Mohon tunggu...
kusnun daroini
kusnun daroini Mohon Tunggu... Petani - Pemerhati sosial politik dan kebudayaan dan sosial wolker

Pemerhati / penulis lepas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kepentingan "Terselubung" di Balik Go-Jek

21 Maret 2018   05:25 Diperbarui: 21 Maret 2018   07:07 1282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Tribunnews.com

Akumulasi Energi quantum (seperti dalam tulisan volume pertama yang  tercipta dan mengalir begitu deras akhirnya menciptakan gelombang kekuatan yang  sampurna mampu disatukan Oleh Nadiem. Bahkan publik kembali dikejutkan oleh membanjirnya tawaran investasi yang datang seperti air bah saja. 

Karena tidak berselang lama perusahan-perusahaan Jawara pialang investasi berebut untuk mendapatkan "Sampur" saham dengan bermitra dengan perusahaan Go-Jek.

Investasi ini sendiri menjadi bagian dari usaha Gojek menghimpun dana US$1,2 milyar yang dirintis sejak tahun lalu.

Tahun lalu, Gojek berhasil menggaet perusahaan digital raksasa Tiongkok, Tencent. Investasi tambahan pun kemudian dilakukan investor lama Gojek seperti KKR, Warburg Pincus, Sequiola Capital, dan NSI Ventures. Setelah itu, JD.com pun tertarik mengucurkan dana US$100 juta untuk Gojek

Malah terakhir sang penguasa sebuah kerajaan digital terbesar dunia menyempatkan dirinya untuk ketemu dan melakukan satu joins bisnis investasi.

Siapa lagi kalau bukan Google. Dengan investasi ini, valuasi Gojek diperkirakan menembus angka US$3 milyar. Angka ini memang masih kalah dari valuasi Grab yang kini berada di angka US$6 milyar, namun menunjukkan kiprah Gojek yang semakin diperhitungkan perusahaan global.

Hadirnya Google dan raksasa digital global ke pasar transportasi online di Asia Tenggara memang bukan tanpa alasan. Riset yang dilakukan Google menunjukkan, pasar transportasi online di kawasan ini pada tahun 2017 berada di angka US$5,1 milyar, dan akan menembus US$20,1 milyar di taun 2025 nanti. 

Angka fenomenal ini didorong jumlah penduduk di Asia Tenggara yang mencapai 600 juta orang serta kondisi transportasi umum yang masih tertinggal.

Menarik ditunggu apakah investasi ini akan mempercepat langkah Gojek melakukan ekspansi ke negara lain. Belum lama ini, CEO Gojek Nadiem Makariem sudah menyatakan tekadnya untuk mengubah strategi menjadi "menyerang" dengan melebarkan sayap ke negara lain di Asia Tenggara.

Go-jek dan filantropi ekonomi kaum pinggiran

Membahas sepak terjang Nadiem  bersama "kerajaan barunya" seolah masuk dan menyaksikan sebuah tontonan kisah "sang mesiah" yang tiba-tiba muncul ditengah kerumunan banyak orang yang lagi berebut tulang-belulang  di area sebuah kota kumuh dan banal.

Disitu semua orang disibukkan dengan antrian yang panjang untuk menyelamatkan menyelamatkan diri dari kemiskinan akut yang mendera.

Pertannyaanya kemudian adalah benarkah bahwa sang "raja-ojek" ini seperti yang didengung-dengungkan oleh banyak para pengamat bahkan pejabat setingkat Menteri perlu mengapresiasi keberhasilannya Go-Jek.

Bahkan ada yang menyebut kan bahwa kemunculan Go-Jek adalah sebuah wujud dari "ekonomi kreatif" dari karya anak bangsa.

Untuk melihat apakah bisnis tersebut berkait dan berkelindan dengan perbaikan ekonomi bangsa maka ada lima  indikasi untuk untuk mengukurnya.

Pertama apakah basis permodalan yang diputar oleh Go-Jek nantinya akan berkembang pada  kepemilikan saham untuk publik atau malah sebaliknya. Dia akan menjelma sebagai raksasa bisnis yang menggurita ke berbagai sektor ekonomi strategis lainya dimana disitu bersemayam jutaan hajat hidup orang banyak.

Seperti yang terlansir pada uraian sub bab diatas dengan membonceng sederet para jawara investasi pialang modal internasional diatas, Go-Jek cenderung pada bisnis konglomerasi tak tersentuh oleh visi dan kondisi perekonomian  bangsa.

Padahal jika ditilik dari usia dari Go-jek dalam pelataran bisnis besar ibarat masih seumur jagung. Sejak resmi berdirinya pada awal tahun 2011 hingga sekarang perusahaan transportasi on-line ini  sudah genap pada  usia  sewindu. 

Melihat usia  berarti dia belum bisa dikatakan sebagai pemaian senior. Tapi mengapa begitu mluncur kepublik dan boooming sekaligus  langsung diambut oleh berjibun para pelaku investor domestik dan luar negeri.

Sebuah riset yang dialkukan oleh Google sendiri tentang peluang melihat ceruk pasar Asia Tenggara terkait dengan bisnis transportasi online untuk tahun 2025 sangat menjanjikan. Dengan beberapa analisis diantaranya adalah populasi penduduk sudah mencapai 600 juta orang yang tidak diimbangi dengan sarana-prasarana transportasi umum yang memadai.

Selain itu menurut hemat penulis, ambisi dari sindikasi pialang modal global tersebut karena sudah mencium tentang fenomena gagalnya kebijakan negara-negara Asia dalam pengelolaan pelayanan publik. 

Pasal ini tertuju pada akumulasi dampak Kota Metropolitan yang indentik dengan "problem kebuntuan" pada masalah pelayanan publik. Di sinilah masalah tersebut menuai berkah bagi para penjelajah (penjajah) sang Gurita modal .

Hal Ini juga sebuah indikasi kuat bagaimana liberalisme pasar modal akan melirik "titik lemah" penanganan sarana publik pada sebuah negara. Mereka akan tahu bahwa ujung dari modernisasi negara-negara  berkembang akan terbelit oleh perkara pelayanan publik yang gagal. Salah satunya adalah masalah "transportasi publik".

Padahal kemacetan adalah problem sistemik sebuah pemerintahan yang gagal menerapakan tata-kelola kuasa-kebijakan ekonomi politik berkeadilan. Karena sarana publik seperti jalan raya hari ini didominasi oleh kelas menengah keatas.

Ditengah kebuntuan tersebut Transportasi on-line akhirnya menjadi alternatif yang melegakan bagi masyarakat kota.

Padahal solusi model trobosan transportasi on-line seperti Go-jek  dan lainnya  kalau diamati semakin "meniadakan" dan mematikan peran pemerintah dalam memecahkan kebuntuan lalu lintas publik. Karena pada dasarnya urusan sarana dan prasarana umum adalah sepenuhnya tanggung jawab Pemerintah

Kedua adalah dimana letak posisi dan peran negara dalam  putaran ledakan bisnis transportasi online ini. Den gan semakin gencarnya model transportasi online mewa bah dan merebak ke antero negeri semakin menandakan bahwa keterlibatan pemerintah sebagai institusi yang seharusnya bertanggung jawab penuh atas problem tersebut semakin tersembunyi dan "mengamankan diri". Bahkan identik melarikan diri dari persoalan yang seharusnya dihadapi dengan terobosan dan kecanggihan Program yang pro-rakyat.

Lucunya pada sebuah moment tertentu sang menteri malah memberikan apresiasi sebagai salah satu wujud dari sumbang sih terhadap problem perekonomian masyarakat.

