Keteladanan berikutnya, ditunjukkan melalui kalimat bijak yang disampaikan Kompasianer Tubagus Encep. Terhadap sosok yang satu ini, saya ingat betul, bagaimana ia dipanggil “Entus”, oleh almarhum Tubagus Ismetullah Al’Abbas selaku Ketua Kenadziran Kesultanan Banten. Panggilan ‘Entus’, tak lain adalah pelesetan dari ‘Tubagus’. Dan memang, ‘Kang TE’ ini memancarkan sejatinya profil ‘Entus’. Santun berbicara. Berbicara seperlunya. Tetapi, bekerja dengan penuh keteladanan. Teladan yang menyemburatkan sisi keislaman nan teduh.
Salah satu buah pikir yang disampaikan ‘Entus’ dalam akun fesbuknya adalah apa yang tertulis dalam gambar yang saya desain: “Akan lebih baik saya menyibukkan diri mempelajari agama saya, Islam, ketimbang sibuk mencari kelemahan agama lain”. Dari kalimat bijaknya ini saja, ‘Entus’ sudah mengibarkan bendera toleransi beragama yang sangat pamuncak. Pemahamannya tentang tafsir ayat: “Untukmu agamamu dan untukku agamaku”, benar-benar telah mendalam di relung kalbunya. Agama yang dipeluk boleh saja berbeda-beda, tapi ‘Entus’ mengajak kita semua untuk berangkulan dalam toleransi hidup beragama.
* * *
[caption caption="(Teladan hidup toleransi beragama dari Kang Encep. || Foto: Akun Facebook Encep Tuabgsu Encep)"]
Kenapa kita harus bersyukur seperti kata Satto Raji, dan mengapa juga harus sibuk belajar agama seperti dinasehatkan oleh Kang Tubagus Encep? Jawabannya, adalah seperti yang pernah dituliskan Kompasianer Thomson Cyrus dalam status fesbuknya.
Ia mengatakan, “Sebab kita adalah ciptaanNYA yang paling istimewa. Apapun keadaan kita, Tuhan sayang kepada kita, sebab kita ciptaanNYA yang paling luar biasa”.
Meski keyakinan Kang Tubagus Encep dan Thomson Cyrus berlainan, tapi percayalah, semua agama itu mengajarkan kebaikan. Menjalani kebaikan itulah saripati beragama. Termasuk, berbuat bajik dan bijak kepada sesama manusia, bahkan kepada hewan dan juga tanaman.
Tiga Kompasianer dengan nukilan kalimat bijaknya ini benar-benar memberi inspirasi akan arti hidup yang penuh arti. Sederhana. Bersyukur. Toleransi. Juga penuh penghambaan diri kepada Sang Maha Pencipta. Semua untaian ini mengingatkan saya pada pernyataan Bunda Theresa. Kata beliau: “If you are humble nothing will touch you, neither praise nor disgrace, because you know what you are.”
Aaahhhh … menjadi humble. Enggak semua orang bisa! Meski tetap harus dicoba.
* * *
[caption caption="(Keteladanan untuk bekerja dengan baik dari Muhammad Syukri. || Foto: Akun Facebook Syukri Muhammad Syukri)"]