Lewat Komunitas Traveler Kompasiana, aku bisa memiliki kesempatan yang luar biasa; wawancara dengan putri bungsu Sultan Hamengkubuwono X, GKR Bendara. Luar biasa, kesempatan 1000: 1.
Atas prakarsa Faircle, partner kerjasama Koteka, dik Yuniarto Nugroho mengirimkan surat Koteka yang aku kirim per-whatsapp kepadanya, dikirim ke beliau demi acara tersebut. ACC dari keraton diterima. Wawancara digabungkan dalam event Koteka, Kotekatrip-8 bersama KJog supaya lebih ramai. Ngiras-ngirus juga, secara aku dalam perjalanan liburan dan di Indonesia hanya 10 hari. Waktu berpacu begitu cepatnya. Aku harus pandai mengatur waktu dan kesempatan.
Terima kasih, Faircle (dik Nugroho, mas Sugeng) dan mbak Siti. Terima kasih KJog (Ang, Riana, Vika, Retno cs).
Persiapan busana
Dari Semarang, aku memakai kaos dan celana panjang. Perjalanan tiga jam kami pasti membutuhkan pakaian yang nyaman di dalam mobil. Setelah jalan-jalan Kotekatrip-8 di Wahanarata, kami diarahkan ke sebuah ruangan di depan pintu keluarnya.
Aku tanya pada staff museum, apakah ada toilet untuk ganti pakaian. Aku menemukannya! Nggak sampai lima menit, aku sudah berubahhhh. Atasan kebaya hijau gelap dan kain batik instan tinggal pakai. Itu aku packing di dalam ransel berisi kamera. Nggak sia-sia aku memanggulnya. Aku merasa bak putri keraton jadi-jadian. Bunga putih terselip di telinga kiriku. Rambut kujadikan satu, kujepit dengan jepitan warna putih menjuntai yang kubeli di Hongkong. Gerah terusir sudahhhh.
Berjalan menuju ruangan. Kulihat teman-teman peserta Kotekatrip-8, yang kebanyakan adalah anggota KJog, sudah duduk manis di depan masing-masing snack yang disediakan keraton. Ih, ada donut! Matur nuwun, Gusti Bendara. Terima kasih, teman-teman Kompasianer.
Persiapan teknis
Selama Agustus, susunan admin Koteka aku rombak. Selama itu pula aku bakalan susah mengatur zoom mingguan. Makanya Koteka mengajak Faircle. Dik Nugroho foundernya aku ajak diskusi.
"Aku ada ide, mungkin untuk Agustus dibuat seri Jogja, alias narsum dari Jogja? Kalau banyak tokoh yang bisa dijawil mungkin bagus." Pikiranku menari-nari, seperti biasa. Kalau aku nggak bisa atur zoom secara langusng berarti harus ada tangan-tangan lain yang mengorganisirnya supaya acara berjalan. Dik Nugroho dan mbak Siti!!! I owe you, guys!
"Selama di Indonesia mampir ke Jogja tidak, ya? Kalau ke Jogja mungkin bisa talkshow langsung plus tur untuk rombongan." Dik Nugroho mengirim jawaban pada tanggal 31 Juli.
"Wah, nggak ada rencana ke Jogja. Tapi coba aku tanya suami." Aku bingung. Tadinya dari Danau Toba terus ke Medan, suami usul terbang ke Jogja aja mumpung ada "direct flight." Aku nggak mau karena tujuan utama pulang ke Indonesia adalah menjenguk ibu di Semarang. Jadinya ke Semarang, dong landing-nya. Ending-nya, dijadiin juga itu acara bertajuk Kotekatrip-8 bersama Kjog di Jogjakarta!
Untuk teknis zoom di lapangan, dik Nugroho butuh kabel clip on 2 in 1. Sayang, waktu ditanyakan di group Kotekatrip-8, nggak ada yang punya. Aku usul supaya nanti, masing-masing pakai gadget sendiri saja. Sudah, gitu aja. Easy.
Itu pula yang aku haturkan kepada Gusti Bendara, ketika beliau menanyakan teknis zoom. Namun, ada suara "ngiiiing ...", feed back dari alat-alat, sehingga peserta yang hadir diharap mematikan zoom supaya telinga nyaman dan menikmati zoom secara offline. Sudah ada peserta yang hadir secara online. Acara dimulai.
Kotekatalk-139 bersama GKR Bendara
Terlahir dengan nama Gusti Raden Ajeng Nurastuti Wijareni pada tanggal 18 September 1986, GKR Bendara adalah putri bungsu dari Sri Sultan HB X dan GKR Hemas. Beliau menikah pada tahun 2011 dengan pria Bandar Lampung yang sudah lama di Jawa, Achmad Ubaidillah atau bergelar Kanjeng Pangeran Haryo Yudanegara.
Selama perjalanan liburan, aku sudah mengirim daftar pertanyaan kepada beliau melalui asisten beliau, dik Reni. Berikut adalah informasi selama wawancara, yang perlu kalian ketahui:
Berita tentang Miss Universe di tanah air sedang panas. GKR Bendara adalah salah satu peserta Miss Indonesia tahun 2009 dan masuk 10 besar. Aku ingin tahu, apa saja kekayaan budaya keraton yang diusung. Ternyata Gusti Bendara tidak terlalu banyak melakukan persiapan karena keikutsertaannya hanya iseng-iseng belaka. Tarian dari Jogja tentu saja menjadi salah satu kewajibannya. Kalian ingin ikut ajang kecantikan? Keluarkan talenta dan kelebihan kalian.
Adalah spa Nurhadhatya (nur=cahaya, hadhatya = keraton) atau perawatan ala putri Kedaton di hotel Ambarukmo. Nama itu diambil karena semua nama depan putri sultan menggunakan nama "Nur." Gusti Bendara menjelaskan bahwa spa dikelola kelima putri HB X. Sekarang ini dibuat kekinian tapi tetap simple. Pembukaannya merupakan kersa Dalem. Menurutnya, orang manca lebih minat untuk menikmati spa, sedangkan orang Indonesia mengutamakan pijat. Gusti Bendara mengaku tidak menyukai jamu, namun masih suka menghirup jamu kunir asem dan beras kencur. Kalian suka jamu apa, coba?
GKR Bendara pernah menjadi duta teh sari melati. Menurutnya, teh Indonesia yang wasgitel (wangi, seger, legi, kentel), sebenarnya lebih sedap ketimbang English tea atau green tea. Kalian yang ikut Kotekatrip-8, pasti sudah menghirup teh ini di Ndalem benawan yang disuguhkan oleh Gusti Aning dan istri. Joss, rasanya melayaaaang. Gusti Bendara menerangkan bahwa di Nglinggo, ada perkebunan teh di desa wisata Purwosari. Desa yang menjadi juara 1 Desa Wisata itu punya kekayaan teh yang bagus, namun harga tehnya nggak naik-naik. Padahal harga kopi naik terus. Ada apa ini? Nggak heran kalau petani atau perkebunan di sana beralih ke kopi. Sekedar info, teh asli Kulonprogo itu coklat gelap (dekokan), sehingga aroma wasgitel sangat kental. Kulonprogo sendiri sudah 3 kali menang ADWI award, lho. Beliau berharap akan ada usaha dari Indonesia supaya teh Indonesia meramaikan pasar internasional. Di Indonesia sudah ada artisanti, buah atau bunga Indonesia yang dibuat teh. Ini secercah harapan. Kalian suka teh atau kopi? Produk Indonesia, bukan?
Belanda baru-baru ini mengembalikan benda-benda pusaka ke Indonesia. GKR Bendara menanggapi positif tentang hal ini. Katanya, peninggalan tersebut memiliki 2 jenis. Pertama merupakan hadiah. Misalnya pada saat Wilhelma ulang tahun. Itu tidak dikembalikan. Kedua, barang dari luar Jawa. Karena bukan dari Jawa, sebaiknya dikembalikan ke asalnya. Misalnya ada barang dari Lombok, ya harus ke Lombok. Harapan Gusti Bendara bahwa tidak hanya barang yang jelek atau tidak bernilai/berharga yang dikembalikan tapi yang bagus dan berharga/bernilai. Indonesia akan siap menerima dan merawat. Untuk urusan pelestarian arsip, GKR Bendara masih butuh kemampuan lebih dari SDM yang mampu membaca Bahasa Belanda yang ditulis tahun 1970-an dalam aksara Jawa. Banyak Bahasa serapan yang digunakan. Ini meyulitkan proses penerjemahan arsip, baik pasif maupun aktif. Kalian sudah belajar Bahasa asing apa saja, hayooo?
Sebagai perempuan modern, GKR Bendara juga menuntut ilmu tinggi-tinggi. Usai SMA, yang waktu itu sudah cerewet, beliau diberi pilihan oleh keraton; Singapura, Australia atau Swiss. Akhirnya, ia memilih yang jauh di Swiss, supaya mandiri. Di jurusan perhotelan, ia intensif mulai pukul 07.00-12.00 selama 6 bulan magang dan dihonor (1/2 gaji UMR). Empat tahun kuliah, GKR Bendara kembali ke Indonesia. Sayang ia tak tertarik dunia perhotelan. Waktu itu skripsinya tentang transjakarta, nih. Bagaimana supaya itu menjadi transportasi yang mumpuni demi pariwisata lokal, adalah salah satu pemikirannya. Semoga terwujud, supaya acara jalan-jalan kita mulus.
Kemudian, atas ngersa Dalem, GKR Bendara menjadi wakil Kawedanan Hageng Punakawan Nitya Budaya Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Antara lain tugasnya meliputi perpustakaan, aset RT dan kesenian. Itulah yang mendorongnya untuk belajar Heritage and cultural tourism S2 Universitas Edinburgh di Swedia. GKR Bendara merasa banyak belajar dari dunia luar. Belajar bahasa Inggrisnya di Singapura. Belajar Bahasa Jerman di Swiss dan mengasah bahasa Inggris di Swedia. Dipikir-pikir, Swedia itu mirip Jogja. Swedia dilindungi UNESCO, harus dijaga. Begitu pula Jogjakarta. Mulai 2014, keraton mulai merombak secara keseluruhan, menyuguhkan budaya dengan bentuk baru. Pandangannya, tourism is boderless and culture is timeless. Keraton merekrut besar-besaran abdi dalem. Abdi dalem itu ada dua. Pertama, caos. Mereka ini ke keraton seminggu sekali. Yang generasi tua paling kuat karena hujan saja tetap melaksanakan tugas. Kedua, tepas. Mereka ngantor 3 bulan satu kali. Ada Dyah dan Nawang yang menjadi asisten GKR Bendara. Mereka ini didanai Ngersa Dalem dan dana keistimewaan. Abdi dalem yang berusia di bawah 60 tahun di tempat-tempat yang lain. Yang milineal membantu GKR Bendara. Mereka ini muda-muda seperti sinden, penari, pengrawit dan lainnya. Kalian mau jadi abdi dalam, ayo melamar!
Keratonpun berusaha ramah disabel. Sebuah tantangan di masa depan supaya Wahanarata bisa dilalui kursi roda di pagelaran. Kedaton itu kan halamannya berpasir jadi kadang sulit untuk kursi roda. Termasuk fasilitas informasi dalam bentuk brille dan audio. Jadi ingat bahwa di luar negeri, yang begitu sudah jamak. Upaya perkembangan yang bagus di tanah air, bukan? Kalian sudah ke keraton Jogjakarta? Yang belum, segera, ya. Bagus, lho.
***
Dari acara wawancara dengan putri bungsu Sri Sultan HB X, di mana aku duduk bersandingan itu, dekeet banget, aku jadi terkesan. Rejeki yang luar biasa memiliki kesempatan itu. GKR Bendara adalah putri Sultan, tokoh Jogjakarta yang superrr sibuk dengan beragam agenda. Habis dua jam nge-zoom, kami foto-foto untuk dokumentasi. Lantas, beliau langsung pamit pergi untuk acara berikutnya. Amat berantai. Sampai jumpa, GKR Bendara!
Bahwa seorang putri keraton, juga harus mengembangkan diri sampai tingkat internasional adalah inspirasi. Kemampuan berkomunikasi GKR Bendara tidak hanya menguatkan kecantikan wadagnya tetapi juga kecantikan intelektual dan soft skill lain yang luar biasa. Ini menjadi motivasi kita semua, perempuan Indonesia. Maju, terus perempuan Indonesia. Kalian setuju? Mari! (G76)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI