Mohon tunggu...
Gan Pradana
Gan Pradana Mohon Tunggu... Dosen - Hobi menulis dan berminat di dunia politik

Saya orang Indonesia yang mencoba menjadi warga negara yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sorak-sorak Bergembira Pasca Rio Tersangka

16 Oktober 2015   17:30 Diperbarui: 16 Oktober 2015   17:54 1100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

SORAK-SORAK bergembira. Itulah yang kini dirasakan dan dilakukan lawan-lawan politik Surya Paloh (Partai NasDem) setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sekjen Partai NasDem , Patrice Rio Capella, sebagai tersangka dalam kasus bantuan sosial (bansos) yang melibatkan Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujonugroho.

Diakui atau tidak diakui, lawan-lawan politik Surya Paloh – juga mereka yang tidak suka dengan tokoh pluralis ini – berharap mudah-mudahan bos Media Group itu segera diperiksa KPK dan segera ada pengumuman dari lembaga antirasuah itu (biasanya disampaikan oleh Johan Budi) bahwa Surya Paloh terlibat dalam kasus tersebut.

Namun, harapan itu tampaknya belum atau sangat mungkin tidak terwujud, sebab Paloh menyatakan tidak tahu menahu dengan apa yang dilakukan sang sekjen (menerima “uang recehan”/tips dari Gatot sebesar Rp 200 juta) yang disebut-sebut sebagai biaya untuk “mengamankan” Gatot yang masih aktif sebagai petinggi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Banyak orang, terutama mereka yang dekat dengan Paloh, yakin bahwa Surya Paloh tidak mungkin sudi bermain dengan hal-hal seperti itu yang pasti bakal menistakan nama besarnya. Oleh sebab itu, kita pisa pahami jika dia menyatakan prihatin dan sedih manakala kasus yang melibatkan anak buahnya itu terkuak ke publik dan akhirnya Rio ditetapkan sebagai tersangka.

Saat Rio selesai diperiksa sebagai saksi oleh KPK, menjawab pertanyaan pers, Surya Paloh bahkan menyatakan siap dipanggil KPK jika memang KPK mencurigai atau menduga sosoknya berada dalam pusaran kasus Gatot. Info yang berkembang di partai pengusung restorasi itu, Surya Paloh bahkan minta kepada orang kepercayaannya untuk memeriksa orang-orang di sekitar partai yang siapa tahu menerima “upeti” dari Gatot.

Menutup mata terhadap itu semua, para lawan politik NasDem (Surya Paloh) membabi buta mem-bully Paloh dan NasDem dengan berbagai cara melalui media sosial dan media mainstream. Kemarin petang (Kamis 15/10), ada stasiun televisi yang memberitakan kasus Rio yang dibungkus dengan tema/judul: “Nasdem di Pusaran Korupsi.”

Sejumlah media online dan media cetak juga memanfaatkan kasus Rio Capella sebagai rehat untuk mengesampingkan Kode Etik Jurnalistik dan “menghakimi” NasDem/Surya Paloh guna “meyakinkan” publik bahwa Paloh dan partai yang dipimpin tak ubahnya partai terdahulu, seperti Demokrat, PKS, PPP, Golkar yang para petingginya doyan uang haram.

Jika berita-berita yang dikemas media massa di atas bersemangat dalam rangka ikut berpartisipasi memberantas korupsi, kita tentu layak memberikan apresiasi. Pasalnya, korupsi yang telah memenjara dan melumpuhkan bangsa ini memang sudah amat sangat keterlaluan. Korupsi sudah benar-benar mendarah daging dan sel-selnya sudah masuk ke tulang sumsum bangsa.

Tetapi jika semangatnya sekadar balas dendam, sungguh, kita patut prihatin. Saya menduga eforia “sorak-sorak bergembira” yang dikumandangkan para lawan politik Partai NasDem dan khususnya Paloh lantaran mereka sebal dengan gaya berpolitik Partai NasDem yang diakui atau tidak membuat banyak partai dan para tokohnya mati kutu.

Sebagaimana kita ketahui, pasca-pemilu legislatif dan pemilu presiden, Partai NasDem mengeluarkan gebrakan yang tidak populer, seperti:

  1. Menolak dana saksi pemilu legislatif 2014.
  2. Menolak dana bantuan rutin bagi partai politik.
  3. Menolak pembangunan/renovasi gedung DPR yang dianggarkan hingga triliuan rupiah.
  4. Menolak dana aspirasi bagi para anggota DPR.
  5. Tidak memungut uang kepada para anggota Fraksi Partai NasDem, baik yang duduk di DPR-RI, maupun DPRD.
  6. Tidak meminta uang mahar kepada para calon gubernur, bupati dan wali kota.
  7. Menolak dan akan mengembalikan uang tunjangan bagi anggota Fraksi NasDem di DPR.

Diakui atau tidak, kebijakan Partai NasDem di atas secara tidak langsung “menampar” partai-partai politik yang selama ini asyik dengan pemanjaan-pemanjaan seperti itu. Partai NasDem dianggap tidak menghormati solidaritas, sok tahu, dan sok kaya. Ada yang bilang Partai NasDem munafik.

Oleh sebab itu, lagi-lagi kita bisa pahami jika ketika partai ini, lewat sekjennya, tersandung kasus Gatot dengan bansos-nya, semua telunjuk mengarah ke NasDem dan Surya Paloh.

Mereka tidak peduli siapa sebenarnya Rio Capella dan mengapa Rio melupakan sosoknya sebagai orang penting partai dan anggota DPR, sehingga tergoda oleh permainan Gatot, petinggi PKS, partai yang selama ini (maaf) sudah terbiasa dengan permainan-permainan kotor.

Gara-gara Gatot, karier Rio ibarat panas setahun dihapus hujan sehari. Habis. Sirna. Karena tidak mau berkompromi dengan pelanggaran hukum, apalagi korupsi, dalam tempo 2,5 jam sejak Rio ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, Partai NasDem tak memberikan pengampunan buat Rio. Partai ini “merelakan” Rio mengundurkan diri, baik sebagai anggota partai, sekjen, dan sekaligus sebagai anggota DPR. Setelah itu Surya Paloh mengumumkan kepada publik tentang keberadaan Rio yang sejak itu otomatis bukan lagi orang NasDem.

Rio pasti sangat terpukul. Selama ini dia dikenal sebagai seorang politisi yang selalu ceria. Saat mengumumkan bahwa dirinya sudah menjadi tersangka di depan para  wartawan, Kamis (15/10) sore, senyumnya tak lagi kelihatan. Dia tak mampu lagi mengungkapkan canda ria.

Rio Capella  adalah salah seorang pendiri Partai NasDem yang juga telah dibesarkannya. Kariernya sebagai politisi kini hancur hanya gara-gara uang Rp 200 juta dari Gatot, orang yang secara pribadi  tidak dikenalnya.

Habis sudah wujud mimpinya sebagai anggota DPR. Sebelum bergabung ke Partai NasDem, Rio adalah anggota Partai Amanat Nasional (PAN). Pada Pemilu 2009 ia pernah mencalonkan diri menjadi anggota DPR dari PAN di daerah pemilihan kampung halamannya di Bengkulu. Gagal, “karena saya dikadalin,” katanya suatu kali.

Bersama Surya Paloh dan kawan-kawan, Rio Capella berkiprah mendirikan ormas Nasional Demokrat. Setelah Partai NasDem berdiri, ia dipercaya menjadi ketua umum. Rio pun rela “turun pangkat” menjadi sekjen setelah Partai NasDem melakukan kongres dan memilih Surya Paloh sebagai ketua umum.

Pemilu 2014 membawa keberuntungan bagi Rio. Ia terpilih duduk di Senayan. Saya tahu pasti, Rio seperti juga para calon anggota legislatif (caleg) dari partai mana pun, tentu telah mengeluarkan uang dalam jumlah yang tidak sedikit untuk bisa memenangi pemilu legislatif.

Boleh jadi, uang Rp 200 juta yang dititipkan Gatot kepada teman sang istri untuk diserahkan kepada dirinya, dianggap Rio sebagai rezeki yang turun dari langit, lumayanlah buat menutup ongkos pemilu tempo hari.

Ah, Rio teledor. Dia lupa bahwa partai politik yang didirikan punya misi melawan korupsi. Mungkin juga Rio tidak menyangka bahwa partainya begitu cepat menyelesaikan “drama” berdurasi 2,5 jam dan berujung Rio tidak punya apa-apa lagi. Semuanya lepas. Semuanya kini ditanggung sendiri.  Sepertinya, partai pun tidak menyiapkan penasihat hukum buat Rio. Yang masih bisa menghibur Rio boleh jadi adalah kata-kata Surya Paloh saat menjawab pertanyaan wartawan bahwa meskipun Rio tidak lagi menjadi anggota partai, tali silaturahmi tidak akan pernah putus.

Usianya sebagai anggota DPR cuma satu tahun. Dalam satu tahun ini, praktis Rio belum banyak berkiprah. Begitu ia mengundurkan diri jadi anggota DPR, partainya yang kini sudah ia tinggalkan pun sudah langsung menunjuk calon lain untuk pergantian antarwaktu.

Kasus Rio Capella dijadikan peluru (bahkan basoka) bagi lawan politik Paloh untuk “membunuh” Partai NasDem yang diakui atau tidak semakin moncer. Lawan politik Paloh menutup mata bahwa KPK masih belum berhasil menyelesaikan PR kasus Bank Century yang melibatkan ketua umum sebuah partai politik. Mereka bersorak-sorak gembira Rio menerima tips Rp 200 juta dari politikus PKS Gatot ketimbang negara yang kehilangan Rp 6,7 triliun dalam kasus Century.

Musuh-musuh Paloh (mungkin juga kita) dan pers lupa bahwa pada saat Rio ditetapkan sebagai tersangka, KPK  menetapkan dua tersangka korupsi lelang pengadaan atas pembangunan Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) di BPSDM Kementerian Perhubungan tahun anggaran 2011 di Jakarta dan Sorong yang merugikan negara Rp 40 miliar!

Kedua tersangka adalah Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Perhubungan, Bobby Reno Mamahit dan Kepala Pusat Sumber Daya Manusia di Ditjen Perhubungan Laut Kementerkan Perhubungan, Djoko Pramono.

Kasus Rio rupanya telah menjadi “juru selamat” bagi Bobby dan Pramono, sehingga keduanya tidak jadi bulan-bulan pers dan para netizen. Politik sorak-sorak bergembira memang kejam.[]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun