Mohon tunggu...
kusnun daroini
kusnun daroini Mohon Tunggu... Petani - Pemerhati sosial politik dan kebudayaan dan sosial wolker

Pemerhati / penulis lepas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kepentingan "Terselubung" di Balik Go-Jek

21 Maret 2018   05:25 Diperbarui: 21 Maret 2018   07:07 1282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Tribunnews.com

Hal Ini juga sebuah indikasi kuat bagaimana liberalisme pasar modal akan melirik "titik lemah" penanganan sarana publik pada sebuah negara. Mereka akan tahu bahwa ujung dari modernisasi negara-negara  berkembang akan terbelit oleh perkara pelayanan publik yang gagal. Salah satunya adalah masalah "transportasi publik".

Padahal kemacetan adalah problem sistemik sebuah pemerintahan yang gagal menerapakan tata-kelola kuasa-kebijakan ekonomi politik berkeadilan. Karena sarana publik seperti jalan raya hari ini didominasi oleh kelas menengah keatas.

Ditengah kebuntuan tersebut Transportasi on-line akhirnya menjadi alternatif yang melegakan bagi masyarakat kota.

Padahal solusi model trobosan transportasi on-line seperti Go-jek  dan lainnya  kalau diamati semakin "meniadakan" dan mematikan peran pemerintah dalam memecahkan kebuntuan lalu lintas publik. Karena pada dasarnya urusan sarana dan prasarana umum adalah sepenuhnya tanggung jawab Pemerintah

Kedua adalah dimana letak posisi dan peran negara dalam  putaran ledakan bisnis transportasi online ini. Den gan semakin gencarnya model transportasi online mewa bah dan merebak ke antero negeri semakin menandakan bahwa keterlibatan pemerintah sebagai institusi yang seharusnya bertanggung jawab penuh atas problem tersebut semakin tersembunyi dan "mengamankan diri". Bahkan identik melarikan diri dari persoalan yang seharusnya dihadapi dengan terobosan dan kecanggihan Program yang pro-rakyat.

Lucunya pada sebuah moment tertentu sang menteri malah memberikan apresiasi sebagai salah satu wujud dari sumbang sih terhadap problem perekonomian masyarakat.

Pada satu sisi memang diiyakan bahwa sebagian pengangguran warga miskin kota tersaluran dengan profesi yang menjanjikan . Tapi pada sisi lain "gagalnya" peran negara dalam menangani kemacetan kemudian bisa berlindung dibalik Suksesnya Go-Jek yang menyebutnya sebagai "ekonomi-kreatif".

Ketiga  jika memang bentuk Transportasi online seperti GO-Jek dan yang lainnya diakui sebagai wujud dari ekonomi kreatif lantas seimbangkah kontribusinya bagi masyarakat umum non pengguna. Dalam artian ketika melihat  bisnis ini sudah mencapai asset trilyunan, apakah dari sisi kewajiban "perpajakan" sudah mampu memberikan konstribusi yang signifikan bagi negara.

Penulis kira pertanyaan --pertanyan standart ini sangat wajar dimunculkan mengingat nilai pendanaan yang terkantongi oleh GO-Jek sudah menembus angka 30 trilyun. Angka ini belum perusahan transportasi on line yang lain seperti Grab-bike, ataupun Uber yang terlanjur bercokol di tanah air ini.

Keempatadalah terkait dengan putaran akumulasi modal yang menggunung dari bisnis tersebut. Penumpukan laba bersih dari bisnis ini apakah akan dikembangkan  menjadi bisnis yang berkerangka sistem aglomerasi atau konglomerasi. Jika dilihat dari sekian banyak bisnis swasta komersial ketika sudah mencapai titik sukes akan menggelembung menjadi kerajaan bisnis perseorangan atau menjelma menjadi bisnis konglomerat.

Sebaliknya "lawan" dari model siistem konglomerasi adalah model Aglomerasi yang berpraktek dan bertumpu pada kekuatan jaringan yang terintegrasikan dengan masyarakat.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun