Mohon tunggu...
Budiman Gandewa
Budiman Gandewa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Silent Reader

Bermukim di Pulau Dewata dan jauh dari anak Mertua. Hiks.....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Cerpen] Sebelum Janur Kuning Melambai

14 Agustus 2016   17:55 Diperbarui: 15 Agustus 2016   16:31 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di depan pintu, aku menghentikan langkah. Seketika orang-orang yang berada di dalam rumah, menghunjamkan pandangannya ke arahku. Aku membalas tatapan mereka, sambil tersenyum, pahit.

Sementara di tengah-tengah ruangan, Hamidah duduk bersimpuh di depan penghulu dan Babehnya. Kebaya yang dikenakannya begitu indah, serasi dengan kerudung yang menutupi sanggul di kepalanya. Seulas senyum tersungging di bibir Hamidah, ada kebahagiaan terpancar di wajahnya yang terlihat semakin cantik.

Senyum itulah yang 'menarikku' masuk ke dalam rumah. Tiba-tiba Enyak berdiri menyambutku, dibimbingnya langkahku, tepat di samping gadis itu. Enyak langsung menyuruhku duduk. Aku memandang bingung ke wajahnya, tapi Enyak terus memaksku duduk di samping Hamidah.

"Baiklah, berhubung mempelai prianya sudah hadir, kita langsung saja memulai acara akad nikahnya," terdengar suara penghulu dari pengeras suara memenuhi ruangan. Sementara aku masih dalam kebingungan dan mencari-cari sosok Bang Sanip.

Babeh Jakih langsung menyalami tanganku, dengan genggaman erat.

"Saya nikahkan engkau, Entong bin Sadelih, dengan ananda Hamidah binti Marzuki, dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar, tuu..nai!" Babeh Jukih, menggerakkan tangannya dan aku langsung menjawabnya...

"Saya terima nikahnya Hamidah binti Marzuki dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai!" jawabku mantap.

"Bagaimana saksi, sah...?" suara penghulu melalui pengeras suara terdengar lagi memenuhi ruangan, hingga sampai ke pekarangan.

"Saaah...!" jawab saksi dan undangan lainnya serempak.

Ah...

Aku tidak mengerti mengapa jalan cerita ini berubah pada akhirnya, dan kenapa juga aku yang menjadi pengantin prianya. Tapi seperti kata Hamidah, aku hanya menuruti perintah orang tua. Menikah itu ibadah dan aku tidak mau disebut anak durhaka.

(Selesai)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun