Arti dari meuleum harupat tidak lain adalah apabila ada salah satu pihak, baik pengantin pria maupun wanita, yang tersulut emosinya selama berumah-tangga, hendaklah kedua pihak juga senantiasa cepat untuk memadamkan amarah atau emosi tersebut. Jangan dibiarkan terlalu lama membara emosinya.
Lidi yang sempat terbakar dan membara ini kemudian oleh kedua pengantin dicelupkan ke kendi kecil berisi air. Sebagai perlambang bahwa keduanya akan senantiasa mengedepankan kepala dan hati yang dingin dalam menjalani masa berumah-tangga, entah itu dalam setiap menghadapi kebahagiaan maupun kesulitan.
Nah, lidi yang sudah tidak membara lagi kemudian secara bersamaam dipatahkan. Pengantin pria dan wanita saling mematahkan, untuk kemudian dibuang ke arah belakang. Menurut pembawa acara, lidi yang dipatahkan bersama dan kemudian dibuang ini, menyimbolkan bahwa kedua mempelai harus senantiasa mengutamakan jalan musyawarah demi mencari solusi atas segala persoalan rumah tangga, mematahkan setiap kendala secara bersama, dan membuang problema bersama-sama juga.
Pengunjung sempat tertawa, manakala mempelai wanita “digoda” oleh pembawa acara. “Neng, Neng … coba itu dilihat, diraba dan dirasakan, apakah jempol si Akang besar atau kecil? Kalau besar, waduh … itu baru jempolnya loch Neng, belum yang lainnya,” tutur pembawa acara. Kontan, pengantin wanita tersipu malu, begitu pun pengantin pria. Pengunjung pun tertawan menyimak guyonan ini.
Eh iya, menginjak dan memecahkan telur ini simbolnya begitu dalam. Betapa tidak? Ini mengartikan bahwa pengantin wanita berharap dapat memberikan benih yang baik, sehingga kedua mempelai yang sudah menjadi suami istri ini akan memperoleh keturunan yang baik, soleh dan solehah. Wheeewwwww … dalemmm bener kaannn maknanya.
Telur juga melambangkan kesucian sang pengantin pria, juga wanita. Mengapa harus kaki sebelah kanan? Ya, karena semua sepakat bahwa sisi kanan hendaknya dapat mengarahkan kedua pengantin pada kebaikan.
Setelah itu, keduanya meupeuskeun kendi atau menghempaskan atau menghancurkan kendi kecil dari tanah liat tadi, sebagai pertanda bahwa kedua mempelai akan senantiasa menghancurkan segala kerikil dan penghalang laju biduk mahligai rumah tangga bersama-sama. Meskipun, siapapun juga pasti akan merasakan bahwa perjalanan hidup berumah-tangga tidak akan selalu sepi dari cobaan dan ujian. Insya Allah, pasangan pengantin ini akan mampu menghancurkan segala halang rintang hidup bersama tersebut.
Selesai prosesi ini, maka pasangan pengantin kemudian melakukan rehat. Sambil berganti busana, yang semula dominan berwarna putih, kini bersalin menjadi merah hati. Tetap dengan motif kebaya Sunda yang elegan dan anggun.