Mohon tunggu...
Gan Pradana
Gan Pradana Mohon Tunggu... Dosen - Hobi menulis dan berminat di dunia politik

Saya orang Indonesia yang mencoba menjadi warga negara yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Cara "Mematikan" Ahok Lewat Jalur Konstitusi

19 April 2016   15:42 Diperbarui: 19 April 2016   22:10 2863
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

PERKIRAAN orang bodoh bin idiot bahwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)  bakal digoyang lewat jalur “konstitusi” akhirnya menjadi kenyataan. Komisi Pemilihan Umum (KPU) berancang-ancang akan mengeluarkan peraturan surat/formulir dukungan buat calon gubernur perseorangan (independen) harus disertai/ditempeli meterai.

Jika memang draf aturan yang telah disiapkan itu nanti disetujui, maka konsekuensinya, Teman Ahok yang sampai sekarang getol mengumpulkan KTP dukungan buat Ahok, lagi-lagi harus memulainya dari nol.

Hingga siang ini (Selasa 19 April 2016), KTP dukungan yang dikumpulkan Teman Ahok telah mencapai 630.834. Sebelumnya, anak-anak muda itu telah mengumpulkan KTP dukungan untuk Ahok sebanyak 784.977. Namun, karena yang tercantum di formulir baru nama Ahok, maka pengumpulan KTP dukungan yang telah mencapai lebih dari 780.000 itu tidak dilanjutkan.

Teman Ahok – dibantu Muda Mudi Ahok dari Partai NasDem -- memulainya lagi mengumpulkan KTP dukungan dari awal setelah  formulir dilengkapi dengan nama calon wakil gubernur Heru Budi Hartono. Dengan militansi yang luar biasa, Teman Ahok berhasil mengumpulkan KTP sebanyak 630.834 (hingga siang ini).

Perolehan KTP dukungan  sementara itu melebihi target minimal yang disyaratkan bagi calon perseorangan, yaitu 532.000. Perolehan ini seharusnya sudah cukup bagi politikus dari Partai Gerindra, Habiburokhman, untuk memanjat Monas dan terjun dari ketinggian 132 meter.

Lha, iya, dong! Pasalnya, lebih dari sebulan lalu, laki-laki ini bernazar akan terjun bebas dari Monas jika Teman Ahok berhasil mengumpulkan KTP dukungan yang memungkinkan Ahok maju menuju DKI-1 lewat jalur perseorangan (independen).

Tapi dasar politikus! Ia  cuma bisa mengumbar sesumbar. Saat wartawan menagih janjinya kapan akan lompat indah dari Monas, Habiburokhman malah sewot. Tak peduli dengan ingkar janji sang politikus, Teman Ahok terus mengumpulkan KTP dukungan dengan target 1.000.000.

Jika nantinya KPU memberlakukan formulir dukungan buat calon independen harus bermeterai Rp 6.000, maka Teman Ahok mesti menyiapkan Rp 6 miliar! Duit dari mana? Biaya operasional Teman Ahok selama ini hanya berasal dari jualan cindera mata, seperti kaos, gelang, jaket dan sejenisnya.

Tempo hari di kompasiana, saya pernah menulis bahwa Ahok dan para pendukungnya ibarat David yang sedang berhadapan dengan Goliath (pembenci Ahok). KPU dalam ajang pilkada adalah “penguasa” yang bisa mengatur segalanya. Ia bagian dari Goliath yang bernafsu meluluhlantakkan David. KPU punya kuasa untuk mempermainkan konstitusi. Jika ada yang protes, lembaga ini punya wewenang untuk bicara: “memangnya kamu siapa?”

Sebagaimana diberitakan media kemarin,  KPU menginginkan surat pernyataan dukungan terhadap calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah (berlaku juga buat pilkada di DKI Jakarta) ditambahkan meterai. Hal itu tercantum dalam draf Perubahan Kedua atas Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Pemilihan Kepala Daerah.

Kompas.com memberitakan, draf itu ditambahkan satu ayat. Dalam Pasal 14 ayat (8) disebutkan bahwa meterai dibubuhkan pada perseorangan, dalam surat pernyataan dukungan dihimpun secara perseorangan atau materai dibubuhkan pada dokumen kolektif per desa, dalam surat pernyataan dukungan dihimpun kolektif per desa.

Lagi-lagi orang bodoh bin idiot dengan gampang menebak, itu sih akal-akal dari para pelawan Ahok agar kubu Ahok mati kutu. Jika aturan itu diberlakukan, mau tidak mau Teman Ahok harus mengulangi mengumpulkan  KTP dukungan dari nol, sebab formulir dukungan buat Ahok yang telah terkumpul sebanyak 630.834 itu belum bermeterai.

Orang yang nggak pernah sekolah pun tahu, itu hanya akal-akalan untuk menekuk Ahok setelah para pelawan mantan bupati Belitung Timur itu gagal total merobohkan Ahok lewat berbagai cara, mulai dari fitnah yang amat keji dan murahan hingga ke soal-soal yang amat canggih dan terkesan “konstitusional” seperti pembelian tanah RS Sumber Waras dan reklamasi Teluk Jakarta.

Para cerdik pandai dan mereka yang tak pernah sekolah pun  berceloteh, “memberlakukan syarat pada surat dukungan kok nanggung amat, sih? Niat untuk mendongkel Ahok kok setengah malu begitu.”

Mereka kemudian mengajukan usulan lebih konkret agar Ahok dan Teman Ahok benar-benar tak berkutik dan gagal total “nyalon” DKI-1 pada Pemilu Serentak 2017, yaitu:

1. Surat/formulir  dukungan salain harus dibubuhkan meterai, harus dilampiri kartu keluarga. Alasan “konstitusional”: Untuk menghindari warga DKI Jakarta yang menyusup.

2. Pendukung harus sudah lunas bayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Alasan: Lha, gimana mau mendukung Ahok kalau belum bayar PBB, padahal PBB, kan, diperlukan untuk membangun Jakarta. Warga Jakarta harus bisa menjadi teladan bagi warga kota lain.

3. Lampirkan pasfoto terbaru ukuran 4 X 6. Alasan: Foto yang tertera di KTP (apalagi fotokopinya) tidak jelas. Semuanya harus transparan gitu loh?

4. Lampirkan fotokopi ijazah terakhir. Alasan: Untuk mengetahui latar belakang pendidikan para pendukung. Ini penting agar jangan sampai ada manipulasi dukungan. Siapa tahu ada pendukung yang menyerahkan KTP karena dihasut. Saat KPU melakukan verifikasi, yang bersangkutan harus bisa menunjukkan ijazah asli yang telah dilaminating.

5. Surat keterangan dari RT/RW dan Kelurahan bahwa pendukung (Ahok) adalah benar-benar warga Jakarta dan akan memberikan dukungan kepada sang calon.

6. Lampirkan surat nikah jika pendukung calon independen sudah menikah. Alasan: Jangan sampai kerukunan rumah tangga retak hanya gara-gara suami dan istri punya pilihan yang berbeda.

7.  Lampirkan sehelai rambut dalam formulir dukungan. Alasan: Untuk memastikan bahwa nama yang tertera dalam surat dukungan adalah benar-benar yang bersangkutan. Rambut diperlukan untuk keperluan DNA.

8. Sidik jari. Alasan: Untuk memastikan bahwa yang bersangkutan memang “pemilik” surat dukungan buat sang calon.

9. Surat kelakuan baik yang dikeluarkan Polri. Alasan: Jangan sampai teroris atau anak buah Santoso menyusup memilih cagub (Ahok). Surat kelakuan baik ini harus ditandatangani langsung oleh Kapolri. Ya, Kapolri.

10. Lampirkan NPWP. Alasan: Masa sih pendukung Ahok nggak punya NPWP, malu dong? Juga untuk memudahkan pengecekan para pendukung tertib bayar pajak nggak? Sekaligus untuk melacak ada nggak pendukung Ahok yang menghindari bayar pajak dan menyimpan uang di Panama. Cukup Ketua BPK saja yang main Panama Papers.

Nah, ini penting! Syarat-syarat di atas sebaiknya tidak dimuat sekaligus dalam draf yang disiapkan KPU. Tapi harus dicicil, sehingga ada alasan bagi KPU atau DPR untuk merevisi undang-undang dan peraturan  setiap bulan hingga pendaftaran bakal calon kepala daerah (gubernur) berakhir. Dengan begitu,  Teman Ahok dan calon gubernur yang didukung semakin klojotan.

Itulah cara “konstitusional” paling jitu untuk “mematikan” Ahok.[]  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun