Mohon tunggu...
kusnun daroini
kusnun daroini Mohon Tunggu... Petani - Pemerhati sosial politik dan kebudayaan dan sosial wolker

Pemerhati / penulis lepas

Selanjutnya

Tutup

Money

BRI Berpotensi Menjadi Agen "Revolusi" Ekonomi Kerakyatan

1 Januari 2018   10:11 Diperbarui: 1 Januari 2018   11:31 1324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
impian petani dibawah lindungan merah putih

Dari data yang ada keberadaan Bank Rakyat Indonesia (BRI) sudah mengantongi beberapa prestasi yang luar biasa. Hal ini menjadi sesuatu yang signifikan jika dibandingkan dengan kiprah bank-bank lain yang menyebar di Indonesia baik itu kategori domestik ataupun bank asing.

Kalau menilik dari kilas sejarah BRI memang begitu menarik. Karena bank ini jika mengikuti dari hitungan kalender sejak berdirinya maka   sudah genap berusia 122 tahun. Berarti didirikan tepat lima puluh tahun (50) jauh sebelum Indonesia Merdeka. Menurut banyak sumber Menyebutkan bahwa Pada awalnya Bank Rakyat Indonesia (BRI) didirikan di Purwokerto, Jawa Tengah oleh Raden Bei Aria Wirjaatmadja dengan nama Hulp-en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren atau Bank Bantuan dan Simpanan Milik Kaum Priyayi yang berkebanrdegsaan Indonesia (pribumi). Berdiri tanggal 16 Desember 1895, yang kemudian dijadikan sebagai hari kelahiran BRI.

Pertanyaan yang perlu dikembangkan adalah Mengapa embrio bank BRI dimotori oleh para bangsawan-priayi. Lantas mengapa juga letak berdirinya berada di kota pinggiran jauh dari pusat peradaban maju kala itu. Sebutlah kota-kota ternama seperti Batavia, Bandung Semarang ataupun Yogya.  Dan Mengapa juga sekelas Raden Bei Aria Wirjaatmaja tidak tersebut sebagai pahlawan penggerak ekonomi rakyat. Karena memang beliaulah yang meletakkan dasar-dasar ekonomi modern ketika yang lain masih bicara politik konfrontasi dengan kolonial Belanda.

Saya kira butuh upaya serius lagi untuk mengorek latar sejarah Bank satu ini yang agak "kabur" dari lipatan sejarah resmi  Indonesia.

Biarpun data ini belum begitu detail terkait dengan konteks sosial ekonomi politik yang melahirkannya, tapi jika mencermati dari namanya saja menjadi sesuatu ungkapan "mengusik" yang perlu dilacak lebih mendalam. Istilah "pribumi" yang tercantum secra eksplisit dari namanya tersebut hemat penulis adalah sebuah isyarat kuat tentang resistensi pada waktu itu untuk mengimbangi kekuatan  Kolonialisme Belanda yang begitu hegemonik.

Pada era tersebut boleh dibilang Perekonomian Belanda mengalami Booming ekonomi dikarena beberapa industri pabrikan pernah terdongkrak sedemikian pesat. Sebutlah seperti  maraknya beberapa pabrik gula yang menyebar dibeberapa titik di belahan bumi Nusantara ini kususnya jawa. Sekaligus industri perkebunan seperti kopi,teh,kina karet  dan lainnya yang juga sempat menopang kejayaan Pemerintah kolonial pada waktu itu.

Sehingga cukup beralasan jika orang seperti Raden Bei Aria Wiraatmodja cukup gerah dan gelisah melihat pesatnya perkembangan ekonomi Belanda kala itu. Tapi benarkah posisi beliau bersebarangan dengan Belanda disaat memproklamirkan bank tersebut.  Asumsi inipun  masih menjadi pertanyaan besar juga.

BRI tidak hanya sekedar Bank.

Pada awal berdirinya Republik ini founding fathers kita telah membentuk sekitar 150 BUMN disemua sektor ekonomi yang digunakan sebagai alat untuk mensejahterakan rakyat sesuai amanat UUD 45 pasal 33. Tapi pada perkembangannya BUMN seringkali tidak mampu memfasilitasi dari sekian keterpurukan perekonomian bangsa. Malah sering kita mendengar kebanyakan dari perusahaan Negara tersebut dikabarkan sering rugi dan bangkrut. Pikiran kita pasti tertuju pada era Orde baru dan tarik ulur kepentingan blok politik yang  berlarut-larut hingga sekarang.

Bahkan sampai hari ini dilema perekonomian ditingkat masyarakat bawah  menjadi "PR besar" yang butuh waktu panjang merampungkannya. Segmen ini dipenuh-sesaki oleh kaum miskin kota dan kelompok marginal pedesaan yang sebagian besar adalah berprofesi sebagai petani gurem dengan lahan sempit dan para buruh tani yang merana.

Kalau kita amati dari sejumlah problem diatas  BUMN harus kembali pada  peranya "khittahnya" yaitu sebagai perusahaan yang diperuntukkan mensejahterakan rakyatnya. Sederet dari anak perusahaan BUMN tersebut BRI akan menjadi sebuah pilihan Perusahaan alternatif masa depan. Reputasi tersebut dibuktikan dengan 12 tahun berturut-turut menjadi bank dengan prestasi laba tertinggi yaitu sekitar 20,5 trilyun. Sebuah prestasi yang mencengangkan bagi siapapun yang bergerak dalam bisnis valuta dan pasar uang.

Tentunya capaian kerja keuangan yang cemerlang ini memberi kontribusi positif perusahaan dalam menyukseskan pembangunan Indonesia., PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Capaian penyaluran kredit Hingga September 2017 sudah mencapai Rp 694,2 triliun.

Dari total nilai kredit diatas hampir sekitar 30 % lebih  kredit telah tersalurkan pada penyaluran kredit usaha rakyat (KUR).  penyaluran KUR dari Agustus 2015 hingga akhir November 2017 berjumlah 153,9 triliun dengan jumlah nasabah baru sebanyak 8,5 juta. Sebaran dana sebesar itu juga tidak lepas dari komitmen Bank BRI membangun sekitar 10,600 outlet di seluruh pelosok negeri.

Selain itu BRI sejak tahun 2003 sudah menegaskan dirinya sebagai Perusahaan Komersil yang terbuka untuk publik. Hal ini diwujudkan dengan dengan model Kepemilikan saham yang terbuka untuk umum. Share saham ini bisa kita lihat dari list saham yang terlibat didalamnya sekitar hampir 50% persen adalah  pendanan diluar negara.

Bank BRI sebagai sebuah perusahaan atau corporate yang besar, pasti juga memiliki program Corporate Social Responsibility (CSR). CSR adalah sebuah upaya kepedulian yang sudah ditunjukkan oleh BRI bahwa bank ini telah memenuhi dari tuntutan kepedulian terhadap masyarakat. Dan ini selaras dengan slogannya yang terkenal "melayani setulus hati"

Namun menurut hemat penulis bahwa sekapasitas BRI dengan nama besar serta sejarahnya yang bergerak tumbuh bersama jaringan rakyat yang sedemikian luas maka sudah saatnya BRI melakukan Upaya reorientasi visi dan misi yang lebih tajam dan akurat.

Jika melihat dari "resources raksasa" yang dimiliki oleh BRI beserta jaringannnya maka peran interaksi BRI dengan masyarakat seharusnya tidaklah berjarak. Interaksi ini harus ditingkatkan dari "koneksi" menuju pada "integrasi" secara total dalam denyut nadi jantung kehidupan ekonomi masyarakat.

Ada beberapa alasan mendasar yang begitu rasional mengapa  BRI harus segera merombak paradigma besarnya tidak hanya sebagai bank penyalur kredit dan jasa layanan tabungan tetapi harus menggunakan sistem aglomerasi yang bersinergi dengan basis organisasi  ekonomi kerakyatan

Pertama fakta tentang pesatnya perdagangan internasional masuk ke negara kita. Para korporet bisnis raksasa dunia masuk dengan leluasa keranah ekonomi masyarakat. Para pelaku bisnis riil yang berbasiskan produksi barang dan jasa dilevel menegah kebawah banyak yang bertumbangan. Ambil contoh membanjirnya produk China yang menawarkan kecanggihan dan harganya yang murah banyak yang diminati oleh konsumen  di Indonesia.. Apalagi pasca dibukannya kesepaktan tentang pasar bebas ASIA yang kita kenal dengan MEA, serbuan produk asing semakin menggila.

Kedua dengan adanya jaringan cibernet.  Model pendanaan pendanan swasta ini  langsung membuka lapaknya diruang-ruang rumah tangga domestik para konsumen. Muncul dan membanjirnya smartphone telah mengkondisikan masyarakat untuk langsung bertransaksi lewat gadget pribadi masing-masing orang. Sehingga jaringan manual BRI yang sudah susah payah didirikan puluhan tahun tersebut bisa tergeser ataupun bahkan tumbang disapu oleh model jejaring transaksi by-phone ini dalam jangka panjangnya.Sebutlah model multilevel ala ustadz mansur yang sudah mengantongi anggota jutaan. Transaksi model ini lebih menjanjikan karena disampaing menawarkan jasa layanan investasi berjenjang, Fee yang didapat langsung dapat dirasakan oleh nasabah.

Ketigaadalah  krisis ekonomi riil ditingkat masyarakat akar rumput. Jutaan pengangguran usia produktif yang didominasi oleh anak muda generasi millenial atau lebih akrab disebut generasi Z, telah menyuguhkan sebuah tantangan sekaligus peluang yang menjanjikan. Segmen ini jarang didekati oleh pemerintah secara intensif. Menjamurnya program pembangunan yang masuk kepelosok desa seperti PNPM ataupun Model Pendampingan desa ala Jokowi lebih terkonsentrasi pada pemenuhan sarana fisik dan infrastruktur. Pada sisi pembangunan ekonomi kolektif kolegial belum tertangani secara maksimal. Kondisi ini jika tidak segera tertangani akan menjadi kontraproduktif yang berdampak pada rendahnya kepercayaan masyarakat pada pemerintahan yang ada. Sehingga pada gilirannya Korporate swasta asing yang akan mencaplok peluang ini.

Visi aglomerasi BRI, sebuah keniscayaan Revolusi ekonomi rakyat.

Revolusi tekhnologi informasi telah memberikan kekuatan yang sangat besar dalam merubah cara pandang masyarakat. Diantara yang paling cepat melakukan adaptasi adalah disektor  didunia usaha dan perekonomian.Karena terbukannya sistem kumunikasi yang kemudian diiringi oleh demokrasi ditingkat ekonomi politik adalah konskwensi dari tiga hal diantaranya adalah internasionalisasi komoditi, transnasionalisasi modal,globalisasi informasi. Ketiga faktor inilah yang kemudian merombak total sistem cara berfikir orang perorang yang kemudian menggiring  sistem politik sebuah negara pada bentuk demokrasi ekonomi.

Sangat tepat ketika BRI kemudian merombak segala jasa pelayanan terhadap nasabah dan konsumen dengan sistem digitalisasi.  Dalam hal ini BRI telah mengembangkan layanan e-banking yang dapat diakses masyarakat melalui internet, telepon, , maupun melalui layanan e-channel lainnya serta KiosK.

Sehingga memungkinkan setiap orang kususnya yang berada dalam segmen menengah kebawah untuk "mengorganisaikan" dirinya dengan menagemen berbasiskan tekhnologi informasi komunikasi tersebut. Kekuatan berjejaring cyberini jika ditata rapi akan mampu djadikan "anti tesa" dengan korporasi kekuataan modal asing.

Fenomena ini seharusnya dijadikan "momentum" yang tepat bagi BRI untuk merombak visinya yang selaras dengan kemauan rakyat dan kecenderungan global.

Berangkat dari kecenderungan diatas maka sistem Aglomerasiadalah sebuh keniscayaan adanya. Yaitu sebuah sistem usaha yang berasal dari, oleh dan untuk rakyat. Pada pemahaman ini seluruh rakyat adalah Pengusaha. Konsep Aglomerasi  pada prakteknya adalah bentuk organisasi yang digerakkan oleh jaringan koperasi rakyat yang terkelola dalam satu payung korporate. Mekanismenya posisi rakyat sebagai konsumen dan nasabah juga berperan sebagai  pengguna sekaligus pemilik dari sistem ini. Karena setiap orang yang terintegrasi didalamnya adalah pemegang saham. 

Dengan demikian rakyat secara langsung mendapatkan keuntungan dari setiap transaksi apapun yang dilakukan dalam sistem ini. Sehingga tidak lagi menempatkan rakyat sebagai penonton tapi sebaliknya akan memposisikan rakyat sebgai pemain yang berdaulat penuh.

Dengan menerapkan paradigma ekonomi jaringan atau  Aglomerasi ini BRI akan berperan sebagai Fasilitator sekaligus inisiator dari sekian program pengembangan ekonomi yang berbasiskan jaringan ekonomi rakyat secara keseluruhan.

Dalam proses pembentukannya sistem Aglomerasi ini  BRI berperan sebagai "penyambung" sekaligus "lem perekat" yang mengintegrasikan ketiga faktor komponen utama yaitu  Jaringan produksi ekonomi  rakyat, Jaringan saham dan investasi rakyat dan sekaligus rakyat diposisikan sebagai pemilik dan pengguna ataupun konsumen. Berarti dlam hal ini Kementrian perdagangan dan koperasi harus disinergikan menciptakan pasar Alternatif dalam satu rangkaian jaringan tersebut.

Selamat berdiskusi dan selamat ulang tahun BRI yang ke 122, Semoga senantiasa "melayani setulus hati" menyatu bersama  rakyat.

Magelang, 1 januari 2018.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun