Mohon tunggu...
Ganesha Siti Fariza
Ganesha Siti Fariza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Indonesia

Ganesha Siti Fariza, akrab disapa dengan Echa merupakan salah satu mahasiswa Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu SosiaI dan lmu Politik dengan jurusan Ilmu Politik.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Parlemen Australia: Peran House of Senate Pembatasan Mahasiswa Internasional

22 Oktober 2024   16:54 Diperbarui: 22 Oktober 2024   18:59 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Parliament of the Commonwealth of Australia atau parlemen Australia menganut sistem bikameral (dua kamar), dengan Upper House atau Majelis Tinggi disebut senat dan Lower House atau Majelis Rendah disebut House of Representative. Pembagian dua majelis ini dinyatakan dalam Konstitusi Australia 1890 dengan tujuan memastikan tidak adanya penyelewengan dalam penggunaan kekuatan pembuatan hukum (Evans, 2016). 

Menurut Aitkin et al., (1980) berpendapat bahwa pembuatan peraturan di Australia yang memiliki sistem bikameral, sering kali mengalami kesulitan karena adanya ketegangan antara parlemen, eksekutif, serta persaingan antar partai di dalam parlemen. Hal ini disebabkan oleh banyaknya partai yang memiliki argumen kuat masing-masing atau karena adanya dominasi dalam kabinet selama proses legitimasi. 

Secara umum, peran dari kedua parlemen Australia mencakup empat hal, yakni terdiri atas membuat dan mengubah hukum federal, menjadi wakil dari rakyat Australia, menyediakan tempat dimana pemerintahan dibentuk dan mengawasi pemerintah. Kedua majelis tersebut dapat bekerjasama dalam hal perumusan Rancangan Undang Undang (RUU) (Parliament of Australia, n.d). 

Senat atau yang disebut house of review menjadi salah satu urgensi penting dalam parlemen di Australia karena senat merupakan lembaga peninjau dan pengawas yang kuat terhadap pemerintah. Senat berperan melakukan amandemen atau menolak RUU yang telah disetujui oleh DPR. Senat juga memiliki komite yang bertugas untuk menyelidiki masalah kebijakan publik dan meneliti undang-undang yang diusulkan, yang terdiri atas komite domestik, komite pengawasan legislatif, dan komite tetap legislatif dan tujuan umum (Parliament of Australia, n.d).

Senat terdiri atas 76 senator, dua belas dari masing-masing enam negara bagian dan dua dari masing-masing teritori daratan. Sistem perwakilan proporsional dalam pemungutan suara yang digunakan untuk memilih senator memudahkan kandidat independen dan kandidat dari partai yang lebih kecil untuk dipilih (Ardiansyah et al., 2012). Masa bakti senat sendiri mencapai enam tahun dengan setengah dari senator akan dipilih setiap tiga tahun (Kedutaan Besar Australia, 2010). 

Pembatasan Mahasiswa Internasional 

Pemerintah Federal pada Selasa (27/08) mengumumkan bahwa terdapat pembatasan pendaftaran mahasiswa internasional pada tahun 2025 mendatang, yang disebut dengan National Planning Level (NPL). Pemerintah Australia hanya mengizinkan sebanyak 270.000 pendaftar mahasiswa asing baru di universitas dan institusi pendidikan kejuruan, dengan dampak terparah di rasakan oleh Vocational Education and Training (VET) (Xinhua, 2024). 

"Universitas akan diizinkan untuk menerima 15% lebih banyak mahasiswa asing dibandingkan tahun 2019, namun jumlah tersebut akan dikurangi 20% untuk VET," ujar Jason Clare Menteri Pendidikan Australia. 

Dari total hanya 270.000 mahasiswa, dirinci pula bahwa 145.000 mahasiswa diterima di universitas negeri, 95.000 mahasiswa di sektor pendidikan dan pelatihan kejuruan ( VET), serta 30.000 mahasiswa di universitas swasta dan institusi pendidikan tinggi non-universitas lainnya. Selain itu, siswa yang mengambil kursus bahasa inggris secara mandiri tidak akan terpengaruh oleh hal tersebut (Xinhua, 2024). 

Pembatasan masuknya mahasiswa internasional bertujuan untuk menekan jumlah migrasi ke Australia yang terdampak akibat pandemi. Sebelumnya, pemerintah juga telah berupaya untuk melakukan perubahan aturan visa, perubahan prioritas untuk memproses visa, persyaratan masuk ke Australia yang lebih ketat dan kenaikan biaya pendaftaran hingga dua kali lipat (Truu et al., 2024). 

Tak hanya itu, adanya pembatasan mahasiswa internasional tentu akan berdampak pada sektor ekonomi di Australia. Biaya kuliah mahasiswa internasional menjadi sumber pendapatan terbesar kedua bagi institusi pendidikan tinggi di Australia, bahkan setelah subsidi pemerintah. Torrens Univesity misalnya, yang menjadi lebih dari setengah pendapatannya berasal dari biaya kuliah mahasiswa internasional (Truu et al., 2024). 

Peran Komite Senat dalam Pembatasan Mahasiswa Internasional

Setelah adanya isu terkait pembatasan pendaftaran mahasiswa internasional di Australia, komite senat telah melakukan empat kali sidang dengar pendapat umum (RDPU) dan beberapa penundaan kecil (Martin, 2024). Laporan Komite Senat telah diajukan dengan rekomendasi agar Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut disahkan dengan melakukan beberapa amandemen (Brancatisano, 2024). 

"Langkah-langkah penting dalam RUU tersebut merupakan langkah selanjutnya dalam memperkuat sektor pendidikan internasional Australia, melindungi mahasiswa dari aktor-aktor yang berkolusi dan tidak bermoral, serta memberikan kepastian jangka panjang kepada penyedia pendidikan yang akan menyiapkan sektor tersebut untuk kesuksesan di masa depan," kata Laporan Legislasi Pendidikan dan Ketenagakerjaan.

"Oleh karena itu, Komite merekomendasikan agar RUU tersebut disahkan," tambahnya. 

Rekomendasi lainnya dari Komite tersebut, pembatasan tingkat kursus tidak akan berlaku untuk universitas negeri (Tabel A), universitas swasta yang menerima pendanaan pemerintah (Tabel B), dan institusi TAFE. Namun, pembatasan tersebut masih dapat diterapkan pada perguruan tinggi swasta lainnya yang tidak termasuk dalam kategori Tabel A, Tabel B, atau TAFE.

"Komite merekomendasikan agar RUU tersebut diamandemen untuk menghapus kewenangan Menteri dalam menetapkan batasan tingkat kursus untuk universitas Tabel A dan B serta penyedia TAFE," ujarnya.

Terkait batas jumlah maksimal yang ditetapkan untuk pendaftaran mahasiswa, maka harus dapat dikonsultasikan oleh Menteri dengan badan-badan Education Services for Overseas Students (ESOS) dan Menteri Imigrasi sebelum menetapkan batasan. Dengan adanya batasan nasional, menandakan bahwa Arahan Menteri 107 diamandemenkan. 

Komite ini juga merekomendasikan terkait RUU dapat diamandemenkan sehingga batasan pendaftaran mahasiswa (seperti jumlah mahasiswa internasional yang dapat diterima) tidak berlaku untuk kelompok siswa tertentu. Pengecualian ini bisa berdasarkan kategori tertentu, misalnya kewarganegaraan, sehingga siswa dari negara-negara tertentu mungkin tidak terkena batasan tersebut.

Selain itu, Partai Hijau sebagai oposisi menyarankan agar RUU tersebut tidak disahkan kecuali bagian 7 dan 8 dari RUU tersebut dihapus, terkait dengan kewenangan menteri baru yang diberikan untuk membatasi pendaftaran mahasiswa asing berdasarkan penyedia, program studi, dan lokasi. 

Ketidaksetujuannya Partai Hijau ditambah, agar pemerintah dapat mencabut RUU tersebut.

"RUU tersebut dibuat ulang dan dikonsultasikan dengan sektor pendidikan tinggi untuk mengembangkan rencana yang berkelanjutan daripada kebijakan migrasi yang terburu-buru dan sembrono," katanya. 

Keterkaitan Dengan Indonesia

Peran Senat sebagai lembaga pengawas dalam proses legislasi di Australia menunjukkan pentingnya adanya mekanisme pengawasan yang kuat untuk memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan tidak merugikan mahasiswa Internasional dan sektor pendidikan. Indonesia dapat memperkuat peran lembaga pengawas dalam pendidikan tinggi untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil mempertimbangkan dampak jangka panjang bagi mahasiswa dan institusi pendidikan. 

Australia menunjukkan pentingnya konsultasi dengan sektor pendidikan dan pemangku kepentingan lainnya dalam merumuskan kebijakan terkait mahasiswa Internasional. Indonesia dapat menerapkan pendekatan serupa dengan melibatkan universitas, asosiasi pendidikan, dan mahasiswa dalam proses pengambilan keputusan untuk memastikan bahwa kebijakan yang dihasilkan relevan dan efektif.

Kedua negara tersebut baik Australia dan Indonesia memiliki kerangka regulasi yang mengatur pendidikan tinggi, meskipun dengan pendekatan yang berbeda. Australia memiliki badan ESOS untuk melindungi mahasiswa internasional, sementara Indonesia memiliki Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) untuk mengawasi dan mengatur pendidikan tinggi. 

Di Australia, Senat berfungsi sebagai lembaga pengawas yang mengawasi kebijakan pendidikan, sedangkan di Indonesia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta lembaga akreditasi berperan dalam memastikan kualitas pendidikan tinggi. Keduanya menunjukkan pentingnya pengawasan pemerintah dalam menjaga standar pendidikan.

Kesimpulan 

Parlemen Australia yang menggunakan sistem bikameral terdiri atas House of Senate dan House of Representatives, memiliki peran penting dalam pembuatan dan pengawasan UU, termasuk dalam pembatasan pendaftaran mahasiswa internasional. Senat memiliki fungsi sebagai lembaga pengawas yang kuat, melakukan amandemen dan peninjauan terhadap RUU untuk memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan tidak merugikan mahasiswa internasional dan sektor pendidikan. Melalui konsultasi dengan beberapa pemangku kepentingan, Australia menunjukkan pentingnya mekanisme pengawasan yang efektif, juga menjadi pelajaran bagi Indonesia dalam mengembangkan kebijakan pendidikan tinggi yang relevan dan berkelanjutan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun