendampingi kemana saja Pelitas (dan Anggrek) berada. Kemampuan super Bin Bin yakni sanggup mengubah limbah sampah menjadi aneka barang berguna.

Asal-usul nama Bin Bin, tentunya berasal dari recycle bin, yang maknanya keranjang sampah.

Komik Pelitas edisi perdana. (Sumber: DKPP Kota Tangsel)
Komik Pelitas edisi perdana. (Sumber: DKPP Kota Tangsel)
Komik Pelitas edisi perdana. (Sumber: DKPP Kota Tangsel)
Komik Pelitas edisi perdana. (Sumber: DKPP Kota Tangsel)
Lantas siapa tokoh yang menjadi musuh bebuyutan Pelitas, Anggrek, dan Bin Bin?

Ada yang namanya Juragan Ratam. Dinamai Ratam karena memang sifatnya “RAkus” dan “TAMak”. Ia adalah pengusaha kaya raya yang karena ketamakan dan kerakusannya, ingin menghalalkan segala cara untuk meraup keuntungan besar. Tak peduli bahwa bisnisnya merusak kelestarian lingkungan dan membahayakan kesehatan juga keselamatan masyarakat, yang penting Juragam Ratam harus banyak mendapat laba bisnis.

Dalam mengoperasikan bisnis yang tak jarang merusak lingkungan, Juragan Ratam punya seorang anak buah. Namanya, Profesor Linglung. Sesuai namanya, sang jenius ini memang linglung dan juga gagap, karena sudah terpengaruh hasutan dan ancaman dari Juragan Ratam. Eksperimen ‘gila’ Profesor Linglung diantaranya adalah dengan menciptakan banyak monster menyeramkan yang berbahan dasar limbah juga sampah berbahaya. Monster ini sangat merusak kebersihan, keindahan juga kelestarian lingkungan karena sudah dicampurkan formula jahat ciptaan Profesor Linglung.

“Saking jeniusnya, Profesor Linglung ini menjadi bingung sendiri. Ironisnya, kebingungan ini kemudian dimanfaatkan justru oleh Juragan Ratam, untuk mendukung dan membela niat serta aksi-aksi jahat dalam setiap usaha maupun bisnisnya yang banyak merusak lingkungan,” tutur Syahrul sembari mengungkap rencana bakal mempergelarkan Pelitas Cabaret Show di pusat-pusat perbelanjaan dan keramaian yang ada di Tangsel.

Kisah super hero Pelitas, Penyelamat Lingkungan Tangerang Selatan. (Sumber: DKPP Tangsel)
Kisah super hero Pelitas, Penyelamat Lingkungan Tangerang Selatan. (Sumber: DKPP Tangsel)
Tak sabar rasanya menanti pergelaran Pelitas Cabaret Show yang sarat pesan untuk menjaga kebersihan lingkungan dari sampah maupun limbah berbahaya.

Oh ya, tokoh (maskot) Pelitas ini sudah dipatenkan. Meskipun tampilannya seperti layaknya super hero besutan luar negeri, tapi hal ini semata untuk menarik minat anak-anak usia dini yang memang menjadi target sasarannya. Pelitas pun tetap memiliki sentuhan asesori lokal, seperti misalnya, ikat pinggang yang sejatinya seperti yang biasa dikenakan para jawara bela diri Pencak Silat, dan selendang yang dililitkan pada lehernya pun berdesain atau corak Batik Tangsel.  

Tangsel Memerangi Sampah

Hadirnya tokoh-tokoh super hero seperti Pelitas, Anggrek, dan Bin Bin yang akan bertugas membantu menjaga kelestarian lingkungan dari sampah maupun limbah berbahaya, diyakini pasti bakal menarik minat anak-anak. Dari minat yang muncul dan persepsi yang kemudian terbentuk serta terpupuk, diharapkan anak-anak ini kelak akan menjadi generasi penerus yang peduli dan turut andil menyelamatkan lingkungan.

Sebuah langkah sederhana dan brilian yang patut dihadiahi apresiasi.

Sampah dibuang sembarangan di pinggir Jalan Ciputat Raya, seberang pasar swalayan Tip Top. (Foto: Gapey Sandy)
Sampah dibuang sembarangan di pinggir Jalan Ciputat Raya, seberang pasar swalayan Tip Top. (Foto: Gapey Sandy)
Sampah dibuang sembarangan di pinggir jalan di kawasan Pamulang, Tangsel. (Foto: Gapey Sandy)
Sampah dibuang sembarangan di pinggir jalan di kawasan Pamulang, Tangsel. (Foto: Gapey Sandy)
Menciptakan generasi penerus yang sadar dan peduli lingkungan menjadi teramat penting. Apalagi, kalau mengingat bahwa sampah yang dihasilkan Kota Tangsel mencapai 800 ton setiap hari. Atau, setara dengan 3600 meter kubik sampah per hari. Angka ini sama saja dengan 292.000 ton sampah dalam satu tahun, yang kalau hendak dibayangkan maka jumlah sampah tersebut adalah sebanyak 3.232 gerbong kereta api, atau sama juga dengan sebanyak 525 kolam renang.

“Salah satu penyebab kenapa sampah di Kota Tangsel yang berpenduduk mencapai sekitar 1,5 juta jiwa ini begitu banyak dan perlu segera dikendalikan adalah karena gaya hidup warga kota yang selama ini cenderung salah. Mereka kurang peduli menerapkan konsep 3R yaitu Reduce, Reuse, dan Recycle. Konsep reduce adalah mengurangi sampah yang diproduksi warga. Reuse atau menggunakan kembali barang yang ada. Dan, recycle yaitu mendaur ulang sampah menjadi beragam karya yang bermanfaat dan bernilai jual tinggi,” jelas Syahrul.

Saat ini, di Tangsel hanya ada satu Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah, yang berlokasi di Cipeucang. Hingga detik ini, kondisi TPA Cipeucang belum sanggup mereduksi sampah dalam jumlah besar.

Sampah di perairan yang bisa membawa bencana banjir dan pencemaran air. Lokasi: Pamulang, Tangerang Selatan. (Foto: Gapey Sandy)
Sampah di perairan yang bisa membawa bencana banjir dan pencemaran air. Lokasi: Pamulang, Tangerang Selatan. (Foto: Gapey Sandy)
Petugas kebersihan menyapu sampah-sampah yang dibuang sembarangan di pinggir Jalan Raya Pajajaran, Pamulang, Tangsel. (Foto: Gapey Sandy)
Petugas kebersihan menyapu sampah-sampah yang dibuang sembarangan di pinggir Jalan Raya Pajajaran, Pamulang, Tangsel. (Foto: Gapey Sandy)
Luas lahan TPA Cipeucang pada zona land fill ke-I mencapai 2,5 hektar, dan sampah yang ditampung sudah penuh dengan ketinggiannya mencapai 11 – 12 meter. Sedangkan lahan zona land fill ke-II yang seluas 1,7 hektar, sampahnya juga semakin penuh. “Perluasan TPA Cipeucang masih terkendala program pembebasan lahan,” ungkap Syahrul. 

Persoalan sampah di Kota Tangsel --- yang pada 26 November 2016 ini akan memperingati Hari Ulang Tahun ke-8 --- bukan hanya soal TPA Cipeucang yang sampahnya makin membukit, tetapi juga armada pengangkut sampah yang dimiliki DKPP Tangsel pun masih kurang jumlahnya bila dibandingkan dengan pesatnya jumlah penduduk Tangsel. Kekurangan juga terjadi pada SDM kebersihan, mulai dari supir dan kernet truk armroll (39 unit) maupun kendaraan pick up armada sampah, hingga para pesapon atau penyapu jalan yang tersebar di tujuh kecamatan yang ada. “Apalagi, semua petugas kebersihan ini tidak pernah libur bekerja. Karena, membersihkan sampah itu tidak boleh libur juga,” ujar Syahrul. 

Dengan sejumlah keprihatinan ini, lanjut Syahrul, pihaknya berharap dapat meningkatkan pengolahan sampah mandiri yaitu dalam bentuk peran serta masyarakat. Salah satunya, adalah dengan langsung menyasar ke sumber penghasil sampahnya, yaitu rumah tangga.

Sampah yang dibuang di pinggir Jalan Aria Putra, Ciputat, Tangsel. Meski sudah ada papan larangan membuang sampah di lokasi ini, sampah terus bertumpuk setiap hari. (Foto: Gapey Sandy)
Sampah yang dibuang di pinggir Jalan Aria Putra, Ciputat, Tangsel. Meski sudah ada papan larangan membuang sampah di lokasi ini, sampah terus bertumpuk setiap hari. (Foto: Gapey Sandy)
Sampah yang dibuang di pinggir Jalan Aria Putra, Ciputat, Tangsel. Setiap hari dibersihkan, tapi tak berapa lama kemudian bertumpuk lagi sampah-sampah tersebut. (Foto: Gapey Sandy)
Sampah yang dibuang di pinggir Jalan Aria Putra, Ciputat, Tangsel. Setiap hari dibersihkan, tapi tak berapa lama kemudian bertumpuk lagi sampah-sampah tersebut. (Foto: Gapey Sandy)
“Ada dua bentuk penanganan yang kami lakukan, untuk mengelola dan mengolah sampah skala rumah tangga. Pertama, untuk sampah anorganik, kami terus menggencarkan membuat sosialisasi pelatihan pembentukan Bank Sampah. Dan kedua, untuk penanganan sampah-sampah organik, kami tak pernah berhenti untuk melatih masyarakat untuk membuat pupuk kompos, juga pupuk cair. Dari pelatihan pembuatan pupuk kompos dari sampah organik ini, kami kemudian membina komunitas yang menyelenggarakan Urban Farming. Kini, sudah ada delapan titik sentral percontohan urban farming yang bersinergi dengan pengolahan sampah organik yang kemudian menghasilkan pupuk kompos dan pupuk cair,” urainya.

Satu contoh pengelolaan urban farming yang berhasil, tukas Syahrul, adalah seperti yang dilakukan anggota Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Tangsel di Kecamatan Setu. Mereka sudah berhasil mengelola urban farming. Bahkan saat ini, hasil panen Kangkung mereka sudah terserap oleh pasar lokal khususnya para penjaja makanan kaki lima, khususnya yang menyajikan menu Plecing atau Cah Kangkung.

Perlahan namun pasti, peran serta masyarakat Tangsel dalam menjaga kebersihan lingkungan dan peduli sampah makin laik diacungi jempol. Tak percaya? Begini.

Saat ini, tercatat sudah ada sekitar 130 Bank Sampah yang tersebar di tujuh kecamatan se-Tangsel. Bank Sampah merupakan tempat pengumpulan sampah yang memiliki nilai jual, yang sebelumnya sudah dipilah sesuai kategori masing-masing. Misalnya, plastik, karet, logam, kertas dan lainnya. Semua itu dalam bentuk bersih dan kering. Bahkan kini, sudah terbentu FORKAS alias Forum Komunikasi Bank Sampah se-Tangerang Selatan.

Sampah yang kemudian didaur ulang menjadi barang bermanfaat. (Foto: Gapey Sandy)
Sampah yang kemudian didaur ulang menjadi barang bermanfaat. (Foto: Gapey Sandy)
Sampah menjadi barang bernilai. Berbagai kreasi kreatif yang dibuat dari sampah plastik. (Foto: Gapey Sandy)
Sampah menjadi barang bernilai. Berbagai kreasi kreatif yang dibuat dari sampah plastik. (Foto: Gapey Sandy)
Ada juga sekitar 44 TPS3R se-Tangsel. TPS3R atau Tempat Pengelolaan Sampah Reduce Reuse Recycle adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, dan pengolahan yang berskala kawasan.

Di TPS3R, pemisahan sampah dilakukan untuk beberapa jenis sampah seperti: Sampah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) rumah tangga yang akan dikelola sesuai peraturan dan ketentuan; Sampah kertas, plastik dan logam yang akan didaur ulang; dan Sampah organik yang akan digunakan sebagai bahan baku pupuk kompos menggunakan mesin pencacah organik, dan mesin pencacah kompos serta mesin pengayak.    

“Yang jelas, peran serta dan antusiasme warga Kota Tangsel untuk pengelolaan sampah, cukup bagus,” tukas Syahrul sembari tersenyum.

Geliat Pemerintah Kota dan segenap warga Tangsel dalam mengelola dan mengolah sampah memang masih kontras dengan kenyataan, bahwa sampah-sampah masih terlihat banyak berserakan di pinggir-pinggir jalan. Hampir setiap hari, bahkan berhari-hari! Seperti misalnya, yang penulis saksikan sendiri di Jalan Ciputat Raya atau tepatnya di seputaran Pasar Ciputat dan seberang Pasar Swalayan Tip-Top, Jalan Aria Putra (Ciputat), Jalan Sukadamai Raya (Ciputat), sejumlah lokasi di Sawah Baru (Ciputat), Jalan Pajajaran (Pamulang), dan sejumlah kawasan lainnya.

Urban farming yang menghasilkan aneka tanaman sayuran hidroponik. Menjadi bahagian dari program pengelolaan dan pengolahan sampah di Tangsel. (Foto: Gapey Sandy)
Urban farming yang menghasilkan aneka tanaman sayuran hidroponik. Menjadi bahagian dari program pengelolaan dan pengolahan sampah di Tangsel. (Foto: Gapey Sandy)
Produk pupuk kompos produksi TPS3R yang ada di Tangsel. (Foto: Gapey Sandy)
Produk pupuk kompos produksi TPS3R yang ada di Tangsel. (Foto: Gapey Sandy)
Kesadaran warga untuk tidak membuang sampah sembarangan masih belum menjadi budaya luhur yang patut dijunjung tinggi. Padahal, bila saja Kota Tangsel ini bersih, maka akan semakin banyak orang yang akan merasakan manfaatnya. Mulai dari kesehatan masyarakat, kebersihan hingga kenyamanan tinggal para warga kotanya.

Belum lagi, dampak secara ekonomi dimana Tangsel yang bersih akan berpotensi menghadirkan para pelaku usaha yang semakin banyak membuka lapangan kerja. Akibatnya, perekonomian masyarakat juga akan semakin meningkat. Kesejahteraan yang naik ini akan membawa sosial kehidupan menjadi lebih baik. Tangsel yang bersih dan sejahtera akan mengubah wajah seisi kota menjadi lebih ramah tamah juga.

Mendukung Gerakan Budaya Bersih dan Senyum

Disinilah benang merah aktivitas pengolahan dan pengelolaan sampah di Kota Tangsel dengan Gerakan Budaya Bersih dan Senyum (GBBS) yang terus digencarkan Kantor Kementerian Koordinator Kemaritiman.

GBBS dicanangkan sejak 19 September 2015. Waktu itu, sinergi dua kementerian yakni Kemenko Bidang Maritim dan Sumber Daya beserta Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, berhasil menandatangani deklarasi GBBS tersebut.

Musyarafah Machmud, Wakil Ketua Satgas GBBS. (Foto: Gapey Sandy)
Musyarafah Machmud, Wakil Ketua Satgas GBBS. (Foto: Gapey Sandy)
Gerakan ini menjadi salah satu dari tiga Gerakan Nasional Revolusi Mental, yaitu Indonesia Tertib, Indonesia Melayani dan Indonesia Bersih. GBBS dikoordinasikan oleh Kemenko Bidang Kemaritiman, yang dikembangkan dalam rangka membangun sikap mental masyarakat Indonesia yang sehat karena memiliki kepedulian terhadap kebersihan dan kelestarian lingkungan, dan berkepribadian ramah bersahabat.  GBBS terdiri dari dua gerakan moralitas publik yaitu Budaya Bersih dan Budaya Senyum.

Adapun nilai-nilai dasar revolusi mental yang terkandung dalam GBBS adalah Integritas, Etos Kerja, dan Gotong Royong.  Dengan demikian diharapkan GBBS menjadi pembuka jalan bagi kekuatan pembangunan ekonomi nasional dan sekaligus kekuatan bangsa Indonesia sebagai poros maritim dunia.  Gerakan ini merupakan gerakan nasional dan akan dilaksanakan secara berkesinambungan mulai tahun 2016 hingga 2019.  Pencanangan GBS telah dilaksanakan pada tanggal 28 November 2015 di kawasan Marunda, Jakarta Utara.

Kedua gerakan moralitas publik diatas, ditumbuhkembangkan dengan cara menerapkan delapan prinsip Revolusi Mental, yaitu: (1) gerakan sosial, (2) tekad politik, (3) lintas sektoral, (4) partisipatif, (5) pemicu, (6) mudah dilaksanakan, populer, holistic, sistematik, (7) moralitas publik, dan (8) terukur.

Logo Gerakan Budaya Bersih dan Senyum. (Sumber: GBBS)
Logo Gerakan Budaya Bersih dan Senyum. (Sumber: GBBS)
“Tujuan akhir GBBS adalah meningkatnya posisi peringkat Indonesia dalam bidang pariwisata,” kata Musyarafah Machmud selaku Wakil Ketua Satuan Tugas GBBS yang juga Ketua Dharma Wanita Persatuan Kemenko Bidang Maritim. 

* * * * *

* Baca juga tulisan terkait GBBS lainnya:

Ada Sampah, Pasti Ada Eka Meidya

* Tonton video blogging (VLOG):

Super Hero PELITAS Siap Sukseskan GBBS.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun