Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Sandiwara Radio Siaga Bencana, Dari Telinga Menjadi Sikap dan Budaya (#1)

24 Agustus 2016   14:05 Diperbarui: 7 Juli 2019   12:25 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster Sandiwara Radio 'Asmara di Tengah Bencana'. (Sumber: BNPB)

Salah satu radio komunitas tersebut, sebut Achmad Zaini, adalah Radio Komunitas Lintas Merapi yang dibentuk oleh para praktisi radio asal Malang, Kediri dan Boyolali. Inilah radio komunitas yang paling nomor satu, karena menjadi panutan bagi warga masyarakat sekitar untuk selalu siaga terhadap bencana. Luar biasanya, BNPB juga menetapkan radio komunitas ini untuk penayangan sandiwara radionya.

“Selain itu, radio-radio lain yang dipilih BNPB untuk pemutaran sandiwara radionya, saya melihat merupakan radio-radio yang sudah melakukan konvergensi media seperti dengan social media, website, streaming siaran radio melalui koneksi internet dan sebagainya. Disinilah masyarakat dapat melakukan pilihan sendiri dalam upaya mendengarkan siaran radio favoritnya, tidak saja dengan radio konvensional yang manual, tapi juga melalui radio digital, live streaming internet, bahkan melalui smartphone dan sebagainya. Problemnya adalah apakah masyarakat sudah memiliki akses koneksi internet yang mudah dan murah?” tanyanya.

Sebagian para pengisi suara sandiwara radio 'Asmara di Tengah Bencana'. (Foto: Gapey Sandy)
Sebagian para pengisi suara sandiwara radio 'Asmara di Tengah Bencana'. (Foto: Gapey Sandy)
Suasana ketika pengisian suara sandiwara radio 'Asmara di Tengah Bencana'. (Foto: BNPB/Trailer Sandiwara Radio)
Suasana ketika pengisian suara sandiwara radio 'Asmara di Tengah Bencana'. (Foto: BNPB/Trailer Sandiwara Radio)
Apakah pilihan BNPB menggunakan sandiwara radio sebagai media sosialisasi justru merupakan sesuatu yang kuno dan ketinggalan zaman?

“Tidak! Karena radio, masih menjadi primadona di daerah. Di Jakarta, orang mungkin hanya mendengarkan radio kalau sedang berkendara saja, tapi kalau di daerah, mereka sehabis bertani di sawah, pada malam hari, selalu saja radio menjadi sarana memperoleh informasi dan hiburannya. Makanya, sandiwara radio produksi BNPB yang kolosal seperti ini, saya pikir sangat bisa dinikmati oleh masyarakat pedesaan yang berada di lokasi daerah rawan bencana,” jawab Achmad Zaini.

Meski begitu, Achmad Zaini menitipkan saran untuk menjadi perhatian BNPB. Terutama menyangkut tematik sandiwara radio disesuaikan dengan daerah tempat stasiun radio tersebut mengudarakannya.

“Saya menyarankan kepada BNPB, untuk melakukan variasi tema dari sandiwara radionya. Kalau kita melihat 20 stasiun radio yang memutarkannya --- di Jawa Timur (GE FM, Senaputra FM, Gema Surya FM, dan Soka FM), Jawa Tengah (SPS FM, Studio 99 FM, CJDW FM, Radio H FM, dan Merapi Indah FM), Yogyakarta (EMC FM, dan Persatuan FM), Jawa Barat dan Banten (Gamma FM, Fortuna FM, Aditya FM, Thomson FM, Elpass FM, HOT FM, dan GeNJ FM), serta dua radio komunitas di Klaten (Radio Komunitas Lintas Merapi FM), dan Kediri (Radio Komunitas Kelud FM) ---, maka bisa saja di kemudian hari, tema yang diangkat disesuaikan dengan tatar lokal bahasa, adat budaya masyarakat pendengarnya, seperti misalnya untuk Jawa Barat bisa diketengahkan sandiwara radio dengan tatar Pasundan, untuk pendengar di Jawa Timur bisa mengangkat seni ke-Jawa Timur-an dan seterusnya. Sehingga bisa lebih mengena atau mudah dipahami oleh masyarakat lokal pendengarnya. Atau, kalau pun mungkin, mengambil tema yang lebih kekinian tentang anak muda, tentang remaja, dan memadukan unsur musik hip hop agar anak-anak muda pun dapat turut menggemarinya. Meskipun, unsur pendidikan kesiap-siagaan bencana tetap dimasukkan dalam skenario sandiwara radionya,” pesan trainer untuk pelatihan insan radio ini.

Suara Efek Kuda Berlari dengan Tepukan Batok Kelapa

Yang menarik adalah pernyataan Haryoko, sang sutradara ‘Asmara di Tengah Bencana’. Menurutnya, pada masa kini, memproduksi sandiwara radio jauh lebih mudah secara teknis bila dibandingkan era ’80 dan ’90-an.

“Karena, kelengkapan asesoris mudah diperoleh. Pada masa lalu, asesoris sangat sulit didapat, dan karena itu harus mengandalkan kekuatan ceritanya itu sendiri. Apalagi, pada masa lalu, musik untuk efek itu sangat terbatas, dan karena waktu itu belum ada aturan ketat semisal hak cipta, royalti atau Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), maka kita mensiasati dengan mencuplik musik-musik untuk sandiwara radio itu dari kaset rekaman, piringan hitam dan sebagainya. Bahkan, saking sulitnya mencari sound effect, saya pernah memproduksi sendiri suara derap kaki kuda yang sedang berlari kencang dengan merekam tepukan antar batok kelapa. Sampai sebegitu detil kami memproduksinya. Tapi untuk masa sekarang ini, sound effect sangat lengkap dan mudah diperoleh. Kemudahan ini membuat imajinasi pendengar menjadi lebih mudah dimainkan,” ungkapnya.

Haryoko, sutradara sandiwara radio 'Asmara di Tengah Bencana'. (Foto: BNPB/Trailer Sandiwara Radio)
Haryoko, sutradara sandiwara radio 'Asmara di Tengah Bencana'. (Foto: BNPB/Trailer Sandiwara Radio)
Perbedaan lain antara sandiwara radio pada masa lalu dan saat ini, lanjut Haryoko, adalah karena pada era sebelumnya itu sandiwara radio tidak memiliki pesaing secara reguler, karena belum ada siaran-siaran televisi swasta kecuali TVRI.

“Sedangkan untuk saat ini, sandiwara radio dan media radionya itu sendiri memiliki kompetitor yang sangat banyak. Meskipun begitu, setiap tahun selalu saja ada tawaran dari berbagai pihak untuk memproduksi sandiwara atau drama radio. Selain itu, dalam beberapa kali kesempatan saya sering juga menjadi juri untuk lomba sandiwara radio yang diselenggarakan RRI. Ini membuktikan bahwa sandiwara radio masih eksis, dan harapannya akan kembali meraih kejayaan seperti masa-masa sebelumnya dengan format media yang berbeda, entah itu radio digital, live streaming radio dengan menggunakan koneksi internet, aplikasi radio online pada smartphone dan sebagainya,” harap pria yang cukup pengalaman di industri radio broadcasting ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun