“Sekarang di masa Pandemi ini semua kembali menanam”, tegasnya bersemangat. Tak berlebihan jika aktivitas bertani untuk pemenuhan konsumsi adalah sebuah harapan menuju era berswadesi yang ia terangkan akan menjadi jawaban paling rasional paska pandemi.
Bagaimana tidak, di tengah ketidakpastian ekonomi terutama dalam sistem keuangan saat ini hanya kekuatan berdikari dan kreatif memproduksi barang konsumsi secara mandiri dalam kolektifitas yang menjadi salah satu cara bertahan hidup.
Dengan mengkonsumsi produk sendiri setidaknya kita membantu meningkatkan produktifitas nasional walau seujung kuku, terangnya. Produksi dari rakyat yang terkoordinasi dengan baik oleh institusi/lembaga negara atau setidaknya terkoneksi antar komunitas akan menjadi kekuatan pelecut ekonomi dan peningkatan nilai tukar rupiah sehingga turut membantu makroprudensial aman terjaga.
Produktif adalah musuh besar konsumtif, memang konsumsi masyarakat yang kuat linear dalam menaikkan pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, bagi Yustinus sebagai seorang petani yang menanam untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat, tidak sepenuhnya mengkonsumsi produk dengan landasan konsumtif itu benar.
Konsumtif justru akan membawa pada melemahnya proses kreatif dan menghancurkan mental produktif. Inilah salah satu mentalitas yang dibutuhkan dalam menjaga SSK. Sumbangan daya produktivitas dalam negeri di tengah Pandemi adalah wujud cerdas berperilaku dan akan memberikan efek positif bagi SSK dan kebijakan makroprudensial.
“Yang seperti inilah hikmah Pandemi yang perlu jadi pelajaran”, ungkapnya.
Selain upaya produktif dan mengatur konsumsi, ada beberapa hal lagi yang Yustinus bagikan dalam obrolan sore itu. Ditemani secangkir kopi dari hasil kebun komunitas yang tak terlalu luas serta pisang raja sebagai hidangan menu saat berbuka ia kembali berkelakar tentang pentingnya membangun jejaring komunitas untuk saling memutar hasil produksi.
“Kita butuh semacam model atau peta hasil produksi dan sebaran kebutuhan bahan konsumsi”, terangnya menerawang. Dengan strategi pemetaan hasil produksi dan kebutuhan konsumsi setidaknya mempermudah mengatur alur distribusi bahan-bahan kebutuhan yang diikuti dengan terjaganya daya beli/konsumsi masyarakat.
Membicarakan soal SSK, ada hal yang selalu diimpikan oleh seorang petani yakni nilai tukar barang tani yang baik. Sama halnya dengan tujuan SKK salah satunya adalah agar nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terus menguat.
Dalam kehidupan terkecil sebagai seorang petani pun apabila dibangun sebuah mindset bahwa nilai tukar produk tani yang baik adalah dengan memberikan kualitas produk yang baik pula, maka sistem keuangan makro kita juga harus dibangun dengan pola yang sehat.
“Nek negoro yakin karo tani banjur gelem nganggo hasil tanine dewe mesti kasembadan makmur lan adil rakyate yo Mas” (Kalau negara yakin dengan pertanian kemudian mau memakai produk hasil pertanian sendiri pasti terwujud kemakmuran dan keadilan rakyatnya ya Mas), seloroh Yustinus sambil berkaca-kaca.