Salah satu radio komunitas tersebut, sebut Achmad Zaini, adalah Radio Komunitas Lintas Merapi yang dibentuk oleh para praktisi radio asal Malang, Kediri dan Boyolali. Inilah radio komunitas yang paling nomor satu, karena menjadi panutan bagi warga masyarakat sekitar untuk selalu siaga terhadap bencana. Luar biasanya, BNPB juga menetapkan radio komunitas ini untuk penayangan sandiwara radionya.
“Selain itu, radio-radio lain yang dipilih BNPB untuk pemutaran sandiwara radionya, saya melihat merupakan radio-radio yang sudah melakukan konvergensi media seperti dengan social media, website, streaming siaran radio melalui koneksi internet dan sebagainya. Disinilah masyarakat dapat melakukan pilihan sendiri dalam upaya mendengarkan siaran radio favoritnya, tidak saja dengan radio konvensional yang manual, tapi juga melalui radio digital, live streaming internet, bahkan melalui smartphone dan sebagainya. Problemnya adalah apakah masyarakat sudah memiliki akses koneksi internet yang mudah dan murah?” tanyanya.
“Tidak! Karena radio, masih menjadi primadona di daerah. Di Jakarta, orang mungkin hanya mendengarkan radio kalau sedang berkendara saja, tapi kalau di daerah, mereka sehabis bertani di sawah, pada malam hari, selalu saja radio menjadi sarana memperoleh informasi dan hiburannya. Makanya, sandiwara radio produksi BNPB yang kolosal seperti ini, saya pikir sangat bisa dinikmati oleh masyarakat pedesaan yang berada di lokasi daerah rawan bencana,” jawab Achmad Zaini.
Meski begitu, Achmad Zaini menitipkan saran untuk menjadi perhatian BNPB. Terutama menyangkut tematik sandiwara radio disesuaikan dengan daerah tempat stasiun radio tersebut mengudarakannya.
“Saya menyarankan kepada BNPB, untuk melakukan variasi tema dari sandiwara radionya. Kalau kita melihat 20 stasiun radio yang memutarkannya --- di Jawa Timur (GE FM, Senaputra FM, Gema Surya FM, dan Soka FM), Jawa Tengah (SPS FM, Studio 99 FM, CJDW FM, Radio H FM, dan Merapi Indah FM), Yogyakarta (EMC FM, dan Persatuan FM), Jawa Barat dan Banten (Gamma FM, Fortuna FM, Aditya FM, Thomson FM, Elpass FM, HOT FM, dan GeNJ FM), serta dua radio komunitas di Klaten (Radio Komunitas Lintas Merapi FM), dan Kediri (Radio Komunitas Kelud FM) ---, maka bisa saja di kemudian hari, tema yang diangkat disesuaikan dengan tatar lokal bahasa, adat budaya masyarakat pendengarnya, seperti misalnya untuk Jawa Barat bisa diketengahkan sandiwara radio dengan tatar Pasundan, untuk pendengar di Jawa Timur bisa mengangkat seni ke-Jawa Timur-an dan seterusnya. Sehingga bisa lebih mengena atau mudah dipahami oleh masyarakat lokal pendengarnya. Atau, kalau pun mungkin, mengambil tema yang lebih kekinian tentang anak muda, tentang remaja, dan memadukan unsur musik hip hop agar anak-anak muda pun dapat turut menggemarinya. Meskipun, unsur pendidikan kesiap-siagaan bencana tetap dimasukkan dalam skenario sandiwara radionya,” pesan trainer untuk pelatihan insan radio ini.
Suara Efek Kuda Berlari dengan Tepukan Batok Kelapa
Yang menarik adalah pernyataan Haryoko, sang sutradara ‘Asmara di Tengah Bencana’. Menurutnya, pada masa kini, memproduksi sandiwara radio jauh lebih mudah secara teknis bila dibandingkan era ’80 dan ’90-an.
“Karena, kelengkapan asesoris mudah diperoleh. Pada masa lalu, asesoris sangat sulit didapat, dan karena itu harus mengandalkan kekuatan ceritanya itu sendiri. Apalagi, pada masa lalu, musik untuk efek itu sangat terbatas, dan karena waktu itu belum ada aturan ketat semisal hak cipta, royalti atau Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), maka kita mensiasati dengan mencuplik musik-musik untuk sandiwara radio itu dari kaset rekaman, piringan hitam dan sebagainya. Bahkan, saking sulitnya mencari sound effect, saya pernah memproduksi sendiri suara derap kaki kuda yang sedang berlari kencang dengan merekam tepukan antar batok kelapa. Sampai sebegitu detil kami memproduksinya. Tapi untuk masa sekarang ini, sound effect sangat lengkap dan mudah diperoleh. Kemudahan ini membuat imajinasi pendengar menjadi lebih mudah dimainkan,” ungkapnya.
“Sedangkan untuk saat ini, sandiwara radio dan media radionya itu sendiri memiliki kompetitor yang sangat banyak. Meskipun begitu, setiap tahun selalu saja ada tawaran dari berbagai pihak untuk memproduksi sandiwara atau drama radio. Selain itu, dalam beberapa kali kesempatan saya sering juga menjadi juri untuk lomba sandiwara radio yang diselenggarakan RRI. Ini membuktikan bahwa sandiwara radio masih eksis, dan harapannya akan kembali meraih kejayaan seperti masa-masa sebelumnya dengan format media yang berbeda, entah itu radio digital, live streaming radio dengan menggunakan koneksi internet, aplikasi radio online pada smartphone dan sebagainya,” harap pria yang cukup pengalaman di industri radio broadcasting ini.