Pada satu sisi memang diiyakan bahwa sebagian pengangguran warga miskin kota tersaluran dengan profesi yang menjanjikan . Tapi pada sisi lain "gagalnya" peran negara dalam menangani kemacetan kemudian bisa berlindung dibalik Suksesnya Go-Jek yang menyebutnya sebagai "ekonomi-kreatif".

Ketiga  jika memang bentuk Transportasi online seperti GO-Jek dan yang lainnya diakui sebagai wujud dari ekonomi kreatif lantas seimbangkah kontribusinya bagi masyarakat umum non pengguna. Dalam artian ketika melihat  bisnis ini sudah mencapai asset trilyunan, apakah dari sisi kewajiban "perpajakan" sudah mampu memberikan konstribusi yang signifikan bagi negara.

Penulis kira pertanyaan --pertanyan standart ini sangat wajar dimunculkan mengingat nilai pendanaan yang terkantongi oleh GO-Jek sudah menembus angka 30 trilyun. Angka ini belum perusahan transportasi on line yang lain seperti Grab-bike, ataupun Uber yang terlanjur bercokol di tanah air ini.

Keempatadalah terkait dengan putaran akumulasi modal yang menggunung dari bisnis tersebut. Penumpukan laba bersih dari bisnis ini apakah akan dikembangkan  menjadi bisnis yang berkerangka sistem aglomerasi atau konglomerasi. Jika dilihat dari sekian banyak bisnis swasta komersial ketika sudah mencapai titik sukes akan menggelembung menjadi kerajaan bisnis perseorangan atau menjelma menjadi bisnis konglomerat.

Sebaliknya "lawan" dari model siistem konglomerasi adalah model Aglomerasi yang berpraktek dan bertumpu pada kekuatan jaringan yang terintegrasikan dengan masyarakat.  

Penerapan dari sistem Aglomerasi mensyaratkan keterlibatan penuh masyarakat --konsumen sekaligus sebagai owner secara kolekif (baca juga tulisan saya BRI menjadi agen Revolusi ekonomi kerakyatan).  Karena dalam kontek sistem ini konsumen statusnya dilibatkan sebagai pemilik saham dari perusahaan yang sedang bergerak.  

Kelima bagaimana siasat dan strategi kompromi dengan para ojeker-ojeker "manual" lainya yang masih meniti dengan tertatih-tatih berjuang hidup  dengan tidak mengakses trend ojek on-line ini. Dalam kaidah logika pragmatis, GO-jek dan perusahan jasa online lainnya  akan berdalih secara sepihak bahwa bisnis adalah kompetitor. Siapa yang cepat siapa dapat. Siapa yang kuat dan cerdas dialah yang menjadi pemenang dari pertarungan pasar.

Karena  para "ojeker manual" yang bertahan hingga detik ini adalah salah satu dari sektor ekonomi informal yang harus diselamatkan. Bagaimanapun posisi GO-jek adalah terinspirasi dari keringat para Pahlawan transportasi yang berpuluh-puluh tahun berjuang ditengah lautan kemacetan Jakarta.

Harus ada langkah-langkah "persuasif" dari GO-jek sendiri dan yang lainnya lebih-lebih Pemerintah untuk mencari ttik temu mengapa mereka cenderung "bersikap resisten". Bahkan terkadang melakukan perlawanan sporadis karena wilayah kekuasan dan langgananya lambat laun terkikis habis oleh raksasa bisnis yang menjadi keniscayaan zaman.

Paling tidak dari artikel ini mengajak publik untuk merefleksikan tentang peran dan posisi ekonomi rakyat yang lambat laun digerus oleh kekuatan kapitalisme globlal.

Lantas siapa yang akan peduli dan mendampingi jutaan warga miskin yang bergelut disektor informal yang tergerus profesi dan hak hidupnya. Ketika negara dalam banyak kasus terang-terangan malah bersenyawa dengan leberalisme pasar. Wallohu a'lam.

Magelang, 21 Maret 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun