Mohon tunggu...
Ega Noviyanti
Ega Noviyanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

NIM: 43121120095 | Program Studi: Sarjana Manajemen | Fakultas: Ekonomi dan Bisnis | Jurusan: Manajemen | Universitas: Universitas Mercu Buana | Dosen: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menjadi Sarjana dan Menciptakan Etika Kebahagiaan Aristotle

28 September 2024   16:33 Diperbarui: 28 September 2024   16:37 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebahagiaan Menurut Aristoteles vs. Kebahagiaan Modern

Konsep kebahagiaan Aristoteles mungkin terdengar kuno, namun relevan dengan kehidupan modern. Meskipun definisi kebahagiaan terus berkembang, inti dari pemikiran Aristoteles tetap relevan. Ia mengajak kita untuk merenungkan makna hidup yang lebih dalam, bukan hanya mengejar kesenangan sesaat.

Perbedaan Utama:

  • Kebahagiaan sebagai Proses: Aristoteles menekankan bahwa kebahagiaan adalah sebuah proses, bukan tujuan statis. Kebahagiaan dicapai melalui tindakan berulang dan pengembangan diri.
  • Kebahagiaan sebagai Kebaikan: Kebahagiaan bukan sekadar perasaan positif, melainkan kondisi hidup yang mencerminkan kebaikan moral.
  • Kebahagiaan yang Berkelanjutan: Kebahagiaan sejati adalah kebahagiaan yang berkelanjutan, bukan hanya momen-momen kebahagiaan sesaat.

Implikasi bagi Kehidupan Sehari-hari

Memahami konsep kebahagiaan menurut Aristoteles dapat membantu kita:

  • Menemukan Tujuan Hidup: Dengan memahami bahwa kebahagiaan adalah tujuan akhir, kita dapat lebih fokus dalam mencari makna hidup.
  • Mengembangkan Diri: Kebahagiaan dicapai melalui pengembangan diri, baik secara intelektual, moral, maupun sosial.
  • Membangun Hubungan: Hubungan sosial yang sehat adalah kunci untuk mencapai kebahagiaan.
  • Menghargai Proses: Kebahagiaan adalah sebuah perjalanan, bukan tujuan akhir. Menikmati proses hidup akan membawa lebih banyak kepuasan.

Aristoteles dan Etika: Mencari Kebahagiaan Tertinggi

Aristoteles, filsuf Yunani kuno yang sangat berpengaruh, mendedikasikan sebagian besar pemikirannya untuk memahami apa artinya menjadi manusia yang baik dan bagaimana mencapai kebahagiaan sejati. Dalam karyanya yang terkenal, Etika Nikomakhea, Aristoteles menyelidiki pertanyaan mendasar tentang kehidupan manusia: Apa tujuan akhir kita?

Eudaimonia: Kebahagiaan Tertinggi

Aristoteles berpendapat bahwa tujuan akhir manusia adalah eudaimonia. Kata ini sering diterjemahkan sebagai "kebahagiaan", tetapi memiliki konotasi yang lebih dalam daripada sekadar perasaan senang sesaat. Eudaimonia lebih merujuk pada kehidupan yang baik, bermakna, dan sejahtera secara keseluruhan. Ini adalah keadaan di mana seseorang mencapai potensi penuhnya sebagai manusia.

Kebajikan sebagai Jalan Menuju Eudaimonia

Menurut Aristoteles, eudaimonia tidak dapat dicapai melalui kesenangan semata atau kekayaan materi. Sebaliknya, kebahagiaan sejati berasal dari pengembangan kebajikan (virtues). Kebajikan adalah sifat-sifat karakter yang memungkinkan kita untuk berfungsi dengan baik sebagai manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun