Edinburgh, 2 Januari 2025
"10, 9, 8, 7, 6, 5, 4,3, 2, 1" Orang-orang sedunia yang berkumpul mulai berhitung mundur. Kemarin, jam 00.00.
"Happy New Yearrrr." Satu persatu keluargaku memelukku. Kubalas satu-satu.
Dinginnya malam membuat hatiku menghangat. Indahnya dunia, jika hidup dikelilingi orang-orang yang mencintaiku.
Tak berapa lama, kami putuskan mencari tempat hangat untuk duduk dan minum. Merayakan tahun baru, pastilah sesuatu. Sepanjang masih sehat, kami bahagiakan jiwa raga.
Coozy cow. Di pub itu, nggak terasa 3 jam lamanya kami dijamu.
Ah, anak-anak mulai rewel minta pulang. Ngantuk.
Karena aku takut nyetir, Tary yang giliran mengantar kami pulang ke penginapan. Kemudi sebelah kanan, persneling sebelah kiri, jalur di sebelah kanan! Ah, berlawanan dengan Jerman. Aku nggak bisa.
Setengah jam kemudian, kami tiba di Ferniehil Road.
Kutengadahkan kepala mencari Aurora Borealisa. "Nggak ada", bisikku. Tuhan memang belum memberi rejeki.
Sebentar kemudian, jaket dan syal serta topi sudah menggantung di belakang pintu. Kami berkumpul di ruang tamu, mencicipi penganan dan minum teh gopek. Memang hanya sebentar kami berbincang tentang festival Hogmanay yang batal karena angin kencang, 30 kmh. Memang Tuhan belum memberi rejeki.
Sudah pukul 4. Mata rasanya berat, aku pamit tidur. Tidur pertamaku di tahun 2025.
Pukul 8, aku bangun dan mulai menyiapkan sarapan untuk kami. Breakfast ala Skotlandia; omelet dengan jamur sudah siap. Piring dan perkakas lain sudah rapi di meja. Dapur sudah kubersihkan. Mengkilap.
Hmmm. Rumah masih sepi. Masih pada tidur, rupanya.
Kupandangi halaman di luar sana, melalui jendela di dapur.
Ohhhh.
Tetesan hujan itu begitu tebal.
Tetesan hujan itu berwarna putih, seputih kapas.
Aihhhhh, itu salju. Salju pertama di tahun 2025 di Edinburgh.
"Apakah ini hal yang lumrah?" Tanyaku pada teman baikku yang sudah bangun, walau baru mulai tidur jam 7 tadi. Ia mendekatiku.
"Ini pertanda baik. Tuhan memberi rejeki. Keajaiban terjadi." Temanku membenahi turbannya supaya rapi.
"Salju ini pasti awet, karena di luar dingin." Gumamku. Dan benar. Bukit-bukit di sana, seperti ditaburi tepung putih, yang begitu indah dipandang dari segala penjuru. (G76)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H