Mohon tunggu...
Budiman Gandewa
Budiman Gandewa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Silent Reader

Bermukim di Pulau Dewata dan jauh dari anak Mertua. Hiks.....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerpen] Pak Erte, Maju Tak Gentar

1 September 2016   13:52 Diperbarui: 1 September 2016   14:14 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Udah Bang, terima aje! Mikirin apa lagi sih!" Api biru kompornya Mpok Saidah, mulai menyala lagi.

Pak Erte memikirkan uang dua miliar yang bakalan di terimanya. Lalu membayangkan tanah, yang sudah lama dijualnya. Sebelum berdiri pabrik sepatu, tanah tersebut adalah lapangan bola.

Ingatannya jauh melayang. Kembali ke masa kecilnya. Di tanah lapang itu Pak Erte dan teman-teman kampungnya, menghabiskan hari bermain bola. Mengejar layangan dan segala macam permainan anak lainnya. Di tanah lapang itu, sebelum dijual dan didirikan pabrik sepatu. Almarhum Babeh dan Engkongnya memelihara kambing dan kebo.

Pak Erte ingat betul saat mandi di kali, yang ada di depan rumahnya sehabis bermain bola. Dulu kali tersebut airnya masih jernih. Belum sedangkal sekarang, yang lebih mirip got yang lebar.

Belum lagi saat musim penghujan. Kali tersebut sekarang tidak sanggup menampung curahan hujan yang banyak. Sehingga airnya ngelayap kemana-mana dan menyebabkan perkampungan jadi banjir.

Pak Erte menghela nafas sebentar. Jika rumah dan tanahnya dijual, kemana mereka akan pindah? Lalu siapa yang akan mengkoordinir penduduk kampung, jika ada borongan pekerjaan di Pabrik sepatu dan beberapa pabrik lainnya, yang banyak berdiri di lingkungan RT dia menjabat.

Mbak Jum, janda beranak tiga yang menghuni kontrakkannya. Bisa bekerja di pabrik teh gelas, karena bantuannya. Bang Toyib bisa berjualan bakso di depan pabrik, juga atas persetujuannya sebagai RT.

Belum lagi para pendatang yang sengaja datang dari kampung mengajak saudara-saudara mereka, agar bisa bekerja di pabrik-pabrik yang ada banyak disekitar situ. Atas jaminan dan persetujuan Pak Erte.

sebagai bentuk kompensasi jika Engkongnya mau menjual tanahnya untuk dibangun pabrik. Penduduk di lingkungan sekitar pabrik diberi kemudahan untuk bisa bekerja di pabrik. Perjanjian tersebut berlaku turun temurun. Dari engkongnya, turun ke Babehnya. Dari Babehnya, turun ke Pak Erte.

Lalu, kalau sekarang Rumah dan tanahnya dijual dan dirinya sampai pindah. Perjanjian itu tentu tidak berlaku lagi. Terus, Siapa yang akan membantu penduduk di lingkungan RT-nya bekerja di pabrik? Bagaimana nasib sebagian orang yang semuanya menggantungkan hidupnya di pabrik? Kenangan-kenangan indah di waktu kecil pak Erte, nggak bisa di ukur dengan duit Dua Milyar.

Pak Erte berdiri dari duduknya, tanpa mengucapkan sepatah kata. Langsung masuk ke dalam rumah dari pintu belakang. Meninggalkan orang-orang yang tampak kebingungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun