Ini dia, super hero baru. Namanya, Pelitas. Lahir di tanah Banten, tepatnya Kota Tangerang Selatan (Tangsel).
Seperti super hero lainnya, Pelitas juga punya musuh bebuyutan. Ia juga punya kawan yang sama-sama jagoan tangguh. Tapi, selain punya seteru, musuh bebuyutan Pelitas sebenarnya adalah sampah. Hah? Sampah? Ya sampah, organik maupun anorganik. Maklum, Pelitas akronim dari Penyelamat Lingkungan Tangerang Selatan.
Pelitas lahir sebagai pahlawan super yang sangat peduli kelestarian lingkungan. Ia figure teladan pelindung lingkungan yang senantiasa siap membantu mengatasi aneka masalah pengrusakan lingkungan.
Pelitas tokoh heroik yang cerdas dan cerdik. Kemampuan supernya adalah piawai mendeteksi setiap jenis sampah dan limbah beracun yang berbahaya bagi ekosistem lingkungan. Pahlawan super bertopeng ini juga punya kekuatan super lainnya, seperti bergerak secepat kilat, dan sanggup mengangkat beban yang teramat berat seberapa pun beratnya.
Agar supaya para siswa semakin tertarik, kehadiran Pelitas di sekolah-sekolah adalah dengan mengajak interaksi lewat permainan yang mendidik dan menghibur. “Misalnya, permainan ular tangga raksasa. Pelitas memandu permainannya sembari melempar dadu bergiliran. Nantinya, para siswa akan melompat menuju kotak sesuai angka dadu. Di setiap kotak akan selalu ada pertanyaan-pertanyaan mudah dan menarik. Contohnya, pertanyaan tentang berbagai jenis sampah dan resiko bahayanya bagi kelestarian lingkungan,” ujar Syahrul kepada penulis ketika dijumpai di stand DKPP Tangsel dalam hajat akbar Tangsel Global Innovation Forum (TGIF) 2016 di kawasan Puspiptek, Serpong.
Sosialisasi kehadiran Pelitas terus diupayakan melalui model maskot, film animasi, dan penerbitan komik atau cerita bergambar. “Komik edisi perdana sudah terbit, dengan judul Ancaman Monster Limki. Limki itu sendiri adalah kependekan dari Limbah Kimia. Dan, insya Allah, pada tahun depan, kami akan menampilkan Pelitas secara kabaret (cabaret show)secara lipsync. Persiapan pelaksanaannya sedang terus digagas,” tukas Syahrul.
Pahlawan super Anggrek adalah wanita yang cerdas dan punya kepedulian tinggi terhadap kelestarian lingkungan. Kemampuan supernya adalah dapat terbang tinggi dan menyuburkan tanaman. Bahkan, dengan telepatinya, Anggrek bisa berkomunikasi dan menggerakkan tanaman di sekitarnya. Tujuan sang super hero perempuan bertopeng ini pun jelas, membantu menumpas para penjahat pengrusak lingkungan di Kota Tangsel.
Mengapa namanya Anggrek? Ya, karena sejauh ini Tangsel memang kepincut untuk menjadikan Anggrek ungu jenis Van Douglas sebagai lambang kota. Karena memang, Tangsel menjadi salah satu daerah penghasil Anggrek Van Douglas yang belum pernah surut hasil panennya.
Sedangkan robot Bin Bin, sebenarnya adalah karib Pelitas dalam wujud tempat sampah lucu dan pemalu. Bin Bin senantiasa mendampingi kemana saja Pelitas (dan Anggrek) berada. Kemampuan super Bin Bin yakni sanggup mengubah limbah sampah menjadi aneka barang berguna.
Asal-usul nama Bin Bin, tentunya berasal dari recycle bin, yang maknanya keranjang sampah.
Ada yang namanya Juragan Ratam. Dinamai Ratam karena memang sifatnya “RAkus” dan “TAMak”. Ia adalah pengusaha kaya raya yang karena ketamakan dan kerakusannya, ingin menghalalkan segala cara untuk meraup keuntungan besar. Tak peduli bahwa bisnisnya merusak kelestarian lingkungan dan membahayakan kesehatan juga keselamatan masyarakat, yang penting Juragam Ratam harus banyak mendapat laba bisnis.
Dalam mengoperasikan bisnis yang tak jarang merusak lingkungan, Juragan Ratam punya seorang anak buah. Namanya, Profesor Linglung. Sesuai namanya, sang jenius ini memang linglung dan juga gagap, karena sudah terpengaruh hasutan dan ancaman dari Juragan Ratam. Eksperimen ‘gila’ Profesor Linglung diantaranya adalah dengan menciptakan banyak monster menyeramkan yang berbahan dasar limbah juga sampah berbahaya. Monster ini sangat merusak kebersihan, keindahan juga kelestarian lingkungan karena sudah dicampurkan formula jahat ciptaan Profesor Linglung.
“Saking jeniusnya, Profesor Linglung ini menjadi bingung sendiri. Ironisnya, kebingungan ini kemudian dimanfaatkan justru oleh Juragan Ratam, untuk mendukung dan membela niat serta aksi-aksi jahat dalam setiap usaha maupun bisnisnya yang banyak merusak lingkungan,” tutur Syahrul sembari mengungkap rencana bakal mempergelarkan Pelitas Cabaret Show di pusat-pusat perbelanjaan dan keramaian yang ada di Tangsel.
Oh ya, tokoh (maskot) Pelitas ini sudah dipatenkan. Meskipun tampilannya seperti layaknya super hero besutan luar negeri, tapi hal ini semata untuk menarik minat anak-anak usia dini yang memang menjadi target sasarannya. Pelitas pun tetap memiliki sentuhan asesori lokal, seperti misalnya, ikat pinggang yang sejatinya seperti yang biasa dikenakan para jawara bela diri Pencak Silat, dan selendang yang dililitkan pada lehernya pun berdesain atau corak Batik Tangsel.
Tangsel Memerangi Sampah
Hadirnya tokoh-tokoh super hero seperti Pelitas, Anggrek, dan Bin Bin yang akan bertugas membantu menjaga kelestarian lingkungan dari sampah maupun limbah berbahaya, diyakini pasti bakal menarik minat anak-anak. Dari minat yang muncul dan persepsi yang kemudian terbentuk serta terpupuk, diharapkan anak-anak ini kelak akan menjadi generasi penerus yang peduli dan turut andil menyelamatkan lingkungan.
Sebuah langkah sederhana dan brilian yang patut dihadiahi apresiasi.
“Salah satu penyebab kenapa sampah di Kota Tangsel yang berpenduduk mencapai sekitar 1,5 juta jiwa ini begitu banyak dan perlu segera dikendalikan adalah karena gaya hidup warga kota yang selama ini cenderung salah. Mereka kurang peduli menerapkan konsep 3R yaitu Reduce, Reuse, dan Recycle. Konsep reduce adalah mengurangi sampah yang diproduksi warga. Reuse atau menggunakan kembali barang yang ada. Dan, recycle yaitu mendaur ulang sampah menjadi beragam karya yang bermanfaat dan bernilai jual tinggi,” jelas Syahrul.
Saat ini, di Tangsel hanya ada satu Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah, yang berlokasi di Cipeucang. Hingga detik ini, kondisi TPA Cipeucang belum sanggup mereduksi sampah dalam jumlah besar.
Persoalan sampah di Kota Tangsel --- yang pada 26 November 2016 ini akan memperingati Hari Ulang Tahun ke-8 --- bukan hanya soal TPA Cipeucang yang sampahnya makin membukit, tetapi juga armada pengangkut sampah yang dimiliki DKPP Tangsel pun masih kurang jumlahnya bila dibandingkan dengan pesatnya jumlah penduduk Tangsel. Kekurangan juga terjadi pada SDM kebersihan, mulai dari supir dan kernet truk armroll (39 unit) maupun kendaraan pick up armada sampah, hingga para pesapon atau penyapu jalan yang tersebar di tujuh kecamatan yang ada. “Apalagi, semua petugas kebersihan ini tidak pernah libur bekerja. Karena, membersihkan sampah itu tidak boleh libur juga,” ujar Syahrul.
Dengan sejumlah keprihatinan ini, lanjut Syahrul, pihaknya berharap dapat meningkatkan pengolahan sampah mandiri yaitu dalam bentuk peran serta masyarakat. Salah satunya, adalah dengan langsung menyasar ke sumber penghasil sampahnya, yaitu rumah tangga.
Satu contoh pengelolaan urban farming yang berhasil, tukas Syahrul, adalah seperti yang dilakukan anggota Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Tangsel di Kecamatan Setu. Mereka sudah berhasil mengelola urban farming. Bahkan saat ini, hasil panen Kangkung mereka sudah terserap oleh pasar lokal khususnya para penjaja makanan kaki lima, khususnya yang menyajikan menu Plecing atau Cah Kangkung.
Perlahan namun pasti, peran serta masyarakat Tangsel dalam menjaga kebersihan lingkungan dan peduli sampah makin laik diacungi jempol. Tak percaya? Begini.
Saat ini, tercatat sudah ada sekitar 130 Bank Sampah yang tersebar di tujuh kecamatan se-Tangsel. Bank Sampah merupakan tempat pengumpulan sampah yang memiliki nilai jual, yang sebelumnya sudah dipilah sesuai kategori masing-masing. Misalnya, plastik, karet, logam, kertas dan lainnya. Semua itu dalam bentuk bersih dan kering. Bahkan kini, sudah terbentu FORKAS alias Forum Komunikasi Bank Sampah se-Tangerang Selatan.
Di TPS3R, pemisahan sampah dilakukan untuk beberapa jenis sampah seperti: Sampah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) rumah tangga yang akan dikelola sesuai peraturan dan ketentuan; Sampah kertas, plastik dan logam yang akan didaur ulang; dan Sampah organik yang akan digunakan sebagai bahan baku pupuk kompos menggunakan mesin pencacah organik, dan mesin pencacah kompos serta mesin pengayak.
“Yang jelas, peran serta dan antusiasme warga Kota Tangsel untuk pengelolaan sampah, cukup bagus,” tukas Syahrul sembari tersenyum.
Geliat Pemerintah Kota dan segenap warga Tangsel dalam mengelola dan mengolah sampah memang masih kontras dengan kenyataan, bahwa sampah-sampah masih terlihat banyak berserakan di pinggir-pinggir jalan. Hampir setiap hari, bahkan berhari-hari! Seperti misalnya, yang penulis saksikan sendiri di Jalan Ciputat Raya atau tepatnya di seputaran Pasar Ciputat dan seberang Pasar Swalayan Tip-Top, Jalan Aria Putra (Ciputat), Jalan Sukadamai Raya (Ciputat), sejumlah lokasi di Sawah Baru (Ciputat), Jalan Pajajaran (Pamulang), dan sejumlah kawasan lainnya.
Belum lagi, dampak secara ekonomi dimana Tangsel yang bersih akan berpotensi menghadirkan para pelaku usaha yang semakin banyak membuka lapangan kerja. Akibatnya, perekonomian masyarakat juga akan semakin meningkat. Kesejahteraan yang naik ini akan membawa sosial kehidupan menjadi lebih baik. Tangsel yang bersih dan sejahtera akan mengubah wajah seisi kota menjadi lebih ramah tamah juga.
Mendukung Gerakan Budaya Bersih dan Senyum
Disinilah benang merah aktivitas pengolahan dan pengelolaan sampah di Kota Tangsel dengan Gerakan Budaya Bersih dan Senyum (GBBS) yang terus digencarkan Kantor Kementerian Koordinator Kemaritiman.
GBBS dicanangkan sejak 19 September 2015. Waktu itu, sinergi dua kementerian yakni Kemenko Bidang Maritim dan Sumber Daya beserta Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, berhasil menandatangani deklarasi GBBS tersebut.
Adapun nilai-nilai dasar revolusi mental yang terkandung dalam GBBS adalah Integritas, Etos Kerja, dan Gotong Royong. Dengan demikian diharapkan GBBS menjadi pembuka jalan bagi kekuatan pembangunan ekonomi nasional dan sekaligus kekuatan bangsa Indonesia sebagai poros maritim dunia. Gerakan ini merupakan gerakan nasional dan akan dilaksanakan secara berkesinambungan mulai tahun 2016 hingga 2019. Pencanangan GBS telah dilaksanakan pada tanggal 28 November 2015 di kawasan Marunda, Jakarta Utara.
Kedua gerakan moralitas publik diatas, ditumbuhkembangkan dengan cara menerapkan delapan prinsip Revolusi Mental, yaitu: (1) gerakan sosial, (2) tekad politik, (3) lintas sektoral, (4) partisipatif, (5) pemicu, (6) mudah dilaksanakan, populer, holistic, sistematik, (7) moralitas publik, dan (8) terukur.
* * * * *
* Baca juga tulisan terkait GBBS lainnya:
Ada Sampah, Pasti Ada Eka Meidya
* Tonton video blogging (VLOG):
Super Hero PELITAS Siap Sukseskan GBBS.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H