Badrun sekali lagi melihat ke arah selembar kertas, yang tergeletak di atas meja. Persis di samping segelas kopi yang isinya tinggal seperempat saja.
"Besok aja Bapak, isi..." Jawab Badrun semalam kepada anaknya, yang baru masuk SD. Saat disodorkan selembar kertas yang berisi'Data Pribadi Siswa'.
"Kalau sudah 'dijawab', kata Bu guru langsung dikumpulkan ya, pak..." Kata putra satu-satunya dengan mata masih menempel di film kartun yang sedang tayang televisi.
"Iya!" Jawab Badrun, sambil mengelus kepala putra kesayangannya tersebut.
Segera saja dihabiskannya kopi yang masih tersisa, ketika melihat putranya sudah siap berangkat, dengan seragam yang terlihat masih baru. Bajunya agak sedikit kebesaran, sementara celananya juga tampak kedodoran.
"Nanti aja, pulang sekolah aku kecilin" Kata istri Badrun keluar dari kamar, seperti bisa menangkap apa yang ada di pikiran suaminya.
"Di sekolah tidak boleh nakal. Tidak boleh jajan sembarangan juga..." Lanjut perempuan tersebut, sambil meerapikan dasi di kerah baju buah hatinya.
Tiba di sekolah, Badrun melihat lebih banyak ibu-ibu, yang mengantar anak-anaknya ke sekolah. Meskipun ada juga bapak-bapaknya, jumlahnya tidak sampai sepuluh jari, itupun sudah termasuk dengan dirinya.
"Biasalah, melaksanakan himbauan Bapak Menteri..." Sambut seorang laki-laki, berpakaian Necis. Saat Badrun berdiri di sebelahnya. Badrun menyambut uluran tangan laki-laki perlente tersebut, yang mengajaknya bersalaman.
 Selain mereka berdua, ada juga beberapa pria yang mengantar anaknya ke sekolah berada di tempat tersebut. Suasana terasa menjadi akrab, karena laki-laki yang ada di sebelahnya, pintar membuka percakapan. Sementara badrun memilih menjadi seorang pendengar yang setia.
"Rokok...?" Seorang pria yang baru datang bergabung, menawarkan rokoknya pada Badrun sambil menyulutnya sebatang. Badrun menolaknya dan langsung mengeluarkan sebungkus rokok dari saku belakang celananya. Kotaknya agak sedikit gepeng, mungkin karena lama duduk di atas motor.