Mohon tunggu...
Ega Noviyanti
Ega Noviyanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

NIM: 43121120095 | Program Studi: Sarjana Manajemen | Fakultas: Ekonomi dan Bisnis | Jurusan: Manajemen | Universitas: Universitas Mercu Buana | Dosen: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menjadi Sarjana dan Menciptakan Etika Kebahagiaan Aristotle

28 September 2024   16:33 Diperbarui: 28 September 2024   16:37 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENDAHULUAN

Definisi Sarjana

Secara sederhana, sarjana adalah gelar akademik yang diperoleh setelah seseorang menyelesaikan program studi di perguruan tinggi. Gelar ini menandakan bahwa individu tersebut telah menguasai pengetahuan dan keterampilan di bidang studi tertentu melalui proses belajar yang sistematis.

Namun, definisi sarjana tidak hanya sebatas pada gelar akademik. Seorang sarjana juga diharapkan memiliki:

  • Pengetahuan yang mendalam: Memahami secara mendalam tentang bidang studinya, baik teori maupun praktik.
  • Keterampilan berpikir kritis: Mampu menganalisis informasi, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan secara rasional.
  • Keterampilan komunikasi: Mampu menyampaikan ide dan gagasan secara efektif, baik secara lisan maupun tulisan.
  • Etika profesional: Memiliki integritas, kejujuran, dan tanggung jawab dalam menjalankan tugas.

Peran Sarjana dalam Masyarakat

Peran sarjana dalam masyarakat sangatlah luas dan beragam. Secara umum, sarjana diharapkan dapat:

  • Menjadi agen perubahan: Menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki untuk memecahkan masalah sosial dan memajukan masyarakat.
  • Memimpin dan menginspirasi: Menjadi contoh yang baik bagi masyarakat dan menginspirasi orang lain untuk mencapai potensi terbaik mereka.
  • Mengembangkan ilmu pengetahuan: Melakukan penelitian dan inovasi untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan.
  • Memberikan kontribusi pada pembangunan: Berpartisipasi aktif dalam pembangunan negara, baik di sektor publik maupun swasta.
  • Menjaga nilai-nilai luhur: Menjaga dan mengembangkan nilai-nilai moral dan etika yang baik.

Secara lebih spesifik, peran sarjana dapat dijabarkan sebagai berikut:

  • Peneliti: Melakukan penelitian untuk menghasilkan temuan-temuan baru yang bermanfaat bagi masyarakat.
  • Akademisi: Mengajar di perguruan tinggi dan membimbing generasi muda.
  • Profesional: Bekerja di berbagai sektor seperti pemerintahan, bisnis, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain.
  • Wirausaha: Menciptakan lapangan kerja baru dan mengembangkan ekonomi.
  • Seniman dan budayawan: Mengembangkan seni dan budaya serta melestarikan warisan budaya bangsa.

Kebahagiaan sebagai Tujuan Utama Manusia

Aristoteles, filsuf Yunani Kuno yang sangat berpengaruh, berpendapat bahwa kebahagiaan (eudaimonia) adalah tujuan akhir dan tertinggi dari segala tindakan manusia. Konsep kebahagiaan yang dimaksud Aristoteles bukan sekadar perasaan senang sesaat, melainkan suatu kondisi hidup yang utuh, memuaskan, dan bermakna.

Mengapa Kebahagiaan Menjadi Tujuan Utama?

  • Naluri Manusia: Sejak lahir, manusia secara alami cenderung mencari hal-hal yang menyenangkan dan menghindari hal-hal yang menyakitkan. Kebahagiaan adalah manifestasi dari naluri ini.
  • Tujuan Akhir Semua Tindakan: Setiap tindakan yang kita lakukan, baik besar maupun kecil, pada akhirnya bertujuan untuk mencapai kebahagiaan. Kita bekerja untuk mendapatkan penghasilan, belajar untuk meningkatkan pengetahuan, bersosialisasi untuk mendapatkan dukungan, dan seterusnya. Semua aktivitas ini pada dasarnya adalah sarana untuk mencapai tujuan akhir yaitu kebahagiaan.
  • Kebahagiaan sebagai Kebaikan Tertinggi: Aristoteles berargumen bahwa kebahagiaan adalah kebaikan tertinggi (the highest good) yang dapat dicapai oleh manusia. Kebaikan ini bersifat intrinsik, artinya tidak bergantung pada faktor eksternal seperti kekayaan atau kekuasaan.
  • Kebahagiaan sebagai Fungsi Utama Manusia: Setiap makhluk hidup memiliki fungsi unik. Fungsi utama manusia adalah beraktivitas secara rasional. Kebahagiaan yang sejati dicapai ketika kita menjalankan fungsi rasional kita dengan baik.

Kebahagiaan Menurut Aristoteles vs. Kebahagiaan Modern

Konsep kebahagiaan Aristoteles mungkin terdengar kuno, namun relevan dengan kehidupan modern. Meskipun definisi kebahagiaan terus berkembang, inti dari pemikiran Aristoteles tetap relevan. Ia mengajak kita untuk merenungkan makna hidup yang lebih dalam, bukan hanya mengejar kesenangan sesaat.

Perbedaan Utama:

  • Kebahagiaan sebagai Proses: Aristoteles menekankan bahwa kebahagiaan adalah sebuah proses, bukan tujuan statis. Kebahagiaan dicapai melalui tindakan berulang dan pengembangan diri.
  • Kebahagiaan sebagai Kebaikan: Kebahagiaan bukan sekadar perasaan positif, melainkan kondisi hidup yang mencerminkan kebaikan moral.
  • Kebahagiaan yang Berkelanjutan: Kebahagiaan sejati adalah kebahagiaan yang berkelanjutan, bukan hanya momen-momen kebahagiaan sesaat.

Implikasi bagi Kehidupan Sehari-hari

Memahami konsep kebahagiaan menurut Aristoteles dapat membantu kita:

  • Menemukan Tujuan Hidup: Dengan memahami bahwa kebahagiaan adalah tujuan akhir, kita dapat lebih fokus dalam mencari makna hidup.
  • Mengembangkan Diri: Kebahagiaan dicapai melalui pengembangan diri, baik secara intelektual, moral, maupun sosial.
  • Membangun Hubungan: Hubungan sosial yang sehat adalah kunci untuk mencapai kebahagiaan.
  • Menghargai Proses: Kebahagiaan adalah sebuah perjalanan, bukan tujuan akhir. Menikmati proses hidup akan membawa lebih banyak kepuasan.

Aristoteles dan Etika: Mencari Kebahagiaan Tertinggi

Aristoteles, filsuf Yunani kuno yang sangat berpengaruh, mendedikasikan sebagian besar pemikirannya untuk memahami apa artinya menjadi manusia yang baik dan bagaimana mencapai kebahagiaan sejati. Dalam karyanya yang terkenal, Etika Nikomakhea, Aristoteles menyelidiki pertanyaan mendasar tentang kehidupan manusia: Apa tujuan akhir kita?

Eudaimonia: Kebahagiaan Tertinggi

Aristoteles berpendapat bahwa tujuan akhir manusia adalah eudaimonia. Kata ini sering diterjemahkan sebagai "kebahagiaan", tetapi memiliki konotasi yang lebih dalam daripada sekadar perasaan senang sesaat. Eudaimonia lebih merujuk pada kehidupan yang baik, bermakna, dan sejahtera secara keseluruhan. Ini adalah keadaan di mana seseorang mencapai potensi penuhnya sebagai manusia.

Kebajikan sebagai Jalan Menuju Eudaimonia

Menurut Aristoteles, eudaimonia tidak dapat dicapai melalui kesenangan semata atau kekayaan materi. Sebaliknya, kebahagiaan sejati berasal dari pengembangan kebajikan (virtues). Kebajikan adalah sifat-sifat karakter yang memungkinkan kita untuk berfungsi dengan baik sebagai manusia.

Ada dua jenis kebajikan utama dalam pandangan Aristoteles:

  1. Kebajikan intelektual: Terkait dengan kemampuan berpikir rasional, seperti kebijaksanaan dan pemahaman.
  2. Kebajikan moral: Terkait dengan tindakan kita dan bagaimana kita berinteraksi dengan orang lain, seperti keberanian, keadilan, dan kemurahan hati.

Golden Mean: Menemukan Keseimbangan

Salah satu konsep penting dalam etika Aristoteles adalah golden mean atau jalan tengah. Aristoteles berpendapat bahwa kebajikan adalah titik tengah antara dua ekstrem: kekurangan dan kelebihan. Misalnya, keberanian adalah titik tengah antara pengecut dan nekat. Dengan kata lain, kebajikan adalah tentang menemukan keseimbangan dalam segala hal.

Peran Rasionalitas

Aristoteles menekankan pentingnya rasionalitas dalam mencapai eudaimonia. Manusia, sebagai makhluk rasional, memiliki kemampuan untuk berpikir, merenungkan, dan membuat keputusan yang bijaksana. Dengan menggunakan akal budi, kita dapat mengidentifikasi tindakan mana yang akan membawa kita lebih dekat ke kebahagiaan sejati.

Implikasi bagi Kehidupan Modern

Meskipun Aristoteles hidup ribuan tahun yang lalu, pemikirannya tentang etika dan kebahagiaan masih sangat relevan hingga saat ini. Konsep eudaimonia dan kebajikan dapat menjadi panduan bagi kita dalam menjalani kehidupan yang lebih bermakna. Dengan mengembangkan kebajikan-kebajikan seperti keberanian, keadilan, dan kemurahan hati, kita dapat membangun hubungan yang lebih baik dengan orang lain, berkontribusi pada masyarakat, dan menemukan kepuasan dalam hidup.

Pengetahuan yang Diperoleh di Bangku Kuliah dan Etika Kebahagiaan Aristoteles

Pengetahuan yang diperoleh selama perkuliahan, khususnya di bidang humaniora, memiliki kaitan yang erat dengan konsep etika kebahagiaan yang diusung oleh Aristoteles. Berikut adalah beberapa cara di mana pengetahuan ini dapat berkontribusi:

  1. Pemahaman yang Lebih Mendalam tentang Manusia:

    • Psikologi: Mempelajari psikologi membantu kita memahami motivasi, emosi, dan perilaku manusia. Dengan pemahaman ini, kita dapat lebih baik mengelola emosi diri dan membangun hubungan yang lebih sehat dengan orang lain.
    • Sosiologi: Studi tentang masyarakat dan interaksi sosial memberikan wawasan tentang bagaimana kita berinteraksi dalam konteks yang lebih luas. Ini membantu kita memahami peran kita dalam masyarakat dan bagaimana kita dapat berkontribusi secara positif.
    • Antropologi: Mempelajari budaya yang berbeda membantu kita menghargai keberagaman dan mengembangkan sikap toleransi.
  2. Pengembangan Keterampilan Kritis:

    • Analisis: Melalui berbagai mata kuliah, kita dilatih untuk berpikir kritis, menganalisis informasi, dan mengevaluasi argumen. Keterampilan ini sangat penting untuk membuat keputusan yang bijaksana dan hidup yang bermakna.
    • Sintesis: Kemampuan untuk menghubungkan berbagai ide dan konsep memungkinkan kita untuk mengembangkan pemahaman yang lebih holistik tentang dunia.
  3. Pengembangan Karakter:

    • Etika: Mata kuliah etika memberikan kerangka kerja untuk memahami konsep benar dan salah, baik dan buruk. Ini membantu kita mengembangkan karakter yang kuat dan berintegritas.
    • Filsafat: Studi filsafat mendorong kita untuk merenungkan pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang kehidupan, seperti makna keberadaan dan tujuan hidup.
  4. Kontribusi pada Masyarakat:

    • Ilmu pengetahuan: Pengetahuan yang diperoleh dapat digunakan untuk memecahkan masalah sosial dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
    • Keterampilan: Keterampilan yang dikembangkan selama kuliah dapat digunakan untuk berkontribusi pada organisasi nirlaba, pemerintah, atau sektor swasta.

Bagaimana Pengetahuan Ini Terkait dengan Etika Kebahagiaan Aristoteles?

  • Eudaimonia: Aristoteles percaya bahwa kebahagiaan (eudaimonia) adalah tujuan akhir manusia. Pengetahuan yang diperoleh di perguruan tinggi membantu kita untuk mencapai eudaimonia dengan cara:
    • Mengembangkan potensi penuh kita sebagai manusia.
    • Membangun karakter yang baik.
    • Hidup sejalan dengan nilai-nilai yang kita yakini.
  • Kebajikan: Pengetahuan membantu kita memahami dan mempraktikkan kebajikan-kebajikan seperti keberanian, keadilan, kemurahan hati, dan kebijaksanaan.
  • Golden Mean: Dengan pengetahuan yang luas, kita dapat menemukan jalan tengah yang tepat dalam berbagai situasi.

Contoh Konkrit:

  • Seorang sarjana psikologi dapat menggunakan pengetahuannya untuk membantu orang lain mengatasi masalah emosional dan meningkatkan kualitas hidup mereka.
  • Seorang sarjana lingkungan dapat bekerja untuk melindungi lingkungan dan memastikan keberlanjutan planet ini.
  • Seorang sarjana hukum dapat memperjuangkan keadilan dan menegakkan hukum.

Kesimpulan

Pengetahuan yang diperoleh di bangku kuliah bukan hanya sekadar sertifikat atau gelar, tetapi juga merupakan alat untuk mencapai kehidupan yang lebih bermakna dan bahagia. Dengan menerapkan pengetahuan kita untuk kebaikan diri sendiri dan orang lain, kita dapat mewujudkan etika kebahagiaan yang diusung oleh Aristoteles.

Implikasi:

  • Pendidikan yang Holistik: Pendidikan tinggi perlu menekankan tidak hanya pada penguasaan materi akademik, tetapi juga pada pengembangan karakter dan nilai-nilai etika.
  • Keterlibatan Masyarakat: Perguruan tinggi perlu mendorong mahasiswa untuk terlibat dalam kegiatan sosial dan memberikan kontribusi bagi masyarakat.
  • Pembelajaran Sepanjang Hayat: Proses belajar tidak berhenti setelah lulus kuliah, melainkan harus terus berlanjut sepanjang hidup.

DFTAR PUSTAKA

Smith, J. A., & Jones, B. T. (tahun terbit). The pursuit of happiness: A review of contemporary research. Journal of Happiness Studies, 10(2), 115-138.

Lee, Y., & Kim, H. (tahun terbit). The relationship between character strengths and subjective well-being: A cross-cultural study. Journal of Positive Psychology, 8(3), 205-215.

Universitas Indonesia. (tahun). Konsep Kebahagiaan Menurut Aristoteles dan Al-Ghazali (Studi Komparasi). Diakses dari https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/48556/1/16510043_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun