Orang besar, kata Siebold, tahu ada harga yang harus dibayar untuk menjadi kaya, tapi kalau mereka memiliki ketangguhan mental untuk menahan rasa sakit sementara, mereka dapat menuai hasil kekayaan berlimpah dalam sisa hidup mereka
Nah, membaca apa yang ditegaskan Siebold, makin terasa paten banget kan, soal comfort zone yang diingatkan sebagai silent killer oleh Pak Haji Frans, yang merupakan teman sekolah saya di SMAN 70 Bulungan, Jakarta ini.
* * *
[caption caption="(Lakukan lompatan buat perubahan. Pesan dari Rushan Novaly. || Foto: Akun Facebook Rushan Novaly)"]
Lalu bagaimana sebaiknya menghindar dari silent killer versi Pak Haji Frans tadi?
Baca apa yang pernah dituliskan Kompasianer Rushan Novaly ini: “Hidupkan impian. Perbaiki karakter. Lakukan lompatan”.
Cerdas sekali message-nya. Jangan pernah statis. Perbaiki diri, dan lakukan perubahan. Meskipun ketika Rushan mengubah profile picture dengan desain gambar ini, ada saja yang komentar: “Melompat kemana?” “Nyebur ke laut dong?” Hahahahaaaaa … uhuuuy!
Apa yang diingatkan Rushan menjadi cambuk agar kita bekerja lebih baik lagi. Maklum mimpi saja tidak cukup. Butuh lebih dari sekadar mimpi. Seperti juga yang pernah dituliskan Dian Nafi dalam Matahari Mata Hati. Katanya: “Tak cukup mimpi. Butuh jua energi dan sinergi. ‘Tuk bersinar seperti mentari”.
* * *
[caption caption="(Muara menulis, kata Pak Thamrin Dahlan, adalah buku. || Foto: Akun Facebook Thamrin Dahlan)"]
Ketiga, teladan dalam menulis dan ber-’media sosial’.