Bagaimana dengan konsep kedua, Indonesia mandiri secara ekonomi?
Well, pandangan ini tercermin pada bagian lain dari apa yang dituturkan Presiden Jokowi. Guna mengetahui kesiapan dalam rangka menghadapi persaingan antar industri kreatif di dunia global, terutama memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), Presiden Jokowi mengaku pernah mengundang sejumlah pelaku industri kreatif.
“Saya belum lama ini mengundang hadir ke sini, sejumlah pelaku industri kreatif. Umur mereka ini, rupanya masih sangat muda-muda sekali. Masih dibawah 30 tahun. Luar biasa. Kepada mereka saya sempat bertanya: Apa kalian siap menghadapi persaingan industri kreatif dengan Negara lain yang notabene akan hadir juga di Indonesia? Mereka menjawab, bahwa mereka siap menghadapinya. Tidak hanya sekali saya mengajukan pertanyaannya. Malah sampai tiga kali saya bertanya, soal kesiapan ini. Dan lagi-lagi, jawaban mereka adalah, bahwa mereka siap untuk bersaing dan menghadapi pelaku industri kreatif dari mana saja, yang datang ke Indonesia,” urai Presiden Jokowi memicu optimisme.
Menyimak penuturan jawaban bahwa pelaku industri kreatif siap menghadapi dinamika pasar global yang terbuka seperti MEA, Presiden Jokowi mengaku berpuas hati.
“Jangan sampai kita takut untuk bersaing dengan para pelaku usaha yang akan segera masuk ke Indonesia. Asal tahu saja, negara-negara lain itu sebenarnya juga merasa ketakutan dengan Indonesia. Takut dengan serbuan pelaku usaha dari tanah air yang juga akan segera masuk ke negara-negara mereka. Lha, kalau mereka saja takut dengan kita, bangsa Indonesia, kenapa kita justru takut dan menyatakan diri tidak siap untuk menghadapi dominasi mereka,” tegas Presiden Jokowi lantang.
Lagi, terbukti Jokowi menggenggam erat (amanah) konsep kedua dari Trisakti: Indonesia mandiri secara ekonomi.
Sedangkan terkait konsep ketiga Trisakti yakni Indonesia yang berkepribadian secara sosial dan budaya, memang tidak secara eksplisit diutarakan Presiden Jokowi. Tetapi sebenarnya, sejak awal menyampaikan komentar balasan menyusul delapan Kompasianer yang bergiliran mengutarakan pernyataan maupun unek-unek, Presiden sudah mengejawantahkan konsep tersebut.
“Setelah saya amati, ternyata untuk membangun Indonesia adalah utamanya membangun sistem. Dengan sistem yang terbangun baik, maka etos kerja bangsa ini juga semakin baik. Tetapi apa boleh buat, ternyata untuk menggesa percepatan pembangunan ini tidak dapat secepat seperti yang diinginkan. Tetapi perlahan-lahan kita akan terus laksanakan upaya perbaikan menuju pembangunan Indonesia yang diinginkan. Sebelumnya, sewaktu menjawab Gubernur DKI Jakarta, saya juga melakukan hal yang sama. Sehingga saya berhasil membuat e-budgeting, e-procurement dan sebagainya. Sehingga misalnya, berapa jumlah uang masuk dan uang keluar yang diterima Pemprov DKI Jakarta, dapat online seketika itu juga dan terlihat jelas. Tapi, untuk melakukan itu semua butuh perbaikan sistem,” jelas Presiden Jokowi dengan gaya bicaranya yang tenang.
Presiden Jokowi sendiri selalu yakin bahwa untuk melakukan pembenahan yang harus dibenahi adalah sistemnya terlebih dahulu. “Barulah kemudian sumber daya manusianya untuk kemudian berujung kepada etos yang baik. Dengan kata lain, sistem akan menjadikan orang terbiasa, terbiasa akan menjadikan orang sebuah kebiasaan dan menjadikan sebuah budaya, sebuah etos,” imbuh suami dari Ibu Negara Iriana ini.