Mohon tunggu...
Galuh Styni
Galuh Styni Mohon Tunggu... Mahasiswa - UNNES

Saya memiliki kepribadian yang introvert, hobi saya mendegarkan musik dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kritik Mazhab Keynesian: Antara Keunggulan dan Keterbatasan

9 Desember 2024   17:43 Diperbarui: 9 Desember 2024   17:47 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mazhab Keynesian, yang dikembangkan oleh ekonom Inggris John Maynard Keynes pada awal abad ke-20, telah menjadi salah satu pilar utama dalam teori ekonomi modern. Teori ini muncul sebagai respons terhadap Depresi Besar pada tahun 1930-an, yang menunjukkan bahwa pasar tidak selalu dapat mengatur dirinya sendiri dan bahwa intervensi pemerintah diperlukan untuk mengatasi ketidakstabilan ekonomi. Prinsip dasar dari mazhab ini adalah bahwa permintaan agregat jumlah total barang dan jasa yang diminta dalam perekonomian adalah faktor kunci dalam menentukan tingkat output dan lapangan kerja.

Keunggulan utama dari mazhab Keynesian adalah kemampuannya untuk menjelaskan fluktuasi ekonomi dan memberikan solusi praktis untuk mengatasi resesi. Kebijakan fiskal, seperti peningkatan pengeluaran pemerintah dan pengurangan pajak, menjadi alat utama dalam mendorong permintaan agregat. Namun, meskipun memiliki banyak keunggulan, mazhab Keynesian juga menghadapi kritik yang signifikan, baik dari segi teori maupun praktik. Dalam tulisan ini, kita akan membahas keunggulan mazhab Keynesian, diikuti dengan kritik yang objektif dan berbasis data, serta saran untuk perbaikan.

Keunggulan Mazhab Keynesian

1. Penanganan Pengangguran

Salah satu keunggulan utama dari mazhab Keynesian adalah kemampuannya untuk menjelaskan dan mengatasi masalah pengangguran. Dalam situasi resesi, ketika permintaan agregat menurun, Keynesian berargumen bahwa pemerintah harus meningkatkan pengeluaran untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Data historis menunjukkan bahwa selama krisis keuangan global 2008, banyak negara yang menerapkan stimulus fiskal berdasarkan prinsip Keynesian, yang membantu memulihkan ekonomi mereka. Misalnya, paket stimulus yang diterapkan di Amerika Serikat, yang dikenal sebagai American Recovery and Reinvestment Act, berhasil menciptakan jutaan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

2. Peran Pemerintah dalam Stabilitas Ekonomi

Mazhab Keynesian juga menekankan pentingnya peran pemerintah dalam mengatur siklus ekonomi. Dalam pandangan Keynesian, intervensi pemerintah dapat membantu mengurangi dampak negatif dari siklus bisnis, seperti inflasi dan deflasi. Kebijakan moneter yang longgar, seperti penurunan suku bunga, juga merupakan bagian dari pendekatan Keynesian untuk mendorong investasi dan konsumsi. Dalam konteks ini, banyak negara yang berhasil menghindari resesi yang lebih dalam dengan menerapkan kebijakan moneter yang ekspansif.

3. Teori Multiplier

Teori multiplier Keynesian menunjukkan bahwa setiap pengeluaran tambahan oleh pemerintah dapat menghasilkan peningkatan yang lebih besar dalam pendapatan nasional. Ini berarti bahwa investasi pemerintah dalam infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan dapat memberikan dampak positif yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Data dari berbagai studi menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah yang terarah dapat meningkatkan permintaan agregat dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Kritik Terhadap Mazhab Keynesian

1. Ketergantungan pada Kebijakan Fiskal

Salah satu kritik utama terhadap mazhab Keynesian adalah ketergantungannya pada kebijakan fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Meskipun kebijakan ini dapat efektif dalam jangka pendek, dalam jangka panjang, peningkatan pengeluaran pemerintah dapat menyebabkan defisit anggaran yang besar dan utang publik yang tidak berkelanjutan. Menurut data dari Bank Dunia, banyak negara yang menerapkan stimulus fiskal besar-besaran selama krisis keuangan 2008 mengalami lonjakan utang publik yang signifikan. Misalnya, rasio utang terhadap PDB di Amerika Serikat meningkat dari sekitar 60% pada tahun 2007 menjadi lebih dari 100% pada tahun 2010.

Saran

Sebagai alternatif, pemerintah sebaiknya mempertimbangkan kebijakan fiskal yang lebih berkelanjutan, seperti pengurangan pengeluaran yang tidak efisien dan peningkatan pendapatan melalui reformasi pajak. Ini akan membantu menjaga keseimbangan anggaran tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi.

2. Asumsi tentang Permintaan Agregat

Kritik lain terhadap mazhab Keynesian adalah asumsi bahwa permintaan agregat selalu menjadi faktor penentu utama dalam pertumbuhan ekonomi. Dalam banyak kasus, penawaran juga memainkan peran penting. Misalnya, dalam situasi di mana ada kemajuan teknologi atau peningkatan produktivitas, pertumbuhan ekonomi dapat terjadi meskipun permintaan agregat tidak meningkat. Data dari Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menunjukkan bahwa negara-negara dengan inovasi tinggi dan produktivitas yang meningkat sering kali mengalami pertumbuhan ekonomi yang kuat, meskipun permintaan agregat tidak selalu meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan Keynesian yang terlalu fokus pada permintaan dapat mengabaikan faktor-faktor penting lainnya yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.

Saran

Mazhab Keynesian sebaiknya mengintegrasikan analisis penawaran ke dalam kerangka teorinya. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor penawaran, seperti inovasi dan produktivitas, kebijakan ekonomi dapat menjadi lebih komprehensif dan efektif. Pendekatan yang lebih seimbang antara permintaan dan penawaran akan memberikan gambaran yang lebih akurat tentang dinamika ekonomi.

3. Efek Samping dari Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter yang longgar, yang sering dianjurkan oleh Keynesian, dapat memiliki efek samping yang merugikan. Suku bunga yang rendah dapat mendorong spekulasi di pasar keuangan, yang dapat menyebabkan gelembung aset. Contohnya, setelah krisis keuangan 2008, banyak negara menerapkan suku bunga rendah untuk mendorong pertumbuhan, tetapi ini juga menyebabkan lonjakan harga aset, seperti properti dan saham. Menurut laporan dari Bank untuk Penyelesaian Internasional, harga properti di beberapa negara meningkat secara signifikan, menciptakan risiko gelembung yang dapat mengancam stabilitas ekonomi di masa depan.

Saran

Sebagai respons terhadap potensi efek samping ini, kebijakan moneter sebaiknya dipadukan dengan pengawasan yang lebih ketat terhadap pasar keuangan. Regulator harus memantau dan mengatur aktivitas spekulatif untuk mencegah terjadinya gelembung aset yang dapat merugikan perekonomian. Selain itu, kebijakan moneter harus dipertimbangkan dengan hati-hati untuk menghindari dampak negatif jangka panjang.

4. Keterbatasan dalam Menghadapi Inflasi

Mazhab Keynesian sering kali dianggap kurang efektif dalam menangani inflasi. Ketika permintaan agregat meningkat, dapat menyebabkan tekanan inflasi yang tinggi. Dalam situasi ini, kebijakan fiskal yang ekspansif justru dapat memperburuk inflasi. Data dari International Monetary Fund (IMF) menunjukkan bahwa beberapa negara yang menerapkan stimulus fiskal besar-besaran selama periode pertumbuhan ekonomi yang kuat mengalami lonjakan inflasi yang signifikan. Misalnya, inflasi di Venezuela meningkat drastis setelah pemerintah menerapkan kebijakan fiskal yang tidak terencana.

Saran

Untuk mengatasi masalah inflasi, penting bagi pembuat kebijakan untuk mengadopsi pendekatan yang lebih seimbang antara kebijakan fiskal dan moneter. Kebijakan yang lebih ketat dalam pengendalian inflasi, seperti penyesuaian suku bunga dan pengendalian pengeluaran pemerintah, dapat membantu menjaga stabilitas harga. Selain itu, penting untuk memiliki mekanisme yang fleksibel untuk menyesuaikan kebijakan sesuai dengan kondisi ekonomi yang berubah.

5. Kurangnya Fokus pada Kesejahteraan Jangka Panjang

Kritik lain terhadap mazhab Keynesian adalah kurangnya fokus pada kesejahteraan jangka panjang. Kebijakan yang berorientasi pada peningkatan permintaan agregat sering kali mengabaikan faktor-faktor struktural yang mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, seperti pendidikan, infrastruktur, dan inovasi. Data dari World Economic Forum menunjukkan bahwa negara-negara yang berinvestasi dalam pendidikan dan infrastruktur cenderung memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih stabil dan berkelanjutan.

Saran

Mazhab Keynesian sebaiknya memperluas fokusnya untuk mencakup kebijakan yang mendukung investasi dalam sumber daya manusia dan infrastruktur. Dengan mengintegrasikan aspek-aspek ini, perekonomian dapat tumbuh secara lebih berkelanjutan dan inklusif. Kebijakan yang berorientasi pada pembangunan jangka panjang akan membantu menciptakan fondasi yang kuat untuk pertumbuhan ekonomi di masa depan.

Kesimpulan

Mazhab Keynesian telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pemahaman kita tentang dinamika ekonomi, terutama dalam konteks fluktuasi siklus bisnis dan pengangguran. Dengan menekankan pentingnya permintaan agregat, Keynesian menawarkan kerangka kerja yang relevan untuk merespons krisis ekonomi, seperti yang terlihat selama Depresi Besar dan krisis keuangan global 2008. Kebijakan fiskal yang ekspansif, yang menjadi ciri khas pendekatan Keynesian, telah terbukti efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi jangka pendek dan menciptakan lapangan kerja. Namun, meskipun keunggulan-keunggulan ini tidak dapat diabaikan, kritik yang dihadapi oleh mazhab Keynesian menunjukkan bahwa pendekatan ini memiliki keterbatasan yang perlu diatasi untuk memastikan keberlanjutan dan efektivitas kebijakan ekonomi di masa depan.

Selain itu, asumsi bahwa permintaan agregat selalu menjadi faktor penentu utama dalam pertumbuhan ekonomi perlu ditinjau kembali. Dalam banyak kasus, faktor penawaran, seperti inovasi dan produktivitas, juga memainkan peran penting. Oleh karena itu, integrasi analisis penawaran ke dalam kerangka Keynesian akan memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang dinamika ekonomi dan memungkinkan pembuat kebijakan untuk merumuskan kebijakan yang lebih efektif.

Keterbatasan dalam menangani inflasi juga menjadi perhatian utama. Kebijakan fiskal yang ekspansif dalam situasi di mana permintaan sudah tinggi dapat memperburuk inflasi. Oleh karena itu, pembuat kebijakan perlu mengadopsi pendekatan yang lebih seimbang antara kebijakan fiskal dan moneter, dengan fokus pada pengendalian inflasi untuk menjaga stabilitas harga.

Akhirnya, kurangnya fokus pada kesejahteraan jangka panjang dalam kebijakan Keynesian menunjukkan perlunya pergeseran paradigma. Kebijakan yang berorientasi pada peningkatan permintaan agregat harus diimbangi dengan investasi dalam pendidikan, infrastruktur, dan inovasi untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dengan mengintegrasikan aspek-aspek ini, perekonomian dapat tumbuh secara lebih inklusif dan berkelanjutan, menciptakan fondasi yang kuat untuk masa depan.

Secara keseluruhan, meskipun mazhab Keynesian telah memberikan banyak wawasan berharga, penting untuk terus mengevaluasi dan memperbarui pendekatan ini agar tetap relevan dalam menghadapi tantangan ekonomi yang kompleks dan dinamis. Dengan mengadopsi saran-saran yang telah diuraikan, mazhab Keynesian dapat beradaptasi dan berkembang, memastikan bahwa kebijakan ekonomi tidak hanya efektif dalam jangka pendek, tetapi juga berkelanjutan dan inklusif dalam jangka panjang. Hal ini akan membantu menciptakan perekonomian yang lebih stabil, adil, dan berkelanjutan bagi semua lapisan masyarakat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun