"Tempat orang makan"
Bocah tersebut memandang wajah emak "Udin lapar, mak..."Â Ujarnya pelan.
Perempuan setengah baya itu menghelala nafas, dengan menggunakan ujung baju, dilapnya ingus Udin yang meleleh di ujung hidung. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Perempuan itu mengajak anaknya pergi, menjauhi restoran yang mulai sesak oleh pengunjung, yang sedang menikmati makan siang.
Ibu dan anak tersebut terlihat menyeberangi jalan, lalu menghilang di antara kepulan debu dan kendaraan yang lalu lalang.
*****
Udin  tampak asyik bermain dengan mobil-mobilan yang hilang kedua roda belakangnya. Sementara emak sibuk melipat baju, yang baru saja diangkatnya dari jemuran.
Tiba-tiba seorang wanita cantik masuk tanpa permisi dan langsung mendamprat emak dengan nada suara yang agak bergetar.
"Saya harap mbak stop dulu berhutang di warung saya. Saya tahu mbak itu orang susah, saya juga kasihan melihat udin yang setiap hari mesti ikut mbak mencari rongsokan.Tapi tolong pikirkan juga modal saya. kalau setiap hari mbak hutangin, lama-lama saya bisa bangkrut. Hutang-hutang mbak yang menumpuk tidak usah dibayar. Tapi mulai hari ini, mbak jangan lagi berhutang di warung saya."Â Lalu perempuan pemilik warung tersebut keluar dari kontrakkan.
Perempuan setengah baya itu terlihat shock, bibirnya mulai gemetar. Hatinya seperti ditusuk ribuan jarum. pedih! Pikirannya mencoba mencerna kata demi kata yang meluncur keluar dari mulut tetangganya barusan.
Semakin diulangi setiap kalimat yang berhasil dicernanya, semakin menambah berat, beban hidup yang mesti ditanggung bersama putranya. Belum sirna sedihnya, Ibu haji pemilik kontrakkan sudah berdiri di depan pintu kontrakan, Â bersama cucunya yang memegang sebuah linggis.
tanpa basa-basi, cucu pemilik kontrakan tersebut mencongkel pintu kontrakkan sampai lepas dari engselnya. Dijunjungnya pintu itu di atas kepalanya, lalu melangkah pergi.