Mohon tunggu...
Ganapatih
Ganapatih Mohon Tunggu... Petani - Bertani dan menulis

Pengetahuan dari, oleh, dan untuk semesta

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Kebunku, Menjaga Keuangan Negeri

27 Mei 2020   00:43 Diperbarui: 27 Mei 2020   00:45 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Pandemi covid-19 telah menciderai Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) negara. Goncangan pandemi pada lini keuangan berdampak sangat signifikan dan sistemik pada sendi perekonomian khususnya dan perilaku kehidupan sosial pada umumnya. 

Semua pihak baik yang terdampak langsung maupun tidak langsung menginginkan pagebluk ini segera berlalu. Negara yang notabene institusi tertinggi dalam mengurus rakyat dituntut bijak menentukan strategi menghadapi pandemi dan menjaga SSK. 

Pemerintah, Bank Indonesia, OJK, LPS, bidang usaha, UMKM, dan rumah tangga berkewajiban menyelamatkan kondisi keuangan nasional dari krisis keuangan nasional yang dapat berdampak pada inflasi dan jatuhnya nilai tukar rupiah sebagai dampak kemerosotan sistem keuangan. Pandemi Covid-19 telah memaksa negara dan rakyatnya untuk bijak dalam mengelola perekonomian.

Bagi sebagian rakyat Indonesia, kejadian diluar dugaan ini dapat ditangkap sebagai sebuah kondisi yang memberikan petuah kehidupan yang berarti. 

Yustinus seorang petani yang hidupnya subsisten sangat terdampak dengan situasi ini. Ia dipaksa memutar otak dan memeras keringat lebih keras agar tetap survive dalam membiayai kehidupan sehari-hari rumah tangga pribadi dan juga komunitas yang ia bangun. 

Meski terbiasa keras dalam perjuangan ekonomi keluarga, namun pandemi terasa menambah beban hidup dan menciderai harapan seorang petani kecil seperti Yustinus yang hidup di lereng pegunungan terpencil di pulau Jawa.

Obrolan sore yang hangat di bangsal tak terpisah dari lokasi ia mengerjakan aktivitas pertanian organik, Yustinus berkelakar tentang kondisi kebangsaan dan khususnya kondisi keuangan yang coba ia manage ditengah situasi pandemi. 

Sebagai bagian dari komunitas petani muda, ia pun tak mau menyerah disaat ia baru memulai membangun semangat pemuda untuk kembali mencintai pertanian. 

Bermodalkan semangat dan keyakinan kuatnya bahwa pertanian yang dikelola dengan baik dan dengan manajemen kerakyatan yang ia coba gagas bersama teman-teman muda taninya, ia belajar dari pandemi dan mencoba melawan kondisi yang tengah menghimpit semua sektor ekonomi negeri ini tak terkecuali juga bidang pertanian yang ia dan komunitasnya geluti.

Perbincangan itu kami mulai dari obrolan ringan tentang sebuah cita-cita ideologis serta hakekat bertani yang ia yakini dapat menyelamatkan ekonomi negeri ini. Baginya ungkapan negeri agraris tidak boleh hanya berhenti pada jargon semata. Ia ingin mengembalikan kejayaan itu dengan kelompok mudanya. 

Berpikir dan Berdikari menjadi motto besar yang diangkat sebagai roh gerakan membangun ekonomi bangsa dari desa, dari tani dan dari semangat pemuda yang dirangkulnya untuk kembali meninggikan angan pertanian sebagai soko guru perekonomian. 

“Sekarang di masa Pandemi ini semua kembali menanam”, tegasnya bersemangat. Tak berlebihan jika aktivitas bertani untuk pemenuhan konsumsi adalah sebuah harapan menuju era berswadesi yang ia terangkan akan menjadi jawaban paling rasional paska pandemi. 

Bagaimana tidak, di tengah ketidakpastian ekonomi terutama dalam sistem keuangan saat ini hanya kekuatan berdikari dan kreatif memproduksi barang konsumsi secara mandiri dalam kolektifitas yang menjadi salah satu cara bertahan hidup.

Dengan mengkonsumsi produk sendiri setidaknya kita membantu meningkatkan produktifitas nasional walau seujung kuku, terangnya. Produksi dari rakyat yang terkoordinasi dengan baik oleh institusi/lembaga negara atau setidaknya terkoneksi antar komunitas akan menjadi kekuatan pelecut ekonomi dan peningkatan nilai tukar rupiah sehingga turut membantu makroprudensial aman terjaga

Produktif adalah musuh besar konsumtif, memang konsumsi masyarakat yang kuat linear dalam menaikkan pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, bagi Yustinus sebagai seorang petani yang menanam untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat, tidak sepenuhnya mengkonsumsi produk dengan landasan konsumtif itu benar. 

Konsumtif justru akan membawa pada melemahnya proses kreatif dan menghancurkan mental produktif. Inilah salah satu mentalitas yang dibutuhkan dalam menjaga SSK. Sumbangan daya produktivitas dalam negeri di tengah Pandemi adalah wujud cerdas berperilaku dan akan memberikan efek positif bagi SSK dan kebijakan makroprudensial. 

“Yang seperti inilah hikmah Pandemi yang perlu jadi pelajaran”, ungkapnya.

Selain upaya produktif dan mengatur konsumsi, ada beberapa hal lagi yang Yustinus bagikan dalam obrolan sore itu. Ditemani secangkir kopi dari hasil kebun komunitas yang tak terlalu luas serta pisang raja sebagai hidangan menu saat berbuka ia kembali berkelakar tentang pentingnya membangun jejaring komunitas untuk saling memutar hasil produksi. 

“Kita butuh semacam model atau peta hasil produksi dan sebaran kebutuhan bahan konsumsi”, terangnya menerawang. Dengan strategi pemetaan hasil produksi dan kebutuhan konsumsi setidaknya mempermudah mengatur alur distribusi bahan-bahan kebutuhan yang diikuti dengan terjaganya daya beli/konsumsi masyarakat.

Membicarakan soal SSK, ada hal yang selalu diimpikan oleh seorang petani yakni nilai tukar barang tani yang baik. Sama halnya dengan tujuan SKK salah satunya adalah agar nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terus menguat. 

Dalam kehidupan terkecil sebagai seorang petani pun apabila dibangun sebuah mindset bahwa nilai tukar produk tani yang baik adalah dengan memberikan kualitas produk yang baik pula, maka sistem keuangan makro kita juga harus dibangun dengan pola yang sehat. 

“Nek negoro yakin karo tani banjur gelem nganggo hasil tanine dewe mesti kasembadan makmur lan adil rakyate yo Mas” (Kalau negara yakin dengan pertanian kemudian mau memakai produk hasil pertanian sendiri pasti terwujud kemakmuran dan keadilan rakyatnya ya Mas), seloroh Yustinus sambil berkaca-kaca. 

Setidaknya nilai tukar rupiah atau nilai tukar produk tani seperti halnya yang diimpikan Yustinus dapat kita mulai dengan meningkatkan memperbaiki kualitas produksi, berperilaku jujur dalam keuangan dan menghindari tindakan prosiklikal.

Di luar perbincangan yang agak serius bersama Yustinus, beliau juga mencoba untuk membuat analogi solusi terkait dengan Protap Covid-19 yang ia artikan sebagai akronim dari Pro Tani Saat Pandemi Covid-19 dengan upaya menjaga SSK. Kira-kira beginilah guyonan solusi kami sore itu.

1. Don’t Panic, Harus Kreatif

Siapa yang tidak panik dengan Covid-19! bahkan untuk keluar rumah ke kebun saja bagi teman-teman komunitas tani muda ini kadang was-was. Terlebih jika mereka harus berhadapan dengan orang yang kadang lewat di lingkungan mereka untuk menanyakan produk atau sekedar ingin tahu para petani ini sedang mengerjakan apa.

Kepanikan yang terjadi telah berhasil di manajemen dengan cukup baik oleh komunitas ini. Salah satunya adalah gencar berkampanye menanam dan mengkonsumsi sayuran organik dalam batasan quarantine bubble

Covid-19 telah merubah cara pandang pola konsumsi masyarakat untuk hidup sehat dengan selektif mengkosumsi sayuran, empon-empon dan makanan alami serta organik. Momen inilah yang ditangkap secara kreatif bagi komunitas Yustinus dalam menjaga arus perputaran uang dan mengubur kepanikan.

Semua elemen dan bidang kehidupan dapat dikreatifkan, bukan hanya tani. Hal paling penting dalam menyikapi situasi semacam ini adalah tetap fokus dan mencoba melihat sisi pandang lain kehidupan yang lama dengan koridor new normal dalam memaknai proses hidup dengan taat aturan untuk kebaikan bersama. Termasuk kreatif dalam mengatur debet-kredit keuangan agar tidak devisit.

2. Stay at home, akrab dengan teknologi

Rumahku adalah surgaku, terminologi positif saat pandemi. Tinggal di rumah untuk isolasi mandiri mengharuskan kita tetap produktif. Untuk petani di lereng gunung yang sinyal providernya naik-turun, sms konvensional tetap mampu dimanfaatkan Yustinus sebagai media marketplace ala petani ndeso dalam mengikuti perkembangan digital marketing. 

User-user yang dekat karena telah mengenal kualitas barang dan layanan tatap muka sebelum pandemi datang adalah harta berharga untuk tetap menjaga perputaran uang untuk biaya konsumsi maupun mengembangkan produksi.

Setidaknya dengan tinggal di rumah, masyarakat kini semakin tahu cara mencintai pekarangannya. Bagi petani seperti Yustinus dan teman-teman mudanya, kebun dan pekarangan adalah rumah sekaligus surga bagi mereka. Bekerja dengan teknologi digital meski sangat jadul tetap bisa diusahakan di masa pandemi ini.

3. Self Distancing, Don’t Forget Saving

Menjaga jarak dalam aktivitas sosial menjadi hal wajib agar menghindarkan kita dari tertularnya virus corona. Menjaga jarak aman antara pendapatan dan pengeluaran juga sangat dibutuhkan dalam masa pandemi ini. 

Berhemat, bisa menjadi pilihan menghadapi resiko tak terduga. Selain itu, pandemi juga bisa disiasati dengan tetap menabung walau hanya sedikit. 

Menjaga rutinitas dan ritme untuk tetap menabung bagaikan pepatah Jawa ngerti sakdurunge winarah (tahu sebelum kejadian datang), bukan dalam artian klenik, namun semua dapat diproyeksikan sebagai bagian dari persiapan menjalani rentang waktu pandemi yang tidak tentu berakhirnya. Meski berhemat dan menabung, tidak lantas pelit dalam berbelanja produk warung tetangga.

4. Menjaga Imun, Hindari Overload Informasi

Bagai kelompok petani muda ini, bertani tak hanya menyehatkan kantong, namun juga menyehatkan jasmani dan rohani. Terlebih masa pandemi yang mengharuskan imun tetap terjaga, maka selain asupan makanan sehat dan bergizi dengan beraktifitas di lahan dapat meningkatkan kebugaran. Apalagi jika aktifitas kebun itu produktif dan mendatangkan nilai ekonomis.

Dengan minimnya sinyal internet setidaknya menghindarkan petani ini dari overload informasi dan mencegah hoaks serta terhindar dari menyebarkan berita yang membuat panik. Kondisi yang serba mencekam seperti ini harus diimbangi dengan menciptakan suasana saling menggembirakan agar imun tidak turun dan teliti mengelola keuangan.

5. Taati PSBB, Jangan Diplesetne

Seiring pemerintah tengah menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar, banyak sekali meme beredar dan akronim plesetan dari kebijakan ini. 

Untuk ikut serta dalam menjaga SSK, kita juga harus taat pada beberapa hal aturan main seperti tidak menimbun uang, tidak panic buying, tidak melakukan rush money maupun menimbun barang. PSBB tak boleh diplesetkan menjadi Pembangkangan Sosial Berskala Besar jika ingin berkontribusi dalam menjaga SSK dan perekonomian bangkit kembali.

Tak terasa dua jam perbincangan dengan teman-teman muda tani ini hingga lapar tak dirasa, bukan karena alasan mau irit. Tenang ada sayuran organik kebun sendiri dan bumbu dari belanja di warung tetanga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun