Siapa yang tidak mengenal Bank Indonesia. Bank Sentral satu-satunya yang memiliki otoritas untuk mengatur kestabilan rupiah.
Lalu siapa sangka Bank Indonesia yang memiliki peran yang sangat krusial dalam kestabilan rupiah yang berdampak pada ekonomi dan moneter Indonesia dahulu pernah bukan milik negara namun milik swasta berdasarkan UU yang pernah diterbitkan di masa Orde Lama.
Kok bisa?
Mari kita ulas berdasarkan UU no 24 tahun 1951.
Undang-undang ini berisi tentang NASIONALISASI DE JAVASCHE BANK N.V.
Pada Undang-undang ini dijelaskan bahwa sebelum undang-undang ini diterbitkan kondisi saat itu bank sentral di Indonesia yaitu De Javasche Bank dimiliki oleh Swasta. Lebih tepatnya saham-saham itu dimiliki orang-orang kaya di Belanda.
Jadi di masa itu kita bisa dapat keuntungan capital gain maupun dividen dari saham dari Cikal Bank Indonesia tersebut.
Mungkin kalo pada zaman ini masih dapat dijual belikan saham  mungkin emitmen saham ini menjadi inceran para konglomerat karena dapat memutuskan arah moneter dan rupiah.Â
Di mata Investor tentu saja sangat menggiurkan, namun di sudut mata negara, adanya negara berdaulat sepenuhnya.
Meski sistem ini masih dianut di Swiss.
Oke kembali ke topik.
Jadi saat itu negara Indonesia baru merdeka dan belum berdaulat penuh salah satunya bank sentral itu sendiri.
Karena Indonesia akhirnya mendapat persetujuan berdasarkanpasal 3 dan pasal 18 ayat (8) Persetujuan Keuangan dan Perekonomian pada Konperensi Meja Bundar.
Di Undang-undang pasal satu ini pemerintah dengan tegas saham tersebut akan menjadi milik penuh negara.
Nah di pasal 2 dipertegas lagi bahwa "Saham-saham dalam modal pangkal dari De Javasche Bank N.V. yang belum dimiliki oleh Republik Indonesia, terhitung mulai berlakunya Undang- undang ini dicabut haknya oleh Republik Indonesia dan pindah menjadi milik penuh dan bebas dari Negara. "
Apa yang kamu pikirkan jika menjadi Investor Saham di De Javasche Bank? tentu saja tidak akan terima dengan hal ini dan pemerintah akan dituntut jika seenaknya berpindah kepemilikan.
Maka dari itu di pasal 3 ini menjelaskan bahwa "Dengan tidak mengurangi yang tersebut dalam pasal 4, kepada pemilik-pemilik saham De Javasche Bank N.V., yang sahamnya menurut pasal 2 tersebut di atas dicabut haknya, diberi pengganti kerugian sebesar 120% dari harga nominal sahamnya dalam mata-uang Belanda atau terhadap Warga Negara Indonesia, yang menurut peraturan devisen berkedudukan di Indonesia, 360% dari harga tersebut dalam mata-uang Indonesia."
Jadi kamu jika memiliki saham 1 miliar dalam sekejap nilai jual menjadi 1,2 miliar yang artinya mendapat keuntungan sebesar 200 juta atau 20 %.
Tentu saja para investor menutup mulut dengan mendapat keuntungan sebesar itu dalam sekejap.
Setelah undang-undang ini diterbitkan investor tentu saja diberi kesempatan untuk mengadu di pengadilan jika merasa tidak adil.
Â
Kemudian diterbitkanlah NOMOR 11 TAHUN 1953Â
bahwa perseroan terbatas "De Javasche Bank, harus diganti dengan badan baru yakni "Bank Indonesia" yang berbentuk badan-hukum berdasarkan Undang-undang.Â
Dan sampai saat ini bisa merasakan keadilan dan kestabilan moneter di Indonesia meski pernah mengalami berbagai krisis pada 1998 karena peran yang tidak pernah terbayang pusing di balik layar yaitu Bank Indonesia.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H