“Salah satu penyebab kenapa sampah di Kota Tangsel yang berpenduduk mencapai sekitar 1,5 juta jiwa ini begitu banyak dan perlu segera dikendalikan adalah karena gaya hidup warga kota yang selama ini cenderung salah. Mereka kurang peduli menerapkan konsep 3R yaitu Reduce, Reuse, dan Recycle. Konsep reduce adalah mengurangi sampah yang diproduksi warga. Reuse atau menggunakan kembali barang yang ada. Dan, recycle yaitu mendaur ulang sampah menjadi beragam karya yang bermanfaat dan bernilai jual tinggi,” jelas Syahrul.
Saat ini, di Tangsel hanya ada satu Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah, yang berlokasi di Cipeucang. Hingga detik ini, kondisi TPA Cipeucang belum sanggup mereduksi sampah dalam jumlah besar.
Persoalan sampah di Kota Tangsel --- yang pada 26 November 2016 ini akan memperingati Hari Ulang Tahun ke-8 --- bukan hanya soal TPA Cipeucang yang sampahnya makin membukit, tetapi juga armada pengangkut sampah yang dimiliki DKPP Tangsel pun masih kurang jumlahnya bila dibandingkan dengan pesatnya jumlah penduduk Tangsel. Kekurangan juga terjadi pada SDM kebersihan, mulai dari supir dan kernet truk armroll (39 unit) maupun kendaraan pick up armada sampah, hingga para pesapon atau penyapu jalan yang tersebar di tujuh kecamatan yang ada. “Apalagi, semua petugas kebersihan ini tidak pernah libur bekerja. Karena, membersihkan sampah itu tidak boleh libur juga,” ujar Syahrul.
Dengan sejumlah keprihatinan ini, lanjut Syahrul, pihaknya berharap dapat meningkatkan pengolahan sampah mandiri yaitu dalam bentuk peran serta masyarakat. Salah satunya, adalah dengan langsung menyasar ke sumber penghasil sampahnya, yaitu rumah tangga.
Satu contoh pengelolaan urban farming yang berhasil, tukas Syahrul, adalah seperti yang dilakukan anggota Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Tangsel di Kecamatan Setu. Mereka sudah berhasil mengelola urban farming. Bahkan saat ini, hasil panen Kangkung mereka sudah terserap oleh pasar lokal khususnya para penjaja makanan kaki lima, khususnya yang menyajikan menu Plecing atau Cah Kangkung.
Perlahan namun pasti, peran serta masyarakat Tangsel dalam menjaga kebersihan lingkungan dan peduli sampah makin laik diacungi jempol. Tak percaya? Begini.
Saat ini, tercatat sudah ada sekitar 130 Bank Sampah yang tersebar di tujuh kecamatan se-Tangsel. Bank Sampah merupakan tempat pengumpulan sampah yang memiliki nilai jual, yang sebelumnya sudah dipilah sesuai kategori masing-masing. Misalnya, plastik, karet, logam, kertas dan lainnya. Semua itu dalam bentuk bersih dan kering. Bahkan kini, sudah terbentu FORKAS alias Forum Komunikasi Bank Sampah se-Tangerang Selatan.
Di TPS3R, pemisahan sampah dilakukan untuk beberapa jenis sampah seperti: Sampah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) rumah tangga yang akan dikelola sesuai peraturan dan ketentuan; Sampah kertas, plastik dan logam yang akan didaur ulang; dan Sampah organik yang akan digunakan sebagai bahan baku pupuk kompos menggunakan mesin pencacah organik, dan mesin pencacah kompos serta mesin pengayak.