Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Infrastruktur PU Mengagumkan, Perpustakaan PU Mencerdaskan

13 Mei 2014   08:33 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:34 1834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak henti-hentinya, Kompasiana menggelar Nangkring Bareng, sebuah acara berformat talkshow yang disuguhkan secara live, interaktif, bertabur bintang tamu dan tentu saja doorprize menarik. Seperti misalnya, yang telah terlaksana pada Selasa, 29 April 2014, Nangkring Bareng dihelat dengan tajuk Mengenal Infrastruktur Pekerjaan Umum (PU) Lewat Perpustakaan Kementerian PU. Acara kali ini mengambil tempat di ruang Perpustakaan I Kementerian PU (KemenPU) yang ada di Gedung Heritage, Kantor KemenPU, Jalan Pattimura 20 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Tampil sebagai pembicara dalam Nangkring Bareng ini adalah Sekjen KemenPU, Ir Agoes Widjanarko MIP; Staf Ahli Menteri PU bidang Keterpaduan Pembangunan, Ir Taufik Widjoyono MSc; Kepala Pusat Komunikasi Publik, Ir Danis Hidayat Sumadilaga M.ENG.SC; Kepala Balitbang KemenPU, Ir Waskito Pandu MSc; dengan moderator dari Kompasiana yang selalu tampil chic dengan ikon kemeja lengan panjangnya, Iskandar Zulkarnaen. Diantara 50-an Kompasianer peserta Nangkring Bareng, tampak pula terlihat Kepala Pusat Kajian Strategis KemenPU, Ir Guratno Hartono MBC; dan Kepala Sub Bidang Perpustakaan KemenPU, Sambiyo SH MSi.

[caption id="attachment_335982" align="aligncenter" width="533" caption="Para Pembicara Di Acara Nangkring Bareng Kompasiana dan KemenPU. Dari kiri ke kanan: Staf Ahli Menteri PU bidang Keterpaduan Pembangunan, Ir Taufik Widjoyono MSc, Sekjen KemenPU, Ir Agoes Widjanarko MIP, Kepala Pusat Komunikasi Publik, Ir Danis Hidayat Sumadilaga M.ENG.SC, dan moderator energic Iskandar Zulkarnaen dari Kompasiana. (Foto: Gapey Sandy)"][/caption]

Dalam paparannya, Sekjen KemenPU Agoes Widjanarko secara lugas dan komprehensif memperkenalkan infrastruktur PU. Diawali dengan membedah ruang lingkup pekerjaan KemenPU yang terdiri atas lima bidang, yaitu Sumber Daya Air (SDA), Bina Marga, Cipta Karya, Penataan Ruang, dan terakhir, Pengawasan, Manajemen, Jasa Konstruksi dan Teknologi (PMJKT).

"Untuk Bidang SDA, titik beratnya terletak pada masalah ketahanan pangan, penyediaan air baku, dan pengendalian banjir. Sedangkan untuk Bidang Bina Marga, kami melakukan peningkatan konektivitas dan kelancaran arus orang dan barang, tentunya dengan melalui jalan dan jembatan, serta jalan tol. Adapun untuk Bidang Cipta Karya, KemenPU memfokuskan diri pada pencapaian sasaran Millenium Development Goals (MDG's) air minum dan sanitasi, peningkatan kualitas permukiman dan penataan bangunan, serta mendukung pengurangan kemiskinan," urainya.

Sedangkan lingkup pekerjaan KemenPU di Bidang Penataan Ruang, kata Agoes lagi, diprioritaskan pada pembangunan berkelanjutan berbasis penataan ruang, yang diantaranya melakukan penyelesaian peraturan perundangan dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW); Mengimplementasikan Kota Hijau atau Berkelanjutan berupa Ruang Terbuka Hijau (RTH), green community, green planning and design; Juga, mewujudkan Heritage City alias Kota Pusaka, dan Desa Lestari. "Adapun untuk Bidang PMJKT, kami melakukan pengawasan, jasa konstruksi, penelitian dan pengembangan serta kelembagaan," tuturnya.

[caption id="attachment_335984" align="aligncenter" width="562" caption="Pembangunan Monumen Nasional (Monas). Dari kiri ke kanan: Proses pemancangan tiang pancang pertama Tugu Monas oleh Presiden Soekarno, pada 17 Agustus 1961. Konstruksi Monas pada 17 Agustus 1964. Lalu, Monas pada tahun 1977. (Sumber: Tugu Nasional, Laporan Pembangunan, 1978)"]

13999174551801076081
13999174551801076081
[/caption]

Agoes juga membeberkan sejarah bidang PU dari masa sebelum dan sesudah kemerdekaan Republik Indonesia, hingga era tahun 2000-an. Pada zaman Hindia Belanda dulu, tepatnya pada tahun 1919, PU dikenal dengan nama Burgerlijke Openbare Werken, untuk kemudian bermetamorfosa menjadi Departement van Verkeen en Waterstaat, pada 1924. Sementara pada zaman pendudukan Jepang, PU disebut sebagai Kotobu Bunsitsu, dan lazim pula disebut dengan Oeroesan Pekerdjaan Oemoem.

"Setelah bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, kemudian dibentuklah kabinet pertama, yang dilakukan pada tanggal 2 September 1945. Waktu itu, Menteri PU dijabat oleh Abikusno Tjokrosoejoso. Tak lama kemudian, pecah sebuah peristiwa pertempuran yang heroik. Pada tanggal 3 Desember 1945, Kantor Pusat Departemen PU di Gedung Sate, Bandung, diserbu secara tiba-tiba oleh Pasukan Sekutu atau Belanda dengan persenjataan lengkap. Kantor Departemen PU saat itu dipertahankan oleh 21 orang pemuda yangtergabung dalam Angkatan Muda PU dengan persenjataan seadanya. Dalam pertempuran yang tak seimbang itu, tujuh pemuda dinyatakan hilang dan gugur. Sejak itu pula, setiap tanggal 3 Desember diperingati sebagai Hari Bakti PU," urai Agoes seraya memperlihatkan foto Prasasti Sapta Taruna yang ada di Gedung Sate, Bandung.

Pada batu prasasti yang dilengkapi dengan gambar logo KemenPU itu, nampak tertulis kalimat penuh takzim, semangat berjuang dan bekerja, yang mampu menggetarkan segenap jiwa-jiwa anak bangsa. Begini rangkaian tulisan tersebut: CITA-CITAMU ADALAH CITA-CITA KAMI. BAKTIMU TELADAN BAGI KAMI UNTUK BERJUANG, BEKERJA MEMBANGUN GUNA MEWUJUDKAN CITA-CITA INDONESIA YANG ADIL DAN MAKMUR.

Bidang PU pasca kemerdekaan, kata Agoes, ditandai dengan berbagai proyek pembangunan. Setelah pada 1945-1950, turut berjuang dalam mempertahankan kemerdekaan tanah air Indonesia, maka pada 1950 itu juga, PU mengerjakan Proyek Pembangunan Khusus Kotabaru Kebayoran. "Termasuk menggarap Jalan Jenderal Sudirman di Jakarta, yang pelaksanaannya dilakukan pada tahun 1950-an," tukasnya.

[caption id="attachment_335987" align="aligncenter" width="614" caption="KIRI: Proyek pembangunan Stadion Bung Karno di Senayan, Jakarta, pada tahun 1959. (Sumber: Buku 50 Tahun Departemen Pekerjaan Umum, 1995). KANAN: Stadion Gelora Bung Karno saat ini. (Foto: sport-arenas.ru)"]

1399918048452520739
1399918048452520739
[/caption]

Pada era 1950-1960, PU mengerjakan pembangunan Waduk Jatiluhur di Purwakarta (Jawa Barat), Proyek Air Minum Pejompongan (Jakarta), dan Cisangkui (Bandung), perencanaan dan pembangunan Kota Pekanbaru dan Palangkaraya, pembangunan pembangkit-pembangkit listrik, jembatan-jembatan besar, dan pembangunan jalan di berbagai daerah.

Sementara pada 1960-1965, PU menggarap pembangunan Jalan Trans Sumatera dan Trans Sulawesi tahap awal, Proyek Mandataris guna menyambut penyelenggaraan pesta olahraga Asian Games ke-IV di Jakarta -- diantaranya dengan membangun gelanggang olahraga terpadu, Jembatan Semanggi, Gedung DPR dan lainnya, termasuk, menggarap pembangunan Monumen Nasional (Monas).

"Jembatan Semanggi mulai dibangun pada awal 1961, dan baru selesai pada pertengahan 1962. Penggagasnya adalah Bung Karno, sementara konsep arsitekturnya dirancang oleh Ir Sutami yang kala itu menjabat sebagai Menteri PU. Nama Semanggi didasarkan dari bentuknya yang menyerupai Daun Semanggi. Adapun Jembatan Semanggi hasil renovasi dan pelebaran diresmikan pada tanggal 10 November 1989," ujar Agoes seraya menambahkan bahwa filosofi awal pembangunan proyek mercusuar Jembatan Semanggi adalah membuat kelancaran arus lalu-lintas empat arah di kawasan Semanggi, bebas tanpa hambatan seperti layaknya air yang mengalir.

Tautan informasi lebih detil mengenai proyek infrastruktur Jembatan Semanggi --- yang Tipe Bangunan Atasnya menggunakan Jembatan Beton Pratekan Tipe Box, dan Tipe Bangunan Bawahnya menggunakan Tiang Bor --- ini, bisa ditelusuri melalui Direktori Data dan Informasi Infrastruktur milik Perpustakaan KemenPU, berikut ini.

[caption id="attachment_335985" align="aligncenter" width="614" caption="KIRI: Kondisi Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta pada tahun 1950-an. KANAN: Jembatan Semanggi setelah dilakukan renovasi. Foto diambil pada tahun 1986. (Sumber: Buku 50 Tahun Departemen Pekerjaan Umum, 1995)"]

1399917789405060680
1399917789405060680
[/caption]

Sebelumnya, pada 8 Februari 1960, dilakukan pencanangan pembangunan kompleks olahraga untuk penyelenggaraan Asian Games ke-IV di Senayan, Jakarta, yang berlangsung pada 24 Agustus 1962 - 4 September 1962, dengan diikuti 1.460 atlet dari 16 negara, dan melombakan 15 cabang olahraga. "Tepat pada 21 Juli 1962, Stadion Utama berkapasitas 100 ribu penonton selesai pembangunannya. Stadion ini dikelilingi oleh jalan lingkar luar sepanjang 920 meter. Pada bagian dalam terdapat lapangan sepakbola berukuran 105 x 70 meter, berikut lintasan berbentuk elips, dengan ukuran sumbu panjang 176,1 meter, dan sumbu pendek 124,2 meter," urai Agoes sambil memperlihatkan sebuah foto bersejarah yang menggambarkan suasana saat pembangunan Stadion Gelora Bung Karno.

Masih di era 1960-an, PU juga membangun Jembatan Ampera di "kota empek-empek" Palembang, Sumatera Selatan, yang menghubungkan daerah Seberang Ulu dan Seberang Ilir yang terpisahkan oleh Sungai Musi. "Jembatan Ampera mulai dibangun pada April 1962, dan diresmikan pada 30 September 1965. Panjang jembatan ini adalah 1.100 meter, dan total lebar jembatan mencapai 22 meter," tutur Agoes sembari menampilkan slide foto Jembatan Ampera yang 'dijepret' pada 1960-an, lengkap dengan dua mobil angkutan umum gaek yang sarat sejarah, Oplet, di ruas jalan raya yang ada di sisi kiri jembatan. Tautan informasi terkait Jembatan Ampera --- yang Tipe Bangunan Bawahnya menggunakan Tiang Panca Baja Tipe H --- ini, bisa ditelusuri melalui Direktori Data dan Informasi Infrastruktur milik Perpustakaan KemenPU, di sini.

Saat memaparkan infrastruktur tahun 1970-an, Agoes menunjukkan secara visual foto Bendungan Sutami. "Bendungan ini berada di Desa Karangkates, atau 35 kilometer arah barat daya Kota Malang, Jawa Timur. Dibangun pada rentang tahun 1964 - 1973, dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1977. Ada juga yang menyebut bendungan ini sebagai Bendungan Karangkates. Kapasitas maksimalnya adalah 343 juta meter kubik, dan difungsikan sebagai pasokan air untuk irigasi, pembangkit listrik, pariwisata, serta perikanan air tawar. Nama Sutami dipilih sebagai bentuk penghargaan kepada Ir Sutami, Menteri PU pada masa tersebut," jelasnya.

Selain itu, pada masa 1970-an, dibangun pula jalan bebas hambatan (tol) pertama di Indonesia. "Yaitu, Jalan Tol Jagorawi (Jakarta-Bogor-Ciawi), yang mulai dilakukan pembangunan tahap pertamanya pada tahun 1974, dan diresmikan pengoperasiannya pada 9 Maret 1978, untuk ruas jalan Cawang - Cibinong. Panjang jalan tol ini mencapai 59 kilometer," katanya.

[caption id="attachment_335986" align="aligncenter" width="581" caption="Bendungan Sutami di Desa Karangkates, Malang, Jawa Timur, dibangun pada rentang waktu 1964 - 1973. Nama Sutami dipilih sebagai bentuk penghargaan kepada Ir Sutami, Menteri PU pada masa itu. (Foto: pustaka.pu.go.id)"]

13999178761837943760
13999178761837943760
[/caption]

Pada era 1980-an, Sekjen KemenPU Agoes Widjanarko memaparkan pembangunan infrastruktur PU yang diantaranya menampilkan foto Bendungan Wadaslintang. "Berada di 40 kilometer arah selatan dari Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, bendungan ini dibangun pada tahun 1982 dan selesai pada 1987. Kapasitas maksimalnya mencapai 443 juta meter kubik, dan diantaranya dapat menyediakan air bagi irigasi persawahan seluas 31.114 hektar," jelasnya. Silakan click ini untuk mengetahui informasi infrastruktur Bendungan Wadaslintang ini.

Beranjak ke tahun 1990-an, Agoes memaparkan contoh pembangunan infrastruktur yaitu Jembatan Barelang (Batam-Rempang-Galang) di Batam, Kepulauan Riau. Jembatan ini selesai dibangun pada 1992, dengan total panjang jembatan mencapai 2.264 meter. Menariknya, jembatan yang merupakan ikon Kota Batam ini terdiri dari enam cabang jembatan, yang masing-masing dinamai dengan nama raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Melayu Riau abad 15 - 18 Masehi. Yaitu, Jembatan Tengku Fisabilillah, Nara Singa, Raja Ali Haji, Sultan Zainal Abidin, Tuanku Tambusai, dan, Raja Kecik.

Masa Orde Baru

Agoes juga menampilkan visualisasi sejarah PU pasca kemerdekaan, tepatnya pada masa Orde Baru. Pada saat berulirnya Pembangunan Lima Tahun (Pelita) tahap I (1969 - 1974) umpamanya, dilakukan peresmian Bendungan Jatiluhur di Purwakarta, Jawa Barat; Bendungan Karangkates di Sumber Pucung, Malang; Bendungan Selorejo di Ngantang, Malang; Bendungan Lengkong Baru --- yang mampu menyediakan air irigasi sekaligus mengendalikan banjir di Delta Sungai Brantas, menyuplai air untuk industri dan air minum warga kota Surabaya, Jawa Timur; juga membangun berbagai proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air, Uap, maupun Diesel (PLTA, PLTU, dan PLTD).

Pada Pelita II (1974 - 1979), ditandai dengan pendirian Perumnas (Pembangunan Perumahan Nasional), tepatnya pada 18 Juli 1974. Perumnas adalah BUMN yang berbentuk Perusahaan Umum (Perum) dimana keseluruhan sahamnya dimiliki oleh Pemerintah RI. Pendirian Perumnas menjadi solusi bagi Pemerintah dalam menyediakan perumahan yang layak sekaligus pionir dalam penyediaan perumahan dan permukiman bagi masyarakat menengah ke bawah.

[caption id="attachment_335988" align="aligncenter" width="632" caption="Ikon Kota Batam. Jembatan Barelang (Batam-Rempang-Galang) di Batam, Kepulauan Riau. Jembatan ini selesai dibangun pada 1992, dengan total panjang jembatan mencapai 2.264 meter. (Foto-foto: pustaka.pu.go.id)"]

13999181491748431393
13999181491748431393
[/caption]

Adapun pada Pelita III (1979 - 1984), PU mengerjakan Jalan I Gusti Ngurah Rai di Bali; rumah susun Perumnas di Tanah Abang, Jakarta Pusat: Jembatan Kapuas di Pontianak, Kalimantan Barat (dibuka pada 27 Januari 1982); Jembatan Ketahun dan Bendung Seluma di Bengkulu Utara (keduanya diresmikan secara berbarengan oleh Presiden Soeharto pada 23 Maret 1982). "Dengan selesainya pembangunan Jembatan Ketahun, maka jalan poros yang membentang di pesisir bagian barat Provinsi ini akan dapat digunakan lebih lancar. Jarak antara Muko-muko dan Bengkulu yang dahulu harus ditempuh dalam waktu sekitar satu minggu, dengan selesainya jembatan ini akan dapat dilalui dalam waktu hanya sekitar 12 jam saja," demikian sambutan Presiden Soeharto kala itu, seperti dimuat situs soeharto.co.

Beranjak ke Pelita IV (1984 - 1989), PU terus menggeliat dengan melakukan perluasan jaringan irigasi, jalan, dan jembatan. Sedangkan pada Pelita V (1989 - 1994), PU juga menggarap embung-embung (tempat atau wadah penampungan air pada waktu terjadi surplus air di sungai atau menampung air hujan) di Indonesia Timur. Lalu, pada Pelita VI (1994 - 1999), PU menyelesaikan berbagai proyek diantaranya Waduk Tiu Kulit di Maronge, dan Waduk Mamak di Lopok, Sumbawa; Waduk Pengga di Lombok, NTB; dan, Jembatan Mamberamo sepanjang 235 meter di Papua, yang mulai dikerjakan pada 1993, dan selesai pada 1996, dengan menelan biaya Rp 16 miliar. Tautan khusus seputar Jembatan Mamberamo ini bisa disimak melalui Direktori Data dan Informasi Infrastruktur yang ada di Perpustakaan KemenPU, seperti berikut ini.

Capaian Kinerja KemenPU

Pada bagian lain, Sekjen KemenPU Agoes Widjanarko mengetengahkan sejumlah pencapaian yang berhasil direngkuh KemenPU. Diawali dengan capaian kinerja Bidang SDA selama rentang waktu 2005-2014, yakni melakukan pembangunan 22 waduk (tujuh waduk diantaranya, akan rampung pada 2014), dan 642 embung.

"Sedangkan untuk capaian kinerja Bidang Jalan dan Jembatan, bila pada 2005 lalu, panjang jalan nasional mencapai 34.676 kilometer, kemudian bertambah pada 2009 menjadi 35.411 kilometer, maka pada tahun 2014 ini, panjang jalan nasional adalah mencapai 38.401 kilometer," tuturnya bangga.

Adapun kinerja KemenPU pada Bidang Permukiman, berhasil meningkatkan jumlah pelayanan air minum dan sanitasi. "Kalau pada tahun 2005, kami melayani air minum sebesar 43,37 persen, dengan sanitasi 40,88 persen, maka pada 2009 jumlah itu meningkat, dengan melayani air minum sebanyak 47,71 persen, dengan sanitasi 51,90 persen. Sedangkan pada tahun 2014 ini, pelayanan air minum yang dikerjakan oleh PU mencapai 65,61 persen, dengan sanitasi 61,00 persen," urai Agoes.

[caption id="attachment_335989" align="aligncenter" width="574" caption="Kiri Atas: Suasana tempo doeloe di sekitar Jembatan Ampera. (Foto: sumselprov.go.id). Kiri Bawah: Foto Jembatan Ampera yang diambil pada tahun 1970. (Sumber: Buku 40 Tahun Karya Bakti Departemen Pekerjaan Umum, 1985). Kanan: Jembatan Ampera masa kini. (Foto: chirpstory.com)"]

13999183682078917632
13999183682078917632
[/caption]

Untuk capaian kinerja Bidang Penataan Ruang, kata Sekjen KemenPU ini, hingga akhir tahun 2013 dapat ditunjukkan dengan telah diterbitkannya sebanyak empat Perpres Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau, empat Perpres RTR Kawasan Strategis Nasional (KSN), 18 Perda RTR Provinsi, 259 Perda RTR Kabupaten, dan 70 Perda RTR Kota.

Capaian Infrastruktur PU 2004 - 2014

Selain menampilkan capaian kinerja yang terukur dan mengagumkan dari tahun ke tahun, KemenPU juga berhasil menorehkan banyak sekali capaian infrastruktur. Menurut Agoes, sepanjang 2004 - 2014, capaian infrastruktur itu antara lain pembangunan Jembatan Kahayan yang terletak di ruas jalan Palangkaraya - Buntok, Kalimantan Tengah, dengan menelan biaya hingga Rp 17,4 miliar. "Bentang terpanjang jembatan ini adalah 640 meter. Masa konstruksinya adalah pada 1995 - 2001, dan diresmikan pada 13 Januari 2002," ujarnya seraya menampilkan foto dan beberapa data teknis Jembatan Kahayan.

Link informasi tentang jembatan yang membentang di atas Sungai Kahayan ini bisa disimak melalui Direktori Data dan Informasi Infrastruktur yang ada di Perpustakaan KemenPU, di sini.

Ada pula Jalan Tol Cipularang (Cikampek-Purwakarta-Padalarang), yang mulai dibangun pada Februari 2002, dengan panjang total mencapai 116 kilometer. "Tol Cipularang ini dibangun dengan cara meratakan kawasan perbukitan dengan volumen 14 juta meter kubik, atau setara dengan kotak raksasa sebesar 700 x 200 x 100 meter," ungkapnya seraya menambahkan bahwa, proyek --- yang memperpendek jarak tempuh dua kota, Jakarta - Bandung, menjadi 1,5 jam --- ini diresmikan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 13 Juli 2005.

[caption id="attachment_335990" align="aligncenter" width="512" caption="Jalan Tol Cipularang (Cikampek-Purwakarta-Padalarang), mulai dibangun pada Februari 2002, dengan panjang total mencapai 116 kilometer. (Foto: pustaka.pu.go.id)"]

13999184611865433210
13999184611865433210
[/caption]

Sementara di Tanggamus, Lampung, PU -- yang memiliki slogan Bekerja Keras, Bergerak Cepat, Bertindak Tepat -- juga menandai capaian infrastruktur melalui pembangunan Waduk Batutegi. "Letak bendungan ini menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara. Proses pengerjaan fisiknya sudah dimulai sejak tahun 1995, dan selesai pada 2000, untuk kemudian diresmikan pada tahun 2003. Luas genangannya mencapai 21 kilometer persegi," ujar Agoes.

Menurut Direktori Data dan Informasi Infrastruktur yang tersedia di situs Perpustakaan KemenPU, dana pembangunan Bendungan Batutegi ini berasal dari APBN dan bantuan dari Japan Bank for International Cooperation (JBIC). Selain berfungsi sebagai pembangkit listrik, bendungan ini juga menjadi penyedia bahan baku air minum untuk kawasan Kota Bandar Lampung, Metro, dan Beranti di Kabupaten Lampung Selatan.

Capaian infrastruktur lainnya adalah Jembatan Suramadu yang menghubungkan Surabaya dengan Madura. "Mulai dibangun pada 20 Agustus 2003, dan diresmikan oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono pada 11 Juni 2009. Total panjang jembatan ini mencapai 5.438 meter, dengan puncak pekerjaan proyek yang melibatkan 2.833 orang. Jembatan dengan pondasi Bor Pile di laut sedalam 104 meter ini dilengkapi dengan SHMS atau Sistem Monitoring Kesehatan Jembatan," urai Agoes.

Melalui situsnya, KemenPU menandaskan tiga fungsi pembangunan Jembatan Suramadu: Menjadi bagian penting dalam mengintegrasikan Pulau Madura menjadi suatu sistem pengembangan wilayah gerbangkertosusilo (GKS) maupun pengembangan wilayah di Jawa Timur; Meningkatkan aksesibilitas Pulau Madura yang berpengaruh terhadap orientasi pembangunan, dimana saat ini kegiatan perekonomian lebih berkembang ke arah Gresik, Sidoarjo, Mojokerto, Pasuruan, dan Malang; serta, Memacu percepatan dan pemerataan pembangunan antar daerah.

Proyek infrastruktur lain yang juga disampaikan Agoes, adalah Rusunawa Unpad, yang terletak di Sumedang, Jawa Barat. Terdiri dari dua twin block, dengan 192 unit, dan telah diresmikan pada 2010 lalu; Sistem Penyediaan Air Minum Desa Mandangin yang berada di Pulau Mandangin, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, menggunakan teknologi Reserve Osmosis (RO), dan diresmikan pada 2012; lalu, Jalan Tol Bali Mandara, yang merupakan jalan tol pertama di atas laut di Indonesia, memiliki panjang 12 kilometer.

[caption id="attachment_335991" align="aligncenter" width="480" caption="Atas: Gagah di atas laut, Jalan Tol Bali Mandara nampak dari atas. (Foto: kabarnusa.com). Bawah: Jalan Tol Bali Mandara nampak dari darat. (Foto: antaranews.com)"]

1399918546282022481
1399918546282022481
[/caption]

Dikerjakan hanya dalam tempo 14 bulan, membentang di atas 35 ribu batang tiang pancang pada 14 ribu titik, Jalan Tol Bali Mandara ini diresmikan pengoperasiannya pada Agustus 2013. Tidak seperti jalan tol lainnya, sepeda motor disediakan lajur khusus yang terletak di sayap kanan dan sayap kiri. Terdapat juga kelengkapan keamanan berupa alat pengukur kecepatan angin, bilamana kecepatan angin menembus batas 40 kilometer per jam, maka untuk keamanan jalan tol ini akan ditutup. Suasana peresmian Jalan Tol Bali Mandara dapat disaksikan melalui tayangan video ini.

Dalam buku edisi luks berjudul Jelajah Infrastruktur PU 2013 yang diterbitkan oleh KemenPU dan dibagikan kepada seluruh peserta Nangkring Bareng disebutkan, Jalan Tol Bali Mandara yang menghubungkan tiga titik penting yaitu Bandara Internasional Ngurah Rai - Nusa Dua - Tanjung Benoa, amat memperhatikan aspek ramah lingkungan. Misalnya, pemasangan lampu penerangan LED (Light Emitting Diode) yang dianggap mampu memberikan efisiensi sebesar 60 persen jika dibandingkan menggunakan lampu biasa. Ada sebanyak 800 lampu LED yang terpasang pada 400 tiang yang tersebar di sepanjang 12 kilometer jalan tol yang dikerjakan oleh sekitar 3000-an tenaga kerja dan dilaksanakan sepenuhnya oleh anak-anak negeri sendiri. Selain itu, pihak pengelola juga melakukan penanaman kembali pohon bakau (mangrove) secara bertahap, sebanyak 16.000 batang pohon. Penanaman kembali ini bertujuan untuk menggantikan 6.000 batang mangrove yang rusak disebabkan oleh pembangunan tol. Ada pula rencana untuk menghutankan kembali mangrove.

Untuk mendalami pengetahuan dan wawasan apapun yang terkait Jalan Tol Bali Mandara, di Perpustakaan KemenPU, pengunjung dapat membaca atau meminjam buku berjudul Ternyata Kita Bisa - Tol Di Atas Laut Mahakarya Anak Bangsa di Bali --- atau membuka link resensi buku ini  ---, yang ditulis oleh Taufik Lamade, Rohman Budijanto, dan Drajad Hari Suseno, terbitan Expose, tahun 2013. Dengan kode pustaka SETJEN-08-B003956, buku yang terdiri dari tujuh bab ini, antara lain mengulas tentang teknologi yang digunakan dalam pembangunan Jalan Tol Bali Mandara yang mengadopsi konsep green, strong, and beautiful.

Selain itu, Sekjen KemenPU Agoes Widjanarko juga membeberkan capaian infrastruktur lain, yaitu Jembatan Kelok Sembilan yang berada di ruas jalan Bukittinggi (Sumatera Barat) - Pekanbaru (Riau) di Kabupaten Lima Puluh Kota KM 147 dari Kota Padang. "Jembatan yang dibangun menggunakan pondasi tahan gempa hingga kekuatan 10 Skala Richter ini mulai digarap pada tahun 2003 dan diresmikan pada tahun 2013. Total panjang jembatan adalah 964 meter, dengan pilar jembatan setinggi 58 meter," tuturnya. Simak di sini, tayangan video Jembatan Kelok 9 Untuk Pertumbuhan Ekonomi Dua Wilayah persembahan KemenPU.

Proyek berikutnya adalah Denpasar Sewerage Development Project, yang sesuai namanya, melakukan pengolahan limbah air di Instalasi Pengolahan Air Limbah Suwung. Pembangunan proyek ini menggunakan cara clean construction, sehingga mengurangi gangguan terhadap lingkungan yang merupakan kawasan wisata. "Tahap pertama, proyek ini akan mampu melayani 30 persen penduduk di Denpasar, Sanur, dan Kuta. Sedangkan tahap kedua, diperkirakan bakal selesai pada tahun 2014 ini," urai Agoes.

[caption id="attachment_335992" align="aligncenter" width="480" caption="Atas: Seremoni pengisian awal Waduk Jatibarang oleh Menteri PU Djoko Kirmanto bersama sejumlah pejabat daerah terkait, pada 5 Mei 2014. (Foto: Humas Jateng). Bawah: Waduk Jatibarang yang diharapkan mampu meredam banjir di Kota Semarang. (Foto: seputarsemarang.com)"]

13999187591755164341
13999187591755164341
[/caption]

Infrastruktur lainnya adalah Waduk Jatibarang yang berlokasi di Semarang, Jawa Tengah. Mulai dibangun pada tahun 2011, dan akhirnya resmi dioperasikan bertepatan dengan peringatan Hari Air Sedunia, 5 Mei 2014. Seremoni pengoperasian atau pengisian waduk yang memiliki luas genangan 184 hektar ini, dilaksanakan oleh Menteri PU Djoko Kirmanto, didampingi Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juwana Imam Santoso, Walikota Semarang Hendrar Prihadi, dan mantan Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo.

"Pembangunan Waduk Jatibarang ini didasari oleh bencana banjir besar yang melanda Kota Semarang pada tahun 1973, 1988, 1990, dan 1993. Pada tahun 1992 - 1993, Pemerintahan Provinsi Jawa Tengah menciptakan master plan pembuatan waduk serba guna yang dialiri air dari Sungai Kreo yang merupakan anak Sungai Garang di Semarang Barat. Pada tahun 1990, korban jiwa mencapai 47 orang. Selain itu, bencana kekurangan suplai air baku terutama pada saat musim kemarau hampir setiap tahunnya," kata Menteri PU Djoko Kirmanto.

Pengisian awal (impounding) waduk ini membutuhkan waktu selama enam hingga tujuh bulan. Selain mampu mengatasi bencana banjir di Kota Semarang, waduk ini juga dapat memasok kebutuhan air baku, dan berpotensi menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro. Selain itu, Waduk Jatibarang juga diyakini bakal menjadi salah satu destinasi wisata favorit, karena di tengah waduk ini terdapat sebuah pulau yang sengaja dipertahankan dan dilestarikan karena merupakan situs sebuah gua yang dinamakan Gua Kreo. Demi kemudahan akses maka dibangunlah jembatan penghubung menuju ke pulau tersebut.

Saksikan, video seremoni pengisian awal Waduk Jatibarang, lengkap dengan kutipan pernyataan yang disampaikan oleh Menteri PU Djoko Kirmanto, terkait pelaksanaan impounding tersebut, di sini.

Perpustakaan KemenPU Turut Mencerdaskan Bangsa

Tak hanya memperkenalkan infrastruktur PU, Sekjen KemenPU Agoes Widjanarko juga menyampaikan rencana mengubah fungsi lantai dua Gedung Heritage di Kantor KemenPU sebagai Museum dan Perpustakaan. "Telah menjadi angan-angan dari Menteri PU Bapak Djoko Kirmanto, untuk menjadikan lantai dua pada Gedung Heritage di Kantor Kementerian PU ini, yang secara fisik bentuknya memanjang, untuk dijadikan Museum dan Perpustakaan. Di museum itu, nantinya akan kita pamerkan berbagai sejarah penting, misalnya pondasi yang pertama kali dipergunakan PU untuk membangun jembatan. Juga, akan ada Perpustakaan. Fungsinya, tidak hanya berguna bagi masyarakat yang mengejar data dan informasi, tapi juga pembelajaran bagi generasi mendatang. Selain itu, sebagai publikasi kepada publik, dan sekaligus pula berfungsi sebagai Data Center, terutama terhadap berbagai informasi yang dimiliki oleh Kementerian PU," urainya.

[caption id="attachment_335994" align="aligncenter" width="533" caption="Perpustakaan Kementerian PU di Gedung Pusdata, Kantor KemenPU, Jakarta. (Foto: Gapey Sandy)"]

1399919062877446213
1399919062877446213
[/caption]

Rencana mendirikan Museum dan Perpustakaan ini, diyakini bakal makin menjadikan layanan Perpustakaan KemenPU semakin prima dan memuaskan para pemustaka. Apalagi, saat ini Perpustakaan KemenPU sebenarnya telah hadir dengan menerapkan teknologi informasi yang mampu mengakses unit-unit perpustakaan di lingkungan KemenPU, yaitu dengan menerapkan SIMPUSTAKA.

Begini penjabarannya, perpustakaan KemenPU sebenarnya merupakan sebuah network perpustakaan, yang memfasilitasi informasi bahan pustaka yang dimiliki oleh masing-masing Unit Perpustakaan melalui SIMPUSTAKA KemenPU. Lokasi fisik Perpustakaan KemenPU ini tersebar di masing-masing Satuan Administrasi Pangkal (Satminkal) di lingkungan KemenPU, dimana masing-masing Unit Perpustakaan dapat sharing data secara online atas bahan pustaka, khususnya hasil-hasil studi yang dimiliki ke server SIMPUSTAKA yang tersimpan di Pusdata. Jadi, jaringan SIMPUSTAKA dapat diakses dengan mudah oleh pengguna dari mana saja (berbasis web), yang akan memberikan informasi dan pencarian hasil-hasil studi maupun literatur yang dapat dilakukan dengan menggunakan kata kunci, seperti judul, penulis, penerbit, tahun terbit, subyek, abstraksi, dan lokasi pustaka.

Selain itu, koleksi Perpustakaan KemenPU terbilang sangat lengkap, yang meliputi keteknikan Bidang SDA, Jalan dan Jembatan, Permukiman dan Perumahan, Penataan Ruang, serta informasi umum lainnya. Sebut saja misalnya, koleksi buku (mulai dari Buku Langka atau Naskah Kuno yang diterbitkan sejak tahun 1757 silam, hingga terbitan paling aktual), Laporan Hasil Studi, Standar Konstruksi dan Bangunan (SNI), Standar Asing (ASTM, DIN, AASHTO), makalah, majalah atau guntingan berita, audio visual, dan masih banyak lagi. Fantastisnya, hingga pertengahan Mei 2014, jumlah total koleksi Perpustakaan KemenPU telah mencapai 67.193 pustaka.

Diantara Buku Langka yang dimaksud adalah buku berjudul Description Des Trois Formes Du Port De Brest karya M. Choquet yang diterbitkan oleh Romain Malssis pada tahun 1757. Juga, buku berjudul The Canals Of Irrigation karya Baird Smith F.G.S yang diterbitkan William Black Wood & sons pada tahun 1815. Sedangkan buku berjudul Geologische Beschrijving Java en Madoera karya Verbeek dengan penerbit Joh. G. Stemler Cz pada tahun 1896.

[caption id="attachment_335993" align="aligncenter" width="580" caption="Sampul muka beberapa Buku Langka koleksi Perpustakaan KemenPU yang tetap terawat dengan baik. (Foto: pustaka.pu.go.id)"]

13999188641795929428
13999188641795929428
[/caption]

Di sisi lain, pada 18 April 2014 kemarin, Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU No.43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Boleh dibilang, PP ini sudah dinanti-nantikan kehadirannya sejak tujuh tahun lalu.

Mengacu kepada UU tentang Perpustakaan itu, Perpustakaan KemenPU termasuk dalam kategori Perpustakaan Khusus, yakni perpustakaan yang diperuntukkan secara terbatas bagi pemustaka di lingkungan lembaga pemerintah, lembaga masyarakat, lembaga pendidikan keagamaan, rumah ibadah, atau organisasi lain. Dan sesuai pasal 26, kewajiban Perpustakaan Khusus adalah memberikan layanan kepada pemustaka di lingkungannya, dan secara terbatas memberikan layanan kepada pemustaka di luar lingkungannya.

Mengenai layanan secara terbatas kepada pemustaka di luar lingkungan KemenPU, penulis telah membuktikannya sendiri, ketika pada Selasa, 29 April 2014, menyempatkan diri berkunjung ke Perpustakaan KemenPU yang ada di Gedung Pusdata, bersebelahan dengan Gedung Heritage. Waktu itu, penulis mendapatkan layanan yang sangat prima dari staf pustakawan, guna pencarian koleksi buku-buku yang ingin dibaca bahkan di-fotokopi, tapi tidak untuk dipinjamkan atau dibawa pulang ke rumah. Hal ini wajar, lantaran penulis memang bukan berasal dari lingkungan KemenPU.

Sedangkan sesuai aturan PP No.24 Tahun 2014, berbagai Standar Perpustakaan Nasional yang terdiri dari standar koleksi perpustakaan, sarana dan prasarana, pelayanan perpustakaan, tenaga perpustakaan, penyelenggaraan, dan pengelolaan, kiranya sudah pasti terpenuhi oleh Perpustakaan KemenPU. Ambil contoh, pasal 19 ayat 1 dan 2, yang mengatur kriteria minimal standar sarana dan prasarana perpustakaan yaitu harus memiliki lahan, gedung, ruang, perabot, dan peralatan, yang memenuhi aspek teknologi, konstruksi, ergonomis, lingkungan, kecukupan, efisiensi, dan efektivitas.

Semua persyaratan tersebut, tentu saja telah dipenuhi oleh Perpustakaan KemenPU, yang faktanya memang telah memiliki berbagai fasilitas, mulai dari Ruang Multimedia, Ruang Baca, Tempat Penyimpanan Barang/Loker, Komputer yang memiliki akses internet, dan tak ketinggalan layanan fotokopi.

[caption id="attachment_335995" align="aligncenter" width="533" caption="Perpustakaan KemenPU termasuk kategori Perpustakaan Khusus berdasarkan UU No.43/2007 tentang Perpustakaan. Berbagai aturan mengenai Standar Perpustakaan Nasional seperti termuat dalam PP No.24/2014 yang menjelaskan UU tentang Perpustakaan sebelumnya, sudah dipenuhi oleh Perpustakaan KemenPU ini. (Foto: Gapey Sandy)"]

13999193561461035994
13999193561461035994
[/caption]

Kalau pun, sesuai PP tadi, masih ada yang mungkin harus dipertegas ulang, adalah terkait standar tenaga perpustakaannya. Karena, sesuai pasal 31, pustakawan harus memiliki kriteria minimal mengenai kualifikasi akademik (minimal D-II dalam bidang perpustakaan, atau minimal D-II di luar bidang perpustakaan dengan catatan lulus pendidikan dan pelatihan bidang perpustakaan), kompetensi (profesional dan personal), dan sertifikasi (memiliki sertifikat kompetensi). Apabila standar tenaga perpustakaan di Perpustakaan KemenPU telah terpenuhi, tentu akan lebih baik seandainya profil para pustakawan tersebut turut dicantumkan nama dan keterangan kompetensinya, dalam jendela Profil di laman milik pengelola Perpustakaan KemenPU.

Jujur saja, saat berada di Ruang Baca Perpustakaan KemenPU, ingin rasanya berlama-lama dan menghabiskan panjangnya hari. Maklum, dengan kelengkapan informasi dan data yang penulis butuhkan, termasuk koleksi Buku Langka yang dimiliki, rasanya semakin terngiang luncuran kalimat ajakan dari Kepala Sub Bidang Pepustakaan KemenPU, Sambiyo, sewaktu mengulurkan kartu nama miliknya kepada penulis, "Sering-seringlah datang ke perpustakaan kami," tuturnya.

Akhirnya, idealisme keberadaan Perpustakaan KemenPU, tidak saja terbukti secara nyata melalui pengejawantahan pelayanan yang prima, namun sudah terpatri dalam tekad guna menghargai perpustakaan itu sendiri. "Mengenai rencana pembangunan Museum dan Perpustakaan di Kantor KemenPU, hal ini dikarenakan kita ini ingin selalu menjadi orang yang waras. Orang waras itu artinya masih mengingat akan masa lalu, atau ada keterkaitan dengan masa lalu. Kalau orang yang gila, pasti sudah akan lupa dengan masa lalunya. Nah, karena kita ingin menjadi orang waras, maka sudah barang tentu, kita selalu ingin memelihara hasil-hasil kerja di masa-masa yang lalu secara lebih baik. Karena itulah, pentingnya membangun Museum dan Perpustakaan di sepanjang lantai dua Gedung Heritage itu," ujar Ir Taufik Widjoyono MSc selaku Staf Ahli Menteri PU bidang Keterpaduan Pembangunan membuat sebagian peserta Nangkring Bareng berdecak kagum.

Ya, capaian kinerja dan infrastruktur PU sejauh ini memang sangat mengagumkan, sementara keberadaan Perpustakaan KemenPU, tak dapat dipungkiri, begitu mencerdaskan!

o o O o o

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun