Menyimak berita-berita di media massa, terutama di media sosial, saya benar-benar telah dizalimi. Apa sebenarnya salah dan dosa saya yang mulia? Semua itu saya lakukan demi masa depan Papua dan Indonesia.
Benar yang mulia. Dari penjelasan saya tadi, saya memang hadir dalam pertemuan itu.
AKM: Baik, saya bisa pahami perasaan Saudara. Masyarakat, terutama para netizen memang tidak punya etika, juga itu mereka yang mengaku penegak hukum yang mengatakan Saudara telah melakukan pemufakatan jahat. Saudara tidak melakukan pemufakatan jahat, kan dalam kasus yang membawa-bawa nama Saudara?
MRC: Benar yang mulia. Saya tidak punya niat berbuat jahat. Tidak ada! Tidak ada pemufakatan jahat. Saya diminta hadir dalam pertemuan itu untuk membantu proses perpanjangan kontrak PT Freeport agar berjalan lancar. Bahwa dari sana saya mendapat fee, apakah salah? Sebagai pengusaha, memperoleh fee dari transaksi bisnis, kan wajar?
Jika memang saya bermufakat jahat, untuk apa saya memenuhi panggilan para anggota dewan yang mulia dan menghadiri persidangan terbuka ini? Buat saya tentu lebih baik saya melarikan diri ke luar negeri. Aman.
Dalam kasus ini, saya benar-benar difitnah. Saya akhirnya baru tahu, fitnah ternyata lebih kejam daripada tidak memfitnah, eh .. maaf lebih kejam daripada membunuh.
AKM: Ya, ...ya...ya, saya bisa memaklumi perasaan Saudara. Apakah Saudara tahu dalam pertemuan itu, Maroef merekam pembicaraan yang Saudara lakukan?
MRC: Saya tidak tahu yang mulia. Saya tidak menyangka Maroef berbuat “teganya, teganya, teganya”. Maklumlah dia pernah bertugas di BIN. Dia ternyata begitu tega mengkhianati kami.
AKM: Dalam rekaman, Yang Mulia Bapak Setya Novanto sama sekali tidak menyebut tentang pembagian saham 11 persen untuk presiden dan 9 persen untuk wakil presiden. Tapi angka itu keluar dari Saudara. Benarkah faktanya seperti itu?
MRC: (dia mikir dulu). Benar yang mulia. Angka itu memang ide saya. Tapi, saya dan Pak Setya Novanto tidak pernah menyebut bahwa kami minta jatah dari pembagian saham itu, lho. Saya mengajukan angka itu justru untuk menghormati karena jabatan presiden dan wakil presiden adalah simbol negara.
Kalau pun dari pembagian saham itu kami berdua kecipratan, masa sih kami tolak. Itu namanya rezeki. Pamali kalau kami tolak.