Sempat saya berpikir, apa begini doang offroadnya?
Ternyata, lagi-lagi pikiran saya salah. Tiga Land Rover yang membawa rombongan kami akhirnya keluar dari kawasan pemukiman penduduk, untuk kemudian mulai menyusuri jalan raya yang cukup ramai. Inilah rupanya Jalan Sersan Bajuri, yang di sisi kanan jalan cukup menjanjikan pemandangan alam yang menghijau. Perjalanan terus berlanjut, pada kilometer 3,8 kami melintasi lokasi wisata Kampung Gajah (Mini Zoo) Wonderland, dan di kilometer 4,7 melewati Restoran Kampung Daun. Dua lokasi yang saya sebutkan ini setidaknya bisa menjadi tetengger atau pertanda rute awal lintasan offroad kami.
Saya sendiri sempat melihat Kantor Kecamatan Parongpong di sisi kanan. Nah, di sekitar sinilah, pada sisi kiri dan kanan jalan banyak sekali terdapat para petani tanaman hortikultura dan bunga hias. Ada juga sih yang menanam sayur-mayur. Bunga anyelir, mawar, bibit pohon cemara, pinus dan masih banyak lagi. Warna-warni bunga kontan saja membuat pemandangan di kawasan Cihideung, Parongpong ini amat memikat hati. Dan memang, inilah Parongpong, kota wisata bunga yang eksotis di Bandung Barat, dengan hawa yang cukup sejuk karena memang berada di kaki Gunung Tangkuban Parahu.
Perjalanan terus berlanjut. Kali ini melewati sepanjang Jalan Kolonel Masturi. Siapa Masturi? Beliau adalah mantan Bupati Bandung yang dilantik pada 27 Februari 1967, dan pernah menerima anugerah “Pahlawan Pembangunan Daerah Kabupaten Bandung".
Pada lintasan jalan yang mulai menanjak, iring-iringan kendaraan kami berbelok ke kanan. Keluar dari jalan beraspal, dan sempat saya baca papan penunjuk arah di dekat situ, tertulis: PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero) Kebun Bukit Unggul Bagian Sukawana.
Rupanya, kami mulai memasuki jalan yang mengarah menuju ke Perkebunan Teh Sukawana. Inilah perkebunan yang menjadi salah satu andalan daya tarik wisata Parongpong. Jalan masuknya tidak terlalu lebar, dan kami disambut di sisi kiri jalan dengan kebun sayur-mayur, khususnya labusiam yang kelihatannya sudah siap panen. Jalanannya sendiri sebenarnya beraspal, tapi kemudian hancur dan membuat perjalanan sesungguhnya offroad dimulai. Jreng!
Track offroad pun mulai membuat kondisi kabin di setiap kendaraan ajrut-ajrutan. Track yang bergelombang, dipenuhi lubang-lubang jalan yang menganga serta bertanah merah, sesekali ditingkahi dengan bebatuan yang tidak kecil. Empat ban Land Rover yang kembang-kembangnya masih bagus mulai menapaki medan lawan. Tapi nyentriknya, tetap saja saya bisa memperhatikan Kang Dedi, sang supir Land Rover begitu tenang mengendari. Sangat ringan melihatnya memutar dan “membanting” setir yang kadang begitu cepat gerakannya. Sementara kami, para penumpang, mulai banyak berteriak lantaran goyangan dan guncangan body kendaraan yang aduhai! Seakan-akan tubuh ini dihempas-hempas dan dikocok tanpa ampun, hahahaaaa …
Usai melintasi perkebunan teh, jalan tanah merah bergelombang dan “rusak” terus menanjak. Bahkan semakin menanjak kala menuju ke lebatnya hutan pinus. Iring-iringan Land Rover membuat lintasan melengkung seperti huruf “U” tapi menanjak. Sambil membelah hutan pinus, rupanya, di punggung bukit kami sudah sampai pada persinggahan pertama. Inilah persinggapan Landy Coffee. Nama “Landy” saya pikir bukan nama orang, atau pemiliknya. Saya beropini, nama “Landy” merupakan pelesetan dari “Land Rover”. Heheheeee … semoga asumsi saya benar adanya.