Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Wayang Potehi dan Komitmen BCA Lestarikan Wayang

20 November 2015   00:50 Diperbarui: 20 November 2015   01:10 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adapun Inge Setiawati, Corporate Secretary BCA menjelaskan, dalam pementasan Wayang in Town – Journey in A Thousand Years ini balutan nilai kekinian cukup menjadi pertimbangan. “Kenapa kami menampilkan wayang jenis modern? Karena kami berpikir bahwa yang kami bawa sejak dahulu adalah faktor kekiniannya. Dahulu, wayang dengan bentuk rumah yang klasik itu adalah merupakan kekinian pada masa itu. Tapi, pada saat sekarang ini, bentuk kekinian sudah berubah. Kalau saja kami menampilkan wayang klasik yang apa adanya seperti masa lalu, mungkin penontonnya yang memang menyasar kalangan muda ini akan tertidur atau malah bubar. Mereka tidak mengerti bahasanya, lakonnya dan lain sebagainya,” ujarnya.

(Hendranto Pratama, Komikus ‘Prajurit Dewa’ yang terinspirasi dari kisah Bharatayudha sedang memeragakan cara membuat sketsa wayang. | Foto: Gapey Sandy)

(Pameran karya seni siswa yang bertemakan wayang, turut menyemarakkan suasana Wayang in Town. | Foto: Gapey Sandy)

Inge menambahkan, wayang yang dipentaskan selama pergelaran Wayang in Town ini adalah wayang yang tetap menampilkan kekinian tanpa meninggalkan nilai-nilai atau values maupun filosofi yang ada pada pewayangan. “Sehingga, wayang ini kemudian bisa dibawa dalam bentuk yang sudah berubah namun tidak meninggalkan pesan-pesan penuh hikmah yang terkandung didalamnya. Begitu juga dengan karakter-karakter yang ada pada pewayangan, tetap dapat ditemui generasi muda dalam lakon pewayangan,” terangnya seraya mengakui bahwa pelaksanaan pergelaran ini sempat mundur waktunya karena harus menyeleksi dalang yang dapat menyisipkan faktor kekinian tersebut. “Alhamdulillah, terbukti anak-anak yang menonton Wayang in Town dapat menikmati dan senang semuanya”.

(Karya seni wayang sosok Yudistira atau Puntadewa, yang dibuat dari bahan daur ulang karya Shafa Siti Nur Anisa dari SMP Bakti Mulya 400, Jakarta | Foto: Gapey Sandy)

(Karya seni lukisan pewayangan oleh siswa-siswa SMPK 2 Penabur, Jakarta. | Foto: Gapey Sandy)

Semoga semakin banyak lagi program CSR yang mengemban misi untuk melestarikan seni budaya, seperti dilakukan BCA terhadap wayang ini.

o o o O o o o 

Foto #1: Dwi Woro Retno Mastuti, dosen dan peneliti pada Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Program Studi Jawa, Universitas Indonesia. (Foto: Gapey Sandy)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun