KASUS “papa minta saham” sebenarnya sudah terang benderang setelah Menteri ESDM Sudirman Said dan Presdir PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin “diadili” di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Tapi sebagian anggota MKD berupaya mementahkan kasus tersebut.
Ibarat sebuah persidangan di pengadilan, pelaku utama dalam kasus itu, Setya Novanto, mengerahkan “pengacara” yang mati-matian membela bahwa Ketua DPR itu tidak bersalah, dan karenanya kasus menghebohkan itu harus ditutup. Tak setitik noda pun melekat pada sosok Novanto.
Para “pengacara” Novanto di forum persidangan MKD itu adalah para sahabatnya di Fraksi Golkar, yaitu Abdul Kahar Muzakir, Ridwan Bae dan Adies Kahar. Tak cukup, ketiganya juga mendapat sokongan “pengacara” dari fraksi lain, yaitu Zainut Tauhid (PPP) dan Sufni Dasco Ahmad (Gerindra).
Mereka dalam dua hari sidang di MKD berusaha mematahkan serangan lawan dan membela mati-matian Novanto dengan memojokkan Sudirman Said dan Maroef Sjamsoeddin.
Intinya, mereka menganggap Sudirman bukan pihak yang layak mengadukan kasus “papa minta saham” ke MKD, dan menuding Maroef lancang merekam pembicaraan tanpa izin ke pihak terkait (Setya Novanto dan Muhammad Riza Chalid). Oleh sebab itu keduanya layak dipolisikan karena mencemarkan “nama baik” para pihak.
Apa pun dalih konco-konco Novanto, publik dengan gampang menyimpulkan bahwa kasus “papa minta saham” sudah terang benderang: Novanto berkomplot mencari keuntungan sendiri dalam kasus perpanjangan kontrak PT Freeport. Baguslah Sudirman Said tidak memerkarakan Novanto lewat jalur hukum, tapi cukup lewat urusan rumah tangga DPR.
Jika tidak ada perubahan agenda, MKD masih akan mendengar keterangan Muhammad Riza Chalid (MRC) dan mengonfirmasi (memeriksa) Setya Novanto. Seharusnya, Kamis (3 Desember) kemarin, MRC yang pengusaha minyak itu, menghadap MKD untuk didengar keterangannya. Tapi, yang bersangkutan tidak hadir. Entah, dia sedang bersembunyi di mana, atau jangan-jangan sedang mengatur strategi atau menyusun “skenario” sandiwara di depan MKD.
Sementara Setya Novanto sedang sibuk mengurus putrinya yang baru saja menikah dan akan mengadakan resepsi supermewah di Hotel Mulia dengan mengundang 4.000-5.000 tamu.
Apakah masih perlu MKD mendengar kesaksian MRC? Jika pun MKD tetap menghadirkan MRC, saya coba berimaginasi dan sangat mungkin dialog-dialog di sidang MKD akan seperti ini:
Abdul Kahar Muzakir (AKM): Pertama-tama saya harus memberikan apresiasi kepada Saudara yang meskipun sibuk sebagai pengusaha minyak, Saudara masih bersedia memenuhi undangan forum yang mulia ini untuk mengklarifikasi kasus yang antara lain memfitnah nama baik Saudara. Benarkah Saudara hadir dalam pertemuan yang di dalamnya ada Yang Mulia Bapak Setya Novanto dan Sdr Maroef Sjamsoeddin?
Muhammad Riza Chalid (MRC): Terimakasih yang mulia. Saya benar-benar tersanjung bisa memenuhi undangan MKD untuk mengklarifikasi masalah yang mengait-ngaitkan nama baik saya sebagai pengusaha minyak yang telah memberikan sumbangsih besar bagi negara.
Menyimak berita-berita di media massa, terutama di media sosial, saya benar-benar telah dizalimi. Apa sebenarnya salah dan dosa saya yang mulia? Semua itu saya lakukan demi masa depan Papua dan Indonesia.
Benar yang mulia. Dari penjelasan saya tadi, saya memang hadir dalam pertemuan itu.
AKM: Baik, saya bisa pahami perasaan Saudara. Masyarakat, terutama para netizen memang tidak punya etika, juga itu mereka yang mengaku penegak hukum yang mengatakan Saudara telah melakukan pemufakatan jahat. Saudara tidak melakukan pemufakatan jahat, kan dalam kasus yang membawa-bawa nama Saudara?
MRC: Benar yang mulia. Saya tidak punya niat berbuat jahat. Tidak ada! Tidak ada pemufakatan jahat. Saya diminta hadir dalam pertemuan itu untuk membantu proses perpanjangan kontrak PT Freeport agar berjalan lancar. Bahwa dari sana saya mendapat fee, apakah salah? Sebagai pengusaha, memperoleh fee dari transaksi bisnis, kan wajar?
Jika memang saya bermufakat jahat, untuk apa saya memenuhi panggilan para anggota dewan yang mulia dan menghadiri persidangan terbuka ini? Buat saya tentu lebih baik saya melarikan diri ke luar negeri. Aman.
Dalam kasus ini, saya benar-benar difitnah. Saya akhirnya baru tahu, fitnah ternyata lebih kejam daripada tidak memfitnah, eh .. maaf lebih kejam daripada membunuh.
AKM: Ya, ...ya...ya, saya bisa memaklumi perasaan Saudara. Apakah Saudara tahu dalam pertemuan itu, Maroef merekam pembicaraan yang Saudara lakukan?
MRC: Saya tidak tahu yang mulia. Saya tidak menyangka Maroef berbuat “teganya, teganya, teganya”. Maklumlah dia pernah bertugas di BIN. Dia ternyata begitu tega mengkhianati kami.
AKM: Dalam rekaman, Yang Mulia Bapak Setya Novanto sama sekali tidak menyebut tentang pembagian saham 11 persen untuk presiden dan 9 persen untuk wakil presiden. Tapi angka itu keluar dari Saudara. Benarkah faktanya seperti itu?
MRC: (dia mikir dulu). Benar yang mulia. Angka itu memang ide saya. Tapi, saya dan Pak Setya Novanto tidak pernah menyebut bahwa kami minta jatah dari pembagian saham itu, lho. Saya mengajukan angka itu justru untuk menghormati karena jabatan presiden dan wakil presiden adalah simbol negara.
Kalau pun dari pembagian saham itu kami berdua kecipratan, masa sih kami tolak. Itu namanya rezeki. Pamali kalau kami tolak.
AKM: Saya percaya dengan apa yang Saudara sampaikan. Pimpinan kami Bapak Setya Novanto memang tidak sanaif seperti yang ramai diberitakan dengan sebutan “papa minta saham” itu. Beliau orangnya baik, jujur dan bertanggung jawab. Beliau tidak rakus. Beliau pantas diteladani. Dia pengusaha yang punya integritas.
Saya minta lagi ketegasan dari Saudara, Bapak Setya Novanto tidak minta-minta saham, kan ke Freeport? Mohon Saudara Muhammad Riza Chlalid jawab dengan jujur.
MRC: (dia mikir lagi beberapa saat). Benar yang mulia. Pak Novanto tidak minta saham.
AKM: Baik, cukup. Terimakasih atas jawaban Saudara.
GILIRAN RIDWAN BAE (RB) DIBERI KESEMPATAN BERTANYA.
RB: Seperti Yang Mulia Bapak Muzakir tadi, saya juga memberikan penghargaan yang tinggi kepada Saudara Muhammad Riza Chalid yang akhirnya datang untuk didengar kesaksiannya dalam sidang mulia ini, padahal kami tahu, Saudara sangat sibuk mengurus negara ini melalui kiprah Saudara di dunia perminyakan.
Sejak kapan Saudara mengenal Yang Mulia Bapak Setya Novanto dan apa kelebihan Beliau?
MRC: Saya sudah lama mengenal Bapak Novanto. Tapi, persisnya saya lupa yang mulia. Saya akhirnya berteman dengannya, sebab seperti apa yang pernah dikatakan pengusaha Soedwikatmono, bahwa di Indonesia hanya ada pengusaha hebat dan pandai melobi, yaitu Djoko Tanjdra dan Setya Novanto. Saya jadi ingin tahu siapa sebenarnya Pak Novanto. Dalam sebuah kesempatan akhirnya saya berkenalan dengan Beliau.
Saya percaya bahwa dalam upaya membantu negara berkaitan dengan kekayaan yang ada di bumi Papua yang selama ini dikelola Freeport, Pak Novanto adalah orang yang cocok. Dia seorang pengusaha yang kebetulan mendapat kepercayaan rakyat menjadi anggota DPR dan dipercaya pula oleh rakyat untuk duduk sebagai Ketua DPR. Sungguh, ini sangat membanggakan tidak saja bagi rakyat NTT yang memilihnya, tapi juga rakyat Indonesia.
RB: Rekaman pembicaraan yang beredar di masyarakat memang mengejutkan dan pelakunya yang menyebarluaskan harus dihukum. Terhadap rekaman itu, Yang Mulia Bapak Setya Novanto telah memberikan penjelasan kepada pers bahwa dia tidak mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden. Alasannya, Presiden dan Wapres adalah simbol negara. Apakah Saudara setuju dengan apa yang disampaikan Yang Mulia Bapak Setya Novanto?
MRC: Betul yang mulia, saya setuju dengan apa yang disampaikan Bapak Novanto. Kami tidak mungkin menjual negara. Presiden dan Wapres adalah simbol negara. Kami akan tetap jaga simbol-simbol negara itu. Sekali lagi Pak Novanto tidak senaif seperti yang dituduhkan kepadanya selama ini. Itu fitnah! Saya heran mengapa pejabat macam Sudirman Said terpengaruh dengan konspirasi jahat untuk menjatuhkan kami dan kemudian mengadukan ke MKD yang mulia ini. Padahal dia seorang menteri. Saya tidak habis pikir.
RB: Benar Saudara, saya juga tidak habis pikir mengapa Sudirman Said lancang mengadukan perjuangan Saudara dan membelokkan bahkan mempolitisir perjuangan dan cita-cita mulia Saudara dan Bapak Novanto ke MKD yang sangat mulia ini.
Menurut Saudara pantaskah Sudirman Said mengadukan perjuangan Saudara dan Yang Mulia Bapak Setya Novanto ke MKD? Kalau menurut saya menteri tidak pada tempatnya melaporkan kasus yang kini menimpa Saudara ke MKD. Setujukah Saudara?
MRC: Ya, saya setuju dengan yang mulia. Sekali lagi, semua itu kami lakukan demi bangsa dan negara, bukan demi perut kami. Dalam sehari, seperti dikatakan Wakil Presiden Jusuf Kalla, kami sudah terbiasa makan empat kali, kok. Jadi buat apa kami minta saham?
RB: Ah, baik sekali Saudara. Pemikiran Saudara sama dengan pemikiran kami para anggota MKD yang mulia. Jadi konkretnya Yang Mulia Bapak Setya Novanto tidak minta saham, kan?
MRC: Benar, yang mulia. Pembicaraan yang ada di transkrip rekaman itu sudah dipelintir oleh pihak-pihak yang tidak ingin negeri ini maju. Mereka tidak ingin negeri ini tenang karena memang bertujuan mengganggu stabilitas nasional.
SIDANG KEMUDIAN MEMBERI KESEMPATAN KEPADA ADIES KAHAR (AK) JUGA DARI FRAKSI GOLKAR UNTUK BERTANYA KEPADA MUHAMMAD RIZA CHALID.
AK: Setujukah Saudara jika ada banyak pihak yang menyebut kasus yang disiniskan dengan julukan “papa minta saham” ini sebagai konspirasi menjual negara dan Saudara ada di dalamnya?
MRC: Jelas saya tidak setuju yang mulia.
AK: Oh, ya sudah, saya juga tidak setuju. Kok, bisa sama, ya kita?
MRC: Ya, terang dong Yang Mulia. Kita, kan satu kubu.
AK: Oke, sependapatkah Saudara bahwa Menteri ESDM Sudirman Said tidak etis melaporkan perjuangan mulia Saudara dan Yang Mulia Bapak Setya Novanto ke MKD dan kemudian bikin heboh seantero negeri?
MRC: Saya sependapat yang mulia. Menteri ESDM memang tidak pantas berstatus sebagai pengadu dalam kasus ini.
ANGGOTA MKD DARI FRAKSI PPP ZAINUT TAUHID (ZT) MENGINTERUPSI MEMOTONG JAWABAN MUHAMMAD RIZA CHALID DAN LANGSUNG MENGAJUKAN PERTANYAAN.
ZT: Kalau begitu menurut Saudara, berdosakah Sudirman Said yang telah lancang main potong mengadu ke MKD yang mulia ini?
MRC: Ya, jelas dong. Sudirman Said yang harus menanggung dosa, karena bikin negeri kacau balau dan cita-cita mulia kami gagal total. Coba kalau keadaannya seperti ini, siapa yang harus bertanggung jawab? Memangnya dia bisa menyelesaikan persoalan-persoalan dalam kaitannya dengan PT Freeport?
ZT: Baiklah kalau begitu, saya akan imbau agar Menteri ESDM Sudirman Said bertobat.(Bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H