Abidinsyah menyampaikan solusi, demi menghindari Bonus Demografi berubah menjadi Bencana Demografi. Yaitu, harus ada kesadaran bersama, untuk kembali melakukan pembatasan jumlah kelahiran anak.
“Harus ada kesadaran bersama, bahwa Indonesia ini adalah Negara Kesatuan, Negara Keluarga, Negara Budaya yang berasaskan Pancasila, dan kita sudah sepakat meski berbeda-beda tetapi tetap satu dengan konsep Bhinneka Tunggal Ika. Maka ke-Ika-an itu harus nyata di masyarakat kita. Apa ke-Ika-an itu? Tak lain adalah kerelaan kita untuk merasakan kebahagiaan bersama. Kita lihat, dimana-mana, ada yang tidak beruntung, ada yang kurang beruntung, ada yang sangat papa, ada dhuafa, ini kan seharusnya tidak terjadi pada negara dengan konsep Bhinneka Tunggal Ika. Ke-bhinneka-annya okey, inilah yang nyata terlihat, tapi ke-Ika-an itu adalah tujuan mulianya. Kita berawal dari ke-bhinneka-an, tapi sesungguhnya kita menuju ke satu Ika-an, yakni rasa senasib sepenanggungan. Kalau sudah seperti itu, mari kita jawab, kebutuhan negeri ini apa, ketika kemampuan ekonomi kita terbatas dan terus terbatas, maka yang bisa kita lakukan sekarang adalah batasi kelahiran,” papar mantan Sekretaris Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) ini.
Menurut Abidinsyah lagi, membatasi kelahiran anak berimplikasi pada target menjadikan keluarga berkualitas, sekaligus mencetak generasi emas, dan berpartisipasi aktif didalam pembangunan bangsa.
“Membatasi kelahiran bisa dilakukan oleh semua orang, bisa dilakukan semua keluarga. Tanpa harus kaya, sekolah atau tidak sekolah, juga tidak ada hubungannya dengan pengetahuan, teknologi, dan sebagainya. Hanya bermodalkan kesadaran, bermodalkan kebersamaan, maka dia sudah bisa ikut serta didalam pembangunan. Hal yang demikian tidak harus bertentangan dengan keyakinan keagamaan. Allah SWT tidak akan membuat kita berdosa karena kita tidak memiliki anak banyak, tapi Allah SWT akan meminta pertanggung-jawaban dari apa yang kita buat. Itu jelas. Nah, kalau kita membiarkan anak kita terlantar, bagaimana itu pertanggungjawabannya? Makanya, siapa yang akan membuat kita bisa masuk ke surga atau tidak ke surga, ya bukan kita, tapi anak-anak kita. Subhanallah,” urai mantan Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer Depkes RI ini.
Akhirnya, saat ini perlu digugah kembali kesadaran untuk mengikuti program Keluarga Berencana, yang nyatanya relatif mulai kurang diperhatikan.“Indonesia hanya bisa maju kalau penduduknya terkendali dan pertumbuhan ekonominya lebih cepat daripada pertumbuhan penduduk,” tukas Abidinsyah yang kini tinggal di bilangan Halim, Jakarta Timur.
Tangsel, Tuan Rumah Harganas XXII
Sementara itu, Walikota Tangsel Airin Rachmi Diany SH MH yang juga menjadi pembicara, menyampaikan kesiapan Kota Tangsel sebagai tuan rumah pelaksanaan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-XXII. Harganas tahun ini mengusung tema: ‘Harganas Merupakan Momentum Upaya Membangun Karakter Bangsa Mewujudkan Indonesia Sejahtera’. Adapun motto-nya, ‘Keluarga Berkarakter, Indonesia Sejahtera’.
“Tahun lalu, saya memberanikan diri dan mengajukan diri kepada Gubernur Provinsi Banten, untuk supaya Kota Tangsel bisa menjadi tuan rumah pelaksanaan Harganas yang ke-XXII. Ini menjadi moment yang sangat penting karena akan hadir, seluruh kawan-kawan dari Kabupaten/Kota se-Indonesia, juga Bapak Presiden maupun Wakil Presiden. Di usia Tangsel yang ketujuh ini, kami siap dan percaya diri karena semua fasilitas sudah siap dan tersedia untuk menyelenggarakan event dengan skala nasional,” tegas Airin.