Mohon tunggu...
Budiman Gandewa
Budiman Gandewa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Silent Reader

Bermukim di Pulau Dewata dan jauh dari anak Mertua. Hiks.....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

(Serial Pak Erte) Bidadari Tak Bersayap

2 Juni 2019   17:56 Diperbarui: 2 Juni 2019   18:00 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: bandanesia.com

Buluk, pemuda lapuk warga Kampung Pinggir Kali mendadak lari terbirit-birit lantaran hujan gerimis yang awalnya turun rintik-rintik, tiba-tiba berubah menjadi hujan yang lebat. Laksana ribuan jarum yang siap menusuk tubuh cungkringnya yang tinggal kulit pembalut tulang.

Sudah jadi rahasia umum kalau Buluk  jarang mandi, persis kucing garong yang selalu mencuri di dapurnya Pak Erte dan lari tunggang langgang ketika empok Saidah siap-siap memukul kepalanya pakai sapu, saat si kucing garong ketahuan nyolong ikan goreng di meja dapur.

Itu pun kalau empok Saidah nggak keburu semaput lantaran membawa lari bobot tubuhnya yang seukuran lima karung beras raskin

Si kucing garong pun tak akan bisa leluasa menikmati hasil curiannya. Meski sudah berhasil menggondol ikan dan nangkring di atas genteng.

Tapi tetap saja mpok Saidah akan memburu dan menimpuknya pake sendal jepit.

Tapi lain Buluk, lain juga kucing garong. Karena disaat yang bersamaan si kucing terlihat sedang mengendap-endap masuk dapur, sedangkan si Buluk tengah berteduh menghindari hujan.

Alhasil Buluk terpaksa berdiri berjajar, sembari himpit-himpitan bersama para pejalan kaki yang kebetulan ikut berteduh di bawah canopy toko yang sama. Eiit.., engga, ding! Ternyata mereka yang berhimpitan...

karena Buluk malah berdiri berdampingan dengan pengemis yang setiap harinya mangkal di pertokoan tersebut.

Pengemis itu malah memandang Buluk dengan curiga karena tampang dan penampilan pemuda itu ngga jauh beda dengan penampilannya. Sehingga pengemis itu merasa tersaingi.

"Mas Bro, jangan mangkal disini dong!"  Tegur pengemis setengah umur tersebut sambil menoel-noel bahunya Buluk.

"Siapa yang mau mangkal?" Jawab Buluk keki.

"Lha, bukannya mas bro mau mengemis juga?" Bapak itu memperhatikan Buluk dengan curiga.

"Gue lagi berteduh, paaak..." Ketus Buluk lagi.

"Oooh, maaf yah... Saya kira, mas ini mau mangkal juga. Habis dandanan mas udah pas banget lho kalau mau berprofesi seperti saya" Kata pengemis itu cuek tanpa rasa bersalah. Hihihi....

Karena ngga mau disangka pengemis akhirnya Buluk pun berpindah tempat dan berdiri di samping ibu-ibu yang menenteng banyak belanjaan.

Melihat pemuda asing berdiri di sebelahnya ibu tersebut langsung memeluk tasnya, serta meletakkan barang-barang belanjaan tidak jauh dari kakinya, lalu memandang Buluk dari ujung rambut sampai ujung sepatu butut yang di pakai oleh Buluk.

Merasa diperhatikan Buluk langsung menganggukkan kepala sambil melempar senyum manisnya kepada ibu tersebut yang makin memeluk erat tasnya.

"Kamu mau nyopet, yah!" Celetuk ibu itu tiba-tiba, diikuti oleh tatapan berpasang mata yang secara tidak sengaja mendengar perkataan ibu tersebut.

"Bu...bu...bukan...!" Sahut Buluk gagap. Apa lagi saat itu ada pria tegap yang melotot kearahnya. Buluk pun langsung ngacir dan kembali berdiri di samping pengemis tadi. 

"Sudah saya bilang. Mas bro mendingan jadi pengemis yang hasilnya halal dari pada nyopet..." Sambut pengemis tersebut saat melihat Buluk kembali berdiri di sampingnya. Hihihi....

Akhirnya, untuk mengakhiri penderitaan yang dialaminya. Buluk terpaksa pergi dari tempat itu dan memilih berteduh di bawah payung pedagang jeruk yang kebetulan mangkal di depan toko.

"Jeruk, bang?" Tanya pedagang tersebut sambil menjulurkan sebutir jeruk ke arah Buluk yang berdiri di sampingnya.

"Kaga, bang. Gue cuma numpang neduh" Jawab Buluk

"Wah, kalau berteduh jangan di sini bang!" Timpal pedagang jeruk. "Mending abang kesono..." Katanya lagi sambil menunjuk Pos Polisi di depan sebuah Bank.

Dengan sedikit kesal Buluk pun berpindah tempat lagi. Karena di pos penjagaan banyak Polisinya dan Buluk keder lantaran Pak Polisinya juga serem-serem, akhirnya Buluk basah kuyup karena mondar mandir mencari tempat berlindung dari siraman hujan. 

Karena hujan masih mengguyur dan Buluk butuh tempat berlindung, pemuda itu pun kembali lagi ke tempat pengemis yang ngemper di pertokoan tadi.

"Nah, kok Mas bro balik lagi...?" sambut pengemis setengah umur itu sambil cengengesan. "Udah ngaku aja...mas ini mau ngemis juga, kan! Hayooo...ngaku aja, nggak usah malu..." 

Buluk hanya memandangi wajah pengemis itu dengan mangkel. Percuma ngeladeni orang yang keukeuh banget menuduh dia jadi pengemis, sekarang yang penting dirinya bisa ikut berteduh dan nggak kehujanan.

Buluk pun mulai meratapi nasib dan membayangkan hal-hal yang Anen bin Bokir. Eh, aneh bin ajaib maksudnya.

Gimana nggak aneh...

Masak Buluk membayangkan dirinya terlahir sebagai Leonardo DiCaprio, bintang pilem Holiwud yang yahud dan gantengnya na'uzubillah... Bukan terlahir sebagai Buluk.

Sehingga kalau kemana-mana orang pada ngerumunin minta foto dan tanda tangan. Engga kayak sekarang. Mau neduh aja susah, belum lagi orang-orang disini yang bawaannya curiga saat memandang dirinya. 

Padahal Buluk adalah warga teladan di Kampung Pinggir Kali. Setiap Jum'atan, do'i selalu datang lebih awal dan pulang belakangan. Sholat? Kaga!

Setiap Jum'at Buluk emang suka jagain sendal jamaah. Lumayan...seceng-seceng bisa jadi cepek ceng. Hehehe....

Pokoknya masih banyak keteladanan Pemuda itu di Kampungnya. Apalagi kalau ada warga yang sedang hajatan. 

Buluk selalu jadi orang nomor satu yang hadir. Mulai dari membantu jadi tukang parkir, cuci piring, sampe menghabiskan makanan yang dihidangkan.

Makanya setiap Buluk dateng yang punya hajatan langsung pasang pengumuman 'Tamu Khusus Undangan'.

Karena sudah pasti Buluk adalah tamu yang ngga di undang dan ngga diharepin kehadirannya. Kejam, yah!

Tapi Pak Erte selaku pimpinan di kampung tersebut masih peduli sama warganya. Apalagi sama warganya yang satu ini, Pak Erte se-jam aja nggak melihat batang hidungnya si Buluk pasti langsung dicariin.

"Eh, ada yang liat Buluk, ngga?" Tanya Pak Erte suatu kali saat Buluk ngga ngider di kontrakkan miliknya.

"Kaga liat Pak Erte. Emang ada apaan, yah?" Tanya warga yang di tanyain.

"Itu si Buluk...udah tahu ayam gua lagi ngeremin. Eeh...telornya diembat juga..!" Cetus Pak Erte gemes.

Terlepas dari semua yang dialaminya hari ini,  bukan Buluk namanya kalau selalu meratapi nasib. Apalagi sekarang bulan puasa. Kata Ustaz di bulan puasa ini kita mesti banyak-banyak beribadah dan menambah pahala.

Makanya Buluk langsung meng-iya-kan saat empok Saidah memintanya untuk menemani beliau ke pasar. Hitung-hitung nambahin pahala sekaligus dapet Ta'jil gratisan dari istrinya Pak Erte tersebut.

Setelah hampir dua jam Buluk menunggu, hujan pun berangsur reda.

Orang-orang yang berteduh di emperan toko itu pun, satu per satu beranjak pergi. Tidak ketinggalan pengemis yang ada di samping Buluk. 

"Mas bro. Ane pergi beli ta'jil dulu,  yah.  Mas bro boleh pake lapak ane.  Gratis! " Kata pengemis tersebut sambil meninggalkan Buluk. 

Untunglah, disaat yang bersamaan sosok yang dinantikan pun datang juga. Tapi yang bikini heran, Buluk sama sekali tidak melihat barang belanjaannya empok Saidah.

"Empok...kok ngga bawa apa-apa?" Tanya Buluk penasaran saat istrinya Pak Erte berdiri di sampingnya.

"Maksud, lo...???" Empok Saidah balik nanya.

"Belanjaannya mana?" Tanya Buluk lagi.

"Eh, Sahrukh Khan...! Makanya gue minta temenin elu ke pasar buat ngumpulin belanjaan yang gue titipin ke pedagang-pedagang di dalem.

Percuma ada elu kalau masih gue yang nentengin belanjaan. Sono ambil belanjaan gue. Nih daftar pedagang sama barang belanjaannya!" Sahut Mpok Saidah sambil menyodorkan secarik kertas lecek.

Buluk memperhatikan tulisan di kertas tersebut, matanya sampai melotot membaca setiap tulisan yang tertera disana.

Sumpah!

Meski seumur-umur Buluk belum pernah makan bangku sekolahan, tapi tulisan yang persis sama seperti ini cuma resep obat dari dokter. Kok Empok Saidah tulisannya bisa sama yah...? Buluk nggak habis pikir sambil garuk-garuk kepala.

"Emmm...maaf mpok, ini siapa yang nulis...?" Tanya Buluk ragu-ragu.

"Gue... Emang Napa?" Empok Saidah balik nanya sambil melotot.

"kaga Mpok...kirain resep dokter. hehehe...."

Pletaaak!!!

Bakiak Mpok Saidah mendarat mulus di jidatnya Buluk yang langsung ngacir dan menghilang di dalam pasar.

Sudah satu jam lebih Buluk ngider di dalam pasar dan berdasarkan catatan belanjaan yang didapatnya dari Empok Saidah, rasa-rasanya semua barang belanjaan sudah terkumpul semua.

Tapi yang bikin do'i keki bin mangkel, apa yang dibeli  oleh istri Pak Erte tersebut cuma seupil. Bayangin...

Cabe merah keriting seperempat kilo, jengki sepuluh butir, bawang se-ucrit dan kurma sekotak kecil. Hihihi...

Padahal Empok Saidah lebih dari dua jam belanja, tapi kok yang dibeli cuma segini doang. Padahal di warung-warung dekat konrakkannya Pak Erte juga ada yang jual beginian.

Dengan sedikit kesal Buluk pun kembali ke tempat empok saidah yang sudah kelihatan ngga sabar menunggu.

"Gimana, udah dapet semua belanjaan, empok?" Tanya istri Pak Erte tersebut.

"Udah, mpok..." Jawab Buluk pelan.

Empok Saidah tersenyum dan langsung bergegas menuju parkiran, diikuti Buluk yang menenteng barang belanjaan.

Tak lama berselang keduanya pun sudah terlihat di atas motor dan pergi meninggalkan pasar, lalu hilang dari pandangan. Hilang? Kalau liatnya dari belakang, cuma Buluk yang 'hilang' karena kealingan tubuh istrinya Pak Erte yang gede.

*****

Buluk mengucek-ngucek matanya sekali lagi. Lalu memperhatikan Aisyah, penghuni baru kontrakkan Pak Erte yang baru saja lewat di hadapannya.

Buluk baru sadar kalau ngga selamanya bidadari itu bersayap. Buktinya Aisyah, bidadari yang baru saja lewat, berkerudung!

Buluk lalu melihat kaleng lem Aibon yang ada ditangannya. Apakah ini efek dari bau lem yang baru saja dihisapnya? Atau ini efek nggak makan sahur?

Karena udah tiga hari ini Buluk cuma sahur pake niat. Mulai dari niat nyolong telor ayam sampe niat nebeng sahuran di rumahnya Pak Erte. Tapi hingga menjelang waktu Imsyak, niatnya Buluk ngga ada yang kesampaian.

Hasilnya ya, itu... Sahurnya Buluk cuma dengan niat dan ngga makan sama sekali. Untungnya pas ikutan buka bareng di Mushalla, selain memanjatkan do'a buka puasa, Buluk sekalian baca niat makan sahur juga. Hehehe.

Makanya biar yakin, Buluk tidak hanya mengucek-ngucek matanya. Do'i lalu nge-jitak keningnya sendiri dengan kaleng lem yang dari tadi dipegangnya.

Pletaaak...!!!

Hasilnya kening Buluk dihiasi benjol sebesar telur Puyuh. Hihihi...

Sekarang Buluk baru yakin kalau dia enggak sedang berhalusinasi. Buktinya ada rasa senut-senut di keningnya dan agak sedikit puyeng.

"Ini namanya bukan Halusinasi. Tapi kasarisasi. Kan lawan kata halus, ya kasar...!" Batin Buluk dalam hati.

Akhirnya...

Untuk menghilangkan rasa penasaran. Buluk akan melakukan penyelidikan dan mencari tahu lebih banyak tentang Aisyah.
Tetangga Buluk yang baru, yang sama-sama menghuni kontrakkan milik Pak Erte.

"Eh, Buluk...! Ngapin lu grasa-grusu di deket kandang ayam gue?" Damprat Pak Erte saat memergoki Buluk yang mengendap-endap di dekat kandang ayam jagonya.

"Ka..kagak ngapa-ngapain, te..." jawab Buluk gelagapan.

"Aaah, kagak usah banyak alasan. Elu pasti mau nyolong telur ayam gue, kan!" Tuduh Pak Erte.

Buluk menggaruk-garuk kepalanya yang enggak gatel.

"Pegimane urusannya, Pak Erte. Masak ayam jago Pak Erte bertelur..." jawab Buluk.

"Eh, codot...! Elu kagak usah ngeles, yah! Elu pan tahu sendiri ayam jago gue didemenin sama ayam-ayam betina di kampung ini. Jadi jangan salah kalo ada ayam betina yang numpang nginep di kandang ayam gue, terus betelor..." Pak Erte enggak mau kalah.

Mendengar ucapan Pak Erte, Buluk langsung beringsut pergi. Karena kalo lama-lama ngendon di deket kandang ayam jagonya Pak Erte urusannya bakalan runyam.

"Mumpung para penghuni kontrakan lainnya belum pada bangun. Jadi dengan sangat terpaksa rencana menyelidiki bidadari berkerudung ditunda dalam waktu yang belum ditentukan." Begitu yang ada dalam pikiran Si Buluk.

*****

Selesai Tarawih, Buluk langsung berjalan keluar meninggalkan Mushalla dan menunggu di bawah pohon jambu air Pak Erte yang rindang. Karena dari Mushalla, ini jalan terdekat menuju kontrakkan.

Benar saja, belum setengah jam Buluk menunggu, sosok yang dinanti pun terlihat berjalan mendekat.

"Assalamu'alaikum..." sapa Buluk saat Aisyah yang lewat di depannya

"Wa'alaikumsalam... " Jawab gadis itu sambil memeluk erat mukenahnya. 

Buluk memerhatikan sosok gadis yang berdiri tepat di depannya. Aisyah beneran cantik dan Anggun dengan busana muslimah dan kerudung biru yang dikenakannya. 

Kulitnya putih bersih dan saat Buluk menyapanya dengan mengucapkan Salam. Pipinya nampak kemerahan. 

"Ma.., mau ke kontrakkan,  neng?" Tanya Buluk gagap. 

Gadis itu hanya menjawab dengan anggukan kepala sambil membuang pandangannya ke tanah. 

Buluk makin pe-de dan mulai memberanikan diri untuk mengajak gadis manis itu ngobrol. 

"Wah kebetulan. Abang juga mau Pulang ke kontrakkan. Kalo gitu kita bareng,  nyok... " Ajak Buluk pada Aisyah. 

Aisyah sekali lagi menganggukkan kepala dan membiarkan pemuda tersebut berjalan mengiringinya.

Buluk kelihatan sangat bangga dan bahagia bisa berjalan dengan Bidadari di sampingnya. 

Apalagi Buluk memakai baju koko dan kopiah hitam yang diembat dari jemurannya Bang Toyib, tetangga sebelah petakannya. 

Saking bangganya,  Buluk mendadak ramah dan murah senyum terhadap orang-orang yang dijumpainya saat berjalan menuju kontrakkan. 

"Asslamu'alaikum, Pak Erte....." Sapa Buluk saat berpapasan dengan Jawara kampung Pinggir Kali tersebut. 

Tidak hanya menyapa, Buluk pun tanpa sungkan-sungkan mencium tangan Pak Erte. 

Melihat tingkah pemuda itu yang mendadak santun, Pak Erte cuma bengong. 

Setibanya di kontrakkan, Buluk juga menyapa dan mencium tangan para penghuni kontrakkan yang kebetulan lagi pada ngumpul di dekat gerobak basonya Bang Toyib. 

Karena selama bulan puasa,  bang Toyib ngga mangkal di depan pabrik. Tapi memilih jualan di kontrakkan saja. 

"Bang... Saya masuk dulu, yah" Tiba-tiba suara Aisyah mengagetkan Buluk. Karena saking nafsu nya beramah tamah. Buluk ngga nyadar kalo mereka udah nyampe di kontrakkannya Aisyah. 

Padahal saat itu Buluk belom kelar menciumi tangan orang-orang yang ada di situ. 

"Bang Buluk ngga nyium tangan saya? " Ledek neng Romlah sambil nyodorin tangannya. 

"Iya nih si Buluk. Tangan saya juga belom dicium" Samber bang Toyib. 

"Ogah...! " Jawab Buluk cepet saat bang Toyib menyodorkan tangannya. 

"Hahaha.... " Tawa mereka pun pecah, karena pada dasarnya mereka sudah paham apa yang dilakukan Buluk cuma untuk menarik perhatian Aisyah, tetangga baru mereka di kontrakkannya Pak Erte. 

Sementara Buluk hanya berdiri lesu di depan pintu kontrakkan gadis itu yang tertutup rapat. 

*****

Ayam jago Pak Erte mulai melakukan pemanasan dengan mengepak-ngepakkan sayapnya. 

Dadanya membusung, kedua sayapnya pun merapat ke badannya dan sedikit menjuntai hingga menyentuh jemuran bambu tempatnya bertengger. 

Dengan satu hembusan nafas, ayam jago tersebut mulai berkokok nyaring memecah kesunyian Kampung Pinggir Kali. 

Tidak tanggung-tanggung, selama bulan ramadan ini ayam jago Pak Erte berkokok hingga tiga Kali. Kokok yang pertama dilakukan pada dini hari. Itu menandakan saatnya makan sahur.

Berkokok Kali kedua saat Buluk mengendap-endap ke kandang ayam. Siapa tau ada ayam betina milik tetangga yang numpang bertelor. 

Disaat hari menjelang pagi dan empok Saidah sudah mandi. Ayam Jago tersebut mendadak kicep.  Karena kalau berani berkokok disaat bu Erte mau menjemur pakaian,  alamat kepala si Ayam jago bakalan digetok pakai gagang sapu.

Makanya daripada benjol ayam jago Pak Erte pun memasang 'mode on getar'.  Hehehe. 

Sekali lagi ayam jago tersebut mengepak-ngepakkan sayapnya, persis saat Buluk keluar dari kontrakannya dan menuju Mushalla. Rencananya pemuda itu mau Sholat Subuh. 

Sekalian kelar subuh Buluk ada janji sama Aisyah untuk JJS alias jalan-jalan subuh. Makanya Buluk bela-belain mandi dan berendem pakai pemutih biar agak beningan dikit.

Buluk mengusapkan kedua tangannya kewajah saat Imam selesai memanjatkan do'a dan langsung bergegas keluar meninggalkan Mushalla.

Rencananya Aisyah akan menemuinya di bawah jambu air kepunyaan Pak Erte. Betul saja, saat Buluk tiba di tempat tersebut. Aisyah sedang duduk di bawah Pohon jambu. Buluk melemparkan senyumnya, Aisyah membalasnya dengan anggukan kepala.

"Beneran ini saya ngga ngerepotin abang?" tanya gadis tersebut saat Buluk duduk di sampingnya.

"engga, engga, neng..." jawab Buluk. "Emang Neng Aisyah mau kemana?" Tanya Buluk kemudian

"Saya mau minta dianterin ke pabrik sepatu, bang..." jawab Aisyah.

"Oooo, neng Aisyah kerja disono, yah?"

"Iya, bang. Kebetuln Pak Erte yang bantu saya masuk kerja di Pabrik"

"Oooo...." sahut Buluk monyong.

"Hmmm, ngomong-ngomong, abang kerja dimana? Di pabrik juga, yah?" Tanya Aisyah tiba-tiba.

Buluk memandang Aisyah sejenak, lalu melemparkan pandangannya ke pohon jambu yang rindang.

Hari mulai beranjak pagi. Sinar matahari perlahan terbit dan sinarnya pun mulai menerobos celah-celah dahan jambu yang mulai berbuah. kalau ditanya soal kerja, Buluk mendadak diem dan ngga bisa ngomong apa-apa.

Buluk menarik nafas panjang. Ekor matanya menangkap sosok aisyah yang menatap lurus ke arahya. Gadis itu masih menunggu jawaban...

"Eeee, abang kaga kerja, neng.." Buluk menjawab lirih.

"Kenapa?" Tanya gadis itu lagi.

Sekali lagi pemuda itu menghela nafas. Pandangannya menerawang. Buluk hanya tahu dari cerita orang-orang tentang asal-usul dirinya, terutama Pak Erte yang telah mengenalnya sejak kecil.

Buluk masih bisa mengingat jelas saat pak Erte menceritakan riwayat hidupnya. Dari Pak Erte juga Buluk tahu kalau sewaktu masih orok, Buluk ditemuin di dekat kandang ayamnya Pak Erte dan diletakkan di dalam kardus.

Buluk ,masih terngiang ucapan Pak Erte saat itu...

"Makanya lu demen bener deket- deket kandang ayam, Buluk. Soalnya gue ama empok lu, nemuin elu di deket kandang ayam. Tadinya gue pikir elu anak ayam..." Cerita Pak Erte waktu itu.

"Hihihihi..." Aisyah tertawa kecil mendengar penuturan Buluk.

"Sebenernya saya udah tahu, bang..." ujar Aisyah kemudian

"Maksudnya...?" Buluk bertanya bingung.

"Iya..., Pak Erte udah nyeritain ke saya soal bang Buluk. Pak Erte juga yang nyaranin saya untuk minta dirtemenin bang Buluk ke pabrik sepatu"

"Jadi...." Buluk tidak bisa melanjutkan perkataanya saat Aisyah dengan tiba- tiba berdiri dan meletakkan tangannya di bahu Buluk yang masih duduk.

"Abang harus berubah.." Aisyah menatap tajam pemuda yang ada di hadapannya. "Abang ngga bisa terus-terusan hidup seperti ini. begadang, mabuk-mabukan dan kerja serabutan. Abang mesti punya keterampilan dan dari situ abang bisa dapet kerjaan tetap. Apalagi di kampung kita banyak pabrik" Tutur gadis itu.

Buluk menatap gadis yang berdiri tepat di depannya. Aisyah ngga hanya cantik tapi juga baik. Baru ini Buluk merasa diperhatikan dengan tulus. Selama ini juga banyak yang merhatiin, tapi bawaannya curigaan.

"Iya, neng. Abang janji bakalan berubah dan memperbaiki hidup. Tapi maaf yah, abang kan belon tahu banyak soal Aisyah. Darimana asalnya, siapa sodaranya...?" Kata pemuda itu.

Aisyah tersenyum, "Sebenernya Aisyah..." Ucapan gadis itu terhenti ketika tiba-tiba...

"Buluuuk...!!!"" 

Terdengar suara menggelegar yang meneriakkan namanya. Buluk berdiri dan melihat ke asal suara. Pemuda itu tampak pucat dan sejenak memandang Aisyah.

Tampak Pak Erte dan bang Toyib berjalan mendekat dengan gerakan slow motion ke arah mereka.

Sementara Buluk dengan gerakan secepat kilat melepas baku koko dan kopiah milik bang Toyib yang dikenakannya.

"Lariiiii...." teriak Buluk sambil lari tunggang langgang saat teringat telor ayam Pak Erte sudah berubah menjadi telor dadar, persis saat ayam jago Pak Erte berkokok dini hari tadi.

"Kukuruyuuuuuk....!!!"

Sekian.

"Selamat Hari Raya idul fitri 1440 H. Mohon Maaf lahir dan Batin".

Salam sendu.

Hiks.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